Revolusi Mental Menurut Bocahbancar*

Revolusi Mental Menurut Bocahbancar*
*Oleh Muhammad Joe Sekigawa, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Begitu banyak dari kita yang terheran-heran mengapa Indonesia masih sulit untuk mentransformasi diri dari status Negara Berkembang menjadi Negara Maju. Golongan pesimis menilai bahwa masalah bangsa Indonesia sangatlah kompleks bin ruwet dan diutarakan sebagai benang kusut yang sulit untuk diluruskan kembali seperti sedia kala, bahkan mereka menilai untuk menjadikan bangsa ini maju dibutuhkan waktu ratusan tahun lamanya karena layaknya seperti usaha menegakkan benang basah. Tapi kita juga patut bersyukur karena masih ada kelompok manusia-manusia optimis yang mengatakan bahwa saat ini Bangsa Indonesia tengah berjuang, maka tidaklah fair mengadili hasil kerja seseorang yang belum menyerah dan masih ada harapan untuk menang..
Berbicara mengenai kederdasan anak-anak Indonesia, sudah tidak dapat dielakkan lagi. Cobalah kita tengok berbagai perlombaan internasional, tak jarang delegasi dari Indonesia dapat menyabet emas dan perak yang cukup banyak. Di bidang ilmu pengetahuan, manusia-manusia Indonesia nyata terbukti memiliki kecerdasan di atas rata-rata, mulai dari tingkat anak-anak sampai dewasa, baik laki-laki maupun wanita..
Negeri yang super subur ini juga menyimpan kekayaan alam yang begitu luar biasa, oleh karenanya pemanfaatannya seharusnya dapat dinikmati oleh setiap manusia yang bernyawa, meski ia masih di dalam kandungan ibunya. Pemerataan pembangunan juga telah dilaksanakan, apalagi dengan adanya desentralisasi kekuasaan negara, dimana tingkat provinsi dan tingkat kabupaten memiliki hak dan tanggung jawab untuk membangun sendiri wilayahnya, menjadikan pembangunan lebih merata dan terasa oleh masyarakat di daerah mereka masing-masing..
Tapi mengapa semua ini belum cukup? Dan Bangsa Indonesia masih begini-begini saja. Masih berstatus Negara Berkembang dengan kenyataan rakyat miskin sekian belas juta manusia banyaknya. Masalah utamanya menurut saya, ternyata terletak pada ketidaksesuaian fitrah kemanusiaan yang sebenarnya melekat pada setiap insan manusia. Fitrah kemanusiaan tersebut adalah kesadaran keber-agama-an yang tinggi, rasa sopan-santun, cinta kebersihan, kedisiplinan yang ketat, inovasi tiada henti, serta kemajuan berkelanjutan (continues improvement)..
Cita rasa fitrah kemanusiaan itulah yang belum mampu diwujudkan oleh mayoritas manusia Indonesia, hilang entah kemana, mungkin tergilas arus kemodernan yang menjadikan diri pada posisi “penikmat” sajian tanpa pernah memiliki etos “penyaji” meski harus terlebih dahulu bersusah payah hingga berpeluh keringat. Kita ini memang “aneh”, orang yang sudah kaya dan memiliki harta berlimpah pun masih tidak puas untuk bekerja, memperluas jaringan ekspansi usahanya yang tentu saja menguras tenaga dan pemikiran sehari-harinya. Sedangkan kita yang tergolong ekonomi bawah-menengah malah “malas” untuk bekerja lebih keras dari biasanya, namun menginginkan kekayaan berlipat ganda..
Maka, dengan latar masalah sedemikian rupa, solusinya adalah dengan “Revolusi Mental”. Istilah revolusi mental ini sempat digunakan oleh Tim Kampanye Pemenangan Pasangan Presiden Terpilih saat ini, Joko Widodo – Jusuf Kalla. Tapi saya tidak sedang mengkaitkan motto tersebut dengan revolusi mental yang sedang ingin saya jabarkan saat ini, karena memang sama sekali tidak ada kaitannya. Apalagi, dalam Pilpres beberapa waktu kemarin, saya adalah salah satu pendukung Capres Prabowo Subianto he he he.. ^^
Gagasan revolusi mental yang dimaksud adalah sebuah langkah untuk membenahi paradigma dalam menjalani kehidupan. Kembali kepada hal paling sederhana yang dimulai pada usia kanak-kanak, konsisten hingga remaja, mahasiswa, hingga dewasa. Membiarkan anak-anak tumbuh kembang sesuai dengan karakter usianya, kalau dunia psikologi menyatakan bahwa anak harus tumbuh kembang sesuai dengan tahapan perkembangannya..
