Buya HAMKA Nasionalisme Agama untuk Membangun Negeri

Sumber Gambar

Bismillahirrohmaanirrohiim,,

Beliau yang bernama lengkap Haji Abdullah Malik Karim Amrullah ini memang kerab dikenal luas oleh masyarakat dengan sebutan Buya Hamka. Buya sendiri merupakan panggilan untuk orang Minangkabau yang berasal dari kata abi,abuya, berasal dari bahasa Arab yang artinya ayahku, atau seseorang yang dihormati. Sedangkan Hamka sendiri merupakan singkatan dari nama panjang beliau tersebut.

Hamka kecil memang telah dididik oleh ayahnya dengan kehidupan Islami yang menyeluruh, ia juga sangat dekat dan menyenangi bahasa Arab. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906. Beliau merupakan seorang tokoh utama dari gerakan pembaharuan atau modernisme Islam di Minangkabau yang terkenal dengan sebutan Kaum Muda.

Hamka juga merupakan seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx, dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Soerjopranoto, Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur, dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Beliau adalah sosok yang patut dicontoh oleh para pemuda saat ini. Bagaimana tidak, seorang Hamka yang memiliki kemampuan bahasa Arab yang tinggi tersebut, tidak pernah anti pada hal-hal baru yang tentu saja tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Apa yang dilakukan oleh beliau merupakan satu gerakan revolusioner pada zamannya, di mana pada saat itu kebanyakan intelektual hanya berkutat di salah satunya, bidang agama atau bidang non agama saja, namun beliau malah dengan nafas Islam-lah mempelajari berbagai pemikiran dari ilmuan Barat untuk dikaji dan diteliti guna kepentingan umat. Bahkan, di bidang sastra, Buya Hamka banyak menelurkan karya-karya sastra fenomenal seperti Tenggelamnya Kapal Vanderwijck (1937), Dibawah lindungan Kabah (1936), Merantau ke Deli (1940), Terusir, dan Keadilan Ilahi selain karya Besar Tafsir Al Qur’an yang legendaris, Tafsir Al Azhar (1966)

Sosok Hamka juga tak lepas dari peranannya di bidang perpolitikan bangsa karena ia teringat betul pesan dari ayahandanya yang diucapkan ketika Muktamar Muhammadiyah tahun 1930 di Bukittinggi, “Ulama harus tampil ke muka masyarakat, memimpinnya menuju kebenaran”. Hamka aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Ia mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid’ah, tarekat, dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929. Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional Indonesia. Kemudian sejak tahun 1950-an Hamka bergabung dengan Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dan bahkan beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah surat kabar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah Al-Mahdi di Makassar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.

Mari kita bayangkan bersama, seorang Ulama yang juga Sastrawan, juga seorang Wartawan yang banyak menulis tentang gema perubahan Negara Indonesia yang lebih baik berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah. Hamka adalah orang yang berdedikasi tinggi terhadap ilmu pengetahuan, paham akan keanekaragaman, gemar menciptakan inovasi perubahan, namun tak pernah melepaskan ikatan-ikatan dasar sebagai makhluk ciptaan-Nya. Sosok penuh inspirasi yang membuat kagum banyak kawan maupun lawan, dan semuanya itu dimulai dari Hamka muda. Betul, sedari awal Hamka telah mengazamkan diri untuk membuat perubahan yang lebih baik bagi diri, keluarga, masyarakat dan bangsa Indonesia-nya, bangsa Indonesia milik kita bersama.

Begitu luar biasa sepak terjang dari Buya Hamka ini hingga Majelis tertinggi Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir memberikan gelar Doctor Honoris Causa (Ustadziyah Fakhriyah) pada Hamka tahun 1959. Universitas Kebangsaan Malaysia pun juga memberi gelar yang sama dibidang kesusastraan tahun 1974. Sedangkan Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta juga memberi gelar Profesor Kehormatan pada tahun 1966.

Dalam dekade 1970-an sampai awal 1980-an kalau orang bertanya, siapa pemimpin ulama Indonesia? Jawaban yang pasti adalah Buya Hamka. Sosok Hamka sebagai ulama dan pujangga Islam Indonesia tidak hanya dikenal luas di tanah air, tapi juga di luar negeri. Tampilnya sebagai ulama penjaga akidah umat sangat termahsyur namun tetap santun dengan penuh kebijaksanaan.

Pada akhirnya, kita benar-benar merindukan sosok penerus dari generasi muda yang memiliki tingkat kualitas sekaliber Buya Hamka. Ya, harapan itu masih ada, dan kita lah para pemuda yang mengemban tanggung jawab tersebut. Maju terus untuk memimpin perubahan dan mengehentak peradaban, menuju Indonesia yang lebih baik.

