Safari Ramadhan 1434 H Bersama SRL
Bismillah..
Seperti pada tahun sebelumnya, PT SRL kembali mengadakan kegiatan Safari Ramadhan 1434 Hijriah untuk membina tali silaturahim antara perusahaan dengan masyarakat desa di sekitar wilayah konsensi. Tentu, ini merupakan niatan tulus dari manajemen untuk merekatkan tali persaudaraan, bukan sekedar pencitraan politik yang banyak dilakukan oleh para politisi “musiman” di negeri ini.
Saya tidak sedang ingin membuka informasi rahasia perusahaan, oleh karenanya saya hanya akan bercerita hal-hal ringan sebagai bagian dari rona warna kehidupan selama berada di tanah rantau, khususnya di bumi Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Tipologi letak desa-desa di Kecamatan Kembang Janggut ini adalah berada di dekat sungai. Sebenarnya kebanyakan di tempat lain pun demikian adanya he he he. Lalu, dalam satu desa, jika mereka suku Kutai, bisa dipastikan mereka adalah muslim, dan satu desa itu 95% muslim. Namun, sebaliknya untuk di desa lainnya, jika mereka dihuni oleh orang Dayak, maka satu desa itu mayoritas penduduknya beragama Nasrani.
Nah, pada bulan Ramadhan 1434 H yang bertepatan dengan bulan Agustus 2013 ini, Safari Ramadhan dilaksanakan pada desa-desa yang penduduknya mayoritas beragama Islam, yaitu Long Beleh Haloq, Tuana Tuha, Kahala, juga Kembang Janggut, dan satu lagi di Camp Rig kami sendiri. Adapun jadwal Safari Ramadhan kami adalah sebagai berikut:
- Senin, 29 Juli 2013 di Masjid Al Mu’minuun Desa Long Beleh Haloq
- Rabu, 31 Juli 2013 di Masjid Baiturahim Desa Tuana Tuha
- Kamis, 01 Agustus 2013 di Masjid Desa Kahala
- Jum’at, 02 Agustus 2013 di Masjid Al Ilham Desa Kembang Janggut
- Sabtu, 03 Agustus 2013 di Masjid Al Muhajirin Camp Rig
Ada dua poin yang hendak saya bagi di sini. Pertama adalah mengenai Ustadz Muda yang kami mintai tolong untuk menjadi pengisi Kultum. Kedua adalah tentang praktik peribadahan yang begitu kuat pada masyarakat Kutai.
Namanya Ustadz Adi Gunawan, usianya terpaut satu tahun lebih muda dari usia saya. Orangnya baik, berilmu, pandai berpantun dan bergurau di sela-sela kultumnya, juga berwawasan. Saya sungguh berdecak kagum ketika menemui satu sosok di pedalaman seperti ini, tersimpan satu mutiara dakwah, penerus generasi masa depan sebagai uswah hasanah. Jam terbang kultum/ceramah telah ia mulai sejak masih duduk di bangku kelas II SMA, kemudian memperdalam ilmunya dengan mengambil kuliah di STAIN Samarinda, hingga berlanjut sekarang mengabdi kembali di tanah kelahiran. Tak hanya di Hambau, nama desa tempat tinggalnya, tapi ilmu ustadz yang bekerja di KUA Kecamatan Kembang Janggut ini juga termanfaatkan untuk desa-desa di sekitarnya, seperti Loa Sakoh, Tuana Tuha, Genting Tanah, Kahala, dan Kembang Janggut.
Semuanya memang tak terjadi secara tiba-tiba. Munculnya satu mutiara dakwah itu memang tak dipungkiri oleh suasana lingkungan keberagamaan yang cukup baik dan mendukung. Hal ini tercermin dari pengalaman saya pribadi ketika berkumpul dengan para aktivis masjid. Namun, yang membuat saya kagum adalah keberadaan mereka di Lembaga Dakwah Kampus (LDK), sama sekali tidak mengurangi keaktifannya di organisasi kampus, hingga Badan Eksekutif Mahasiswa. Dan lebih hebatnya, mereka adalah para mahasiswa yang berprestasi di masing-masing kelas dan fakultasnya.
Kekaguman selanjutnya adalah mengenai betapa religiusnya masyarakat Suku Kutai, yang sebelum saya menginjakkan di tanah Kutai Kartanegara ini, sama sekali tidak pernah terpikirkan. Kesadaran ini saya dapatkan ketika tiba pertama kali di Samarinda. Islamic Center nya berdiri megah menyambut para pendatang dari luar kota. Kemudian, dimana-mana dapat kita temui masyarakat yang gemar sholat berjama’ah di masjid dengan pakaian khas pesantren. Saya juga sempat heran juga kagum dengan toko baju yang banner-nya tercetak besar lafal Allah. Ada juga minimarket yang di dalamnya diputar lagu-lagu Islami, juga dijaga oleh para wanita yang menutup auratnya dengan baik. Subhanallah..
Kenyataan yang sama saya dapatkan ketika menghadirkan diri di Kota Tenggarong (Kabupaten Kutai Kartanegara). Tak hanya di Kota Kabupaten, Kecamatan, hingga pelosok desa pun, saya dapatkan hal yang sama. Begitu kentalnya masyarakat Kutai dengan praktik peribadahan Islam. Dan dari lingkungan yang demikian, muncullah mutiara-mutiara dakwah yang terus tumbuh dan meneruskan perjuangan para ulama terdahulu.
Oleh karenanya, saya merekomendasikan Anda untuk berjalan-jalan di Samarinda, Tenggarong, bahkan desa-desa di sekitar sini seperti Tuana Tuha, Kahala, Hambau, Gunung Sari, Long Beleh Haloq, dan masih banyak lagi desa yang lainnya. ^_^
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwah
Muhammad Joe Sekigawa, A Social Worker, An Activist, A Community Developer, A Great Dreamer, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Alumni Bandung College of Social Welfare, Department of Social Rehabilitation ‘08
Selesai ditulis pada hari Jum’at dini hari dan malam hari, 02 Agustus 2013 pukul 23.37wita @Masjid Al Muhajirin Camp Rig PT. Silva Rimba Lestari District Kembang Janggut Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Disempurnakan pada hari Rabu sore, 07 Agustus 2013 @Kamar No,2 Mess Enggang Camp Rig PT. Silva Rimba Lestari District Kembang Janggut.
G A L L E R I E S
==
==
==
==
Filed under About my Life, Agra Bareksa, Cerita · Tagged with Camp Rig, Kahala, Kembang Janggut, Long Beleh Haloq, Ramadhan, Safari, Tuana Tuha
salut untuk masyarakat kutai. ternyata mereka hidup dengan nuansa islam.
Betul… Saya malah mengira di Kalimantan itu mayoritas suku Dayak semua, ternyata Suku Kutai ke-Islam-an nya cukup kental juga ^_^
Yang saya dengar memang demikian bahwa suku Kutai hampir semuanya Muslim, kalau suku Dayak mayoritas Kristen.
Masya Allah, senangnya membaca bahwa di sana masyarakatnya memakmurkan masjid.
Iya, dan muslimnya cukup taat Pak…. ^^