Pondasi utama pembangunan terhadap anak-anak ini merupakan kebutuhan mendesak yang harus segera dilakukan, saat ini juga dan secara bersama-sama, serempak di seluruh penjuru penyelenggara pendidikan di Indonesia. Pada saat yang sama, lingkungan juga harus turut serta mendukung. Lingkungan yang dimaksud adalah pada tingkat pemerintah dan juga swasta..
#revolusimental1: Cinta kebersihan, Kedisiplinan dan Etos kerja yang tinggi
Inilah yang menurut saya menjadi kendala terbesar dari mayoritas masyarakat Bangsa Indonesia. Rendahnya kesadaran akan kebersihan lingkungan sekitar, kedisiplinan yang masih harus ditakut-takuti dengan aturan yang “kejam”, serta etos kerja yang tidak terlalu tinggi namun mengharapkan hasil yang optimal.
Jika mau belajar dari keberhasilan negara-negara lain yang cinta kebersihan, hidup disiplin dengan etos kerja yang tinggi, mereka memulainya dari generasi paling awal, semenjak usia pra sekolah dasar. Ternyata, pada 30-50 tahun sebelumnya juga memiliki kondisi yang sama dengan kondisi kita saat ini, yakni dengan rendahnya kesadaran akan cinta kebersihan, minim kedisiplinan serta etos kerja yang rendah. Tapi itu semua berubah, ketika mereka mulai mau berbenah, dengan kerjasama seluruh elemen pembangun bangsa.
Maka, sudah selayaknya, Revolusi Mental ini dimulai dengan penekanan pada ketiga hal: Cinta Kebersihan, Disiplin dan Etos Kerja yang tinggi.
#revolusimental2: Pegawai negara (PNS) dengan jiwa seutuhnya sebagai pelayan masyarakat
Konsep idealnya, PNS atau Pegawai Negeri Sipil adalah orang-orang terpilih yang memiliki aspek kompetensi tinggi dengan sistem seleksi ketat luar biasa. Sehingga, sumber daya manusia yang mengelola negara ini adalah orang-orang cerdas, berbakat dan memiliki daya pandang jauh-luas (visioner) yang dapat membawa Bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Namun, kenyataan memang tak selalu sama persis dengan konsep teoritis yang dikembangkan. Beberapa kasus ditemukan adanya para PNS yang sama sekali tidak kompeten di bidangnya, kemudian seringkali terlihat bolos atau keluar pada jam kerja, dan terlihat malas-malasan ketika di tempat kerja. Kasus ini yang kemudian banyak digeneralisir oleh berbagai kalangan, bahwa kualitas Pegawai Negeri Sipil kita memang masih jauh dari standar ideal yang ditetapkan.
Hal lain yang turut memperparah keadaan adalah sikap seorang PNS yang sejatinya adalah “pelayan masyarakat”, malah bertindak layaknya bos, sehingga masyarakat yang membutuhkan pelayanan malah diperlakukan semena-mena serta sama sekali tidak mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya.
Inilah Revolusi Mental selanjutnya, membentuk jiwa para PNS di negeri ini untuk tulus hati dan menyadari bahwa dirinya adalah “pelayan masyarakat”.
#revolusimental3: Menolak segala bentuk KKN dari masyarakat grassroot sampai tingkat elite
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme terus menjamur dengan seiringnya waktu semenjak dimulainya Orde Lama hingga berakhirnya Orde Baru. Masa Reformasi digadang-gadang sebagai masa “harapan baru” atas penuntasan KKN di negeri ini. Namun, pada kenyataannya praktik KKN masih tetap menjamur, dan bahkan semakin “menggila” dan tidak terjamah karena dimainkan oleh tingkat elit. Kita tentu masih ingat kasus Bank Century yang merugikan negara lebih dari 6 Trilyun, Proyek Hambalang, Wisma Atlet, suap SKK Migas dan lain sebagainya. Beberapa telah diketahui oleh khalayak dan berhasil diselesaikan, ada juga yang telah diketahui oleh khalayak namun tak mampu menjerat para pemain besarnya, dan mungkin saja masih banyak lagi kasus yang masih belum terungkap adanya.