Salam semangat menciptakan perubahan, Muhammad Joe Sekigawa (4-c Rehsos STKS Bandung 2008)

NB: Ini adalah artikel yang telah dipublikasikan pertama kalinya dalam Buletin BEM STKS Bandung Edisi 01 Oktober 2011

Sumber Gambar Utama (featured)

Comments
6 Responses to “Buya HAMKA Nasionalisme Agama untuk Membangun Negeri”
  1. Gerizal says:

    Kau harapan islam
    Kesederhanaanmu mengecap kebahagiaan dunia
    Kau ulama’ teragung
    Ketaqwaan dirimu
    Itu yang merantai jiwa ummah

    PERIBADI HAMKA

    Ku ukir rasa kagumku dengan adaptasi sebuah penulisan. Biarpun gambar ketika makan, tiadalah yang dapat ku gambarkan bagaimana kesederhanaanmu meruntun pelbagai jiwa. Biarpun tidak mengenalimu sebagai seorang pemimpin, tetapi dengan hanya melihat dari sudut sebagai seorang manusia, auramu sudah cukup untuk dikagumi.

    Mengapa saat melihat wajahmu bagai ada ‘nur’ terpancar di sebalik kedut-kedut tua?
    Mengapa ramai orang suka menatap gambarmu apatah lagi mengumpulnya sebagai koleksi peribadi?
    Mengapa menatap gambarmu begitu mengasyikkan? Terlalu bermakna untuk dihayati.
    Mengapa keperibadianmu tiada tolok bandingnya?
    Mengapa kesederhanaamu digilai rakyat marhaen?
    Mengapa manusia suka menjadikan dirimu sebagai idola mereka? Dari sejak kecil?
    Mengapa dirimu menjadi bualan masyarakat dunia? Dihormati oleh pelbagai kaum dan agama?

    Jasadmu sentiasa dikenali sebagai seorang Ulama Besar yang paling zuhud dan warak. Pada hampir setiap masa, di mana-mana saja, kopiah/pici dan serban tidak pernah ditanggal.

    Pemimpin yang tahu amanah Allah padanya, tidak sibuk menghimpun harta. Malah lebih mudah menyelami kesusahan hati rakyat. Begitulah kerendahan hati HAMKA menjaga kebajikan umat persis Khalifah Umar Al Khattab.

    Cukup terasa apabila rumahmu hanyalah sebuah rumah kampung biasa seperti yang dimiliki oleh rakyat kebanyakan. Rumah yang tidak berpagar sama sekali dan tiada pengawal keselamatan yang diupah untuk menjaga.

    Cukup terpikat dengan kezuhudan yang hadir membasahi bumi serambi Mekah. Al Azhar bangun bukan bersifat materialistik duniawi tetapi dengan bertunjangkan rohani dalam payungan keberkatan dan keredhaan Allah.

    Biar! Biar rakyat miskin harta jangan sekali-sekali miskin ilmu. Biar rakyat kaya amal soleh. Umpama bintang-bintang di langit, kehidupanmu diteladani buat ikutan umat. Susah untuk mencari pemimpin zuhud di fatamorgana ini, semoga HAMKA guru kesayangan dunia diberi tempat yang baik.

    Mari teman! Jalankan amanah kita. Begitu pentingnya memilih pemimpin yang adil, bersih dan amanah apabila di”highlight”kan yang pertama sekali daripada 7 golongan yang akan diberi perlindungan Allah kelak di dalam Hadis Muttafaq’alaih.

    Sabda Baginda SAW : “Tujuh golongan yang Allah berikan lindungan kepada mereka pada hari yang tiada lindungan melainkan lindungan Allah ; pemerintah yang adil, pemuda yang membesar dalam keadaan beribadah kepada Allah…

    Kenapa pertama sekali facebooker? Penting sangatkah?

    Dr Mustafa Said al Khin dalam kitab Nuzhah al Muttaqin menjelaskan sebab di dahulukan pemerintah yang adil daripada selainnya ialah kerana banyak kebaikan yang berkaitan dengannya.

    Menjadi tanggungjawab asas kepada setiap pemimpin memastikan keadilan ditegak dan dipelihara kerana ia akan memastikan banyak kebaikan dapat dinikmati masyarakat. Banyak sabda baginda menyuruh pemimpin bersifat adil. Nabi SAW bersabda yang bermaksud :

    “Ahli syurga itu ada tiga golongan: pemimpin yang adil serta mendapat taufik, lelaki penyayang dan lembut hatinya terhadap kaum kerabatnya dan orang Islam, dan orang tidak kaya yang mempunyai tanggungan banyak tetapi menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta-minta.” – (Hadis riwayat Muslim)

  2. Ejawantah's Blog says:

    Semoga bangsa ini akan melahirkan tokoh seperti beliau.

    Sukses selalu
    Salam
    Ejawantah’s Blog

Tinggalkan Jejak ^_^