Pada tingkat grassroot, bentuk KKN ini masih tumbuh subur, meski tertutup rapat alias dengan kode TST alias “tahu sama tahu”. Bentuk KKN nya memang tidak melibatkan sejumlah dana besar, atau kerjasama super strategis, namun kebiasaan KKN dari hal kecil inilah yang kemudian menumpuk, dan ketika kelakuan tersebut mulus tanpa ada masalah, pada akhirnya akan membesar dengan kualitas KKN yang juga semakin besar.
Maka, Revolusi Mental perang melawan KKN inilah yang harusnya tak kalah penting untuk diprioritaskan. Mulailah dari diri sendiri untuk tidak membuka peluang KKN, sehingga orang lain yang berperan sebagai penerima manfaat dari praktik Korupsi, Kolusi atau Nepotisme tersebut tidak mendapatkan kesempatan untuk berpraktik KKN.
#revolusimental4: Mengutamakan kemajuan pendidikan agama, akhlak dan ilmu pengetahuan, serta mendukung keberlanjutan research&development
Kemajuan agam tidak melulu selalu dikaitkan dengan kemodernan di negara maju. Apalagi berkiblat secara penuh, meski itu ada kaitannya dengan persoalan agama. Contoh nyata yang tidak patut ditiru telah dipraktikkan oleh donatur penyebar paham SEPILIS (Sekulerisme, Pluralisme Agama dan Liberalisme). Untuk mendalami ilmu agama, para petinggi-dosen-mahasiswa dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri-Universitas Islam Negeri-Institut Agama Islam Negeri dikuliahkan ke Mc Gill University, Canada untuk belajar Studi Perbandingan Agama. Inilah akar yang disistematiskan untuk memperdalam penyebaran virus SEPILIS di Negeri Indonesia tercinta.
Padahal, kemajuan di bidang agama dan akhlak seharusnya dititiktekankan pada pendalaman ilmu agama yang kontekstual dengan zaman tanpa meninggalkan hal-hal/hukum yang tsawabit (bersifat tetap). Karena kita ketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia kita, meskipun secara statistik dikatakan sebagai umat Islam terbesar sedunia, kebanyakan hanyalah Islam KTP, yang tentu saja dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang anti Islam atau anti terhadap penerapan hukum-hukum Islam yang rahmatan lil alamin.
Kebagusan ilmu agama dan akhlak inilah yang akan menjadi dasar selanjutnya dalam memperkokoh Revolusi Mental selanjutnya. Yakni meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan (sosial dan eksakta). Hal yang masih minim dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya adalah terkait dengan dukungan terhadap pendanaan research&development terhadap ilmu pengetahuan kita.
Oleh karenanya, jika ingin cepat mengejar ketertinggalan, maka anggaran untuk riset dan pengembangan ilmu pengetahuan juga selayaknya didukung secara optimal, selain memang perhatian negeri ini terhadap persoalan kemiskinan struktural juga tidak bisa ditinggalkan.
—
Demikianlah, sedikit coretan pendapat dari seorang mantan mahasiswa yang kini bekerja di tengah rimba. Kita selalu berharap hutan Indonesia tetap ada sebagai penyedia sumber oksigen yang disebut sebagai paru-paru dunia. Namun, apalah dana ketika kepemimpinan masih dipegang oleh orang-orang kaya yang gila harta, tanpa mau memikirkan keberlanjutan kehidupan anak cucu masyarakat bangsanya..
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Camp PT SRL Pulau Pinang-Kembang Janggut, Kabupaten Kutai Kartanegara – Kalimantan Timur
Selasa sore, 07&12 Dzulqo’dah 1435 H/02&07 September 2014 pukul 10.52wita
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Rabu, 17 September 2014 pukul 08.00wita