Tentang Aktivis Dakwah dan Pernikahan*

Tentang Aktivis Dakwah dan Pernikahan*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Satu diantara berbagai macam kesibukan selama masa kuliah di kampus dulu adalah masih adanya kenikmatan untuk bisa istiqomah beraktivitas saling mengingatkan dalam kebaikan di lingkungan masjid. Saya dulunya adalah satu dari sekian banyak mahasiswa yang menganggap para pegiat masjid itu hanyalah berisi orang-orang yang cupu, kuper, tidak mau banyak bergaul alias eksklusif dan berbagai sematan imajinasi negatif lainnya.

Pandangan tersebut kemudian berbalik 180 derajat setelah saya banyak mengenal kader-kader KAMMI di Kota Bandung dan sekitarnya. Saya menemui begitu banyak anak-anak muda dari kalangan ekonomi menengah ke atas, berparas sejuk di wajah mereka, penuh semangat, dan mereka adalah para aktivis dimanapun mereka berada. Mulai dari aktivis organisasi lingkup fakultas, BEM, LDK dan tentu saja merupakan aktivis di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Saya pikir, mereka ini adalah para orang-orang yang patut menjadi teladan untuk semua. Cerdas, Aktivis sekaligus sholih. Idealisme calon pemimpin di masa depan ada pada mereka semua.

Berbicara mengenai aktivis laki-laki, tentu tak kalah juga peranan para aktivis perempuannya. Ketika sebutan “akhwat” telah disematkan padanya, biasanya yang tergambar adalah imaji tentang sosok perempuan yang menutup aurat secara rapat dan sempurna. Hal tersebut dapat terlihat dari jilbab lebar yang dikenakannya, kaos kaki yang tidak pernah terlepas jika beraktivitas yang berpotensi ada laki-laki berseliweran di sekitarnya, juga bentuk kerudung yang tidak dimodel macam-macam. Mereka berpenampilan sederhana, tapi tetap sejuk dipandang mata. Karena saking sejuknya, biasanya hanya cukup dipandang dengan satu lirikan dan selebihnya banyak-banyak beristighfar di dalam hati saja he he.

Tetap wajar dan profesional dalam aktivitas keorganisasian sehari-hari. Tapi, tentu para ikhwan di manapun berada tidak memungkiri untuk mendambakan pendamping hidup seorang akhwat bukan? Kenapa harus akhwat? Karena memang merekalah yang insya Allah akan mampu melahirkan para mujahid dan mujahidah di masa depan. Mencita-citakan benih generasi mujahid tidak harus diidentikan dengan ahli perang gerilya atau petarung semata. Tapi, mujahid-mujahid di masa depan adalah mereka yang juga mampu menempatkan dirinya pada bidang-bidang ahli yang terlanjur tersekulerisasi. Mulai dari teknologi informasi, kedokteran, pertambangan, kelautan, dan juga ilmu-ilmu sosial yang cenderung mengekor pada pemikiran Barat daripada sumber-sumber khasanah Islam itu sendiri.

Lalu apakah kalau bukan akhwat tidak bisa melahirkan mujahid dan mujahidah di masa depan? Ya tentu saja ada kemungkinan. Jadi percuma donk, karena meskipun ia biasa disebut ikhwan dan akhwat pun, alih-alih bisa melahirkan generasi mujahid, tali pernikahan mereka malah tak jarang kandas di tengah jalan. Bukan demikian cara berpikirnya, itu adalah cara berpikir relativisme yang menyesatkan. Berbicara mengenai pernikahan di jalan dakwah tidak berbicara sampai di titik hari pernikahan saja. Namun yang terpenting adalah masa-masa setelah melewati hari pernikahan tersebut. Generasi mujahid itu tidak muncul dengan begitu saja, perlu ada proses untuk membentuknya. Nah, dalam keluarga yang disatukan dengan semangat dakwah maka akan terus membawa proses tarbawi dalam kehidupan sehari-harinya. Pola keseharian dalam suasana tarbiyah madal hayah inilah yang diharapkan mampu mencetak pejuang-pejuang sekelas Sultan Muhammad Al Fatih II yang mampu membebaskan Al Aqsa di masa depan. Insya Allah, aamiin. Allahu Akbar!!

Barangkali bagi yang saat ini masih jomblo dan membaca tulisan singkat ini, menjadi terbakar semangatnya untuk segera mendapatkan pendamping hidup di jalan dakwah. Tapi sabar dulu ya, ikuti saja prosesnya. Tidak perlu terburu-buru, namun segera diproses jika memang sudah terbersit keinginan di dalam hati dan rasa kesiapan mental. Masalah materi, seperti uang mahar dan atau biaya pernikahan yang tidak sedikit, bismillah, insya Allah ada kemauan maka akan terbuka pintu-pintu kemudahannya.

Saya ingin membeberkan beberapa poin penting pola pikir dalam membina biduk rumah tangga untuk antum sekalian, diantaranya:

  • Tidak ada manusia sempurna.

Kebanyakan dari diri kita memang menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada manusia yang sempurna, tapi sangat berkeinginan untuk mencari sosok pendamping hidup yang nyaris mendekati sempurna. Kita terlampau membayangkan pendamping kita adalah sosok yang imannya terus berada di puncak, ibadahnya tak kenal lelah siang dan malam, perilakunya super lembut dan romantis dan lain sebagainya. Pada akhirnya, ketika menyadari pasangan kita tidaklah demikian, ada rasa kecewa, meskipun menerima tapi tidak dengan lapang dada. Ya ikhwaty fillah, pasanganmu itulah cerminan dirimu. Maka, ajaklah sama-sama untuk menuju keidealan bersama, saling mengisi dalam proses, bukan saling menuntut terhadap hasil. Pelan-pelan, insya Allah, terus melangkah bersama di jalan dakwah. Tak akan sia-sia perjuanganmu, manis buahnya akan kita tuai di masa depan, insya Allah.

  • Saling beri nasihat.

Aktivis dakwah itu sering diundang atau mengisi kemana-mana terkait dengan tema-tema dakwah. Tapi kemudian lupa, ada pasangan atau anak-anaknya yang membutuhkan bimbingan serupa, malah tidak sempat untuk diberi tausiyah/nasihat. Ini butuh kesadaran berdua untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Saling memberikan nasihat dalam jadwal yang teratur, kemudian berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena apa gunanya tausiyah yang kita sampaikan di mana-mana tapi tidak pernah dipraktikkan dalam keseharian. Hanya berani berbicara idealitas, tapi tidak pernah berusaha sekuat tenaga untuk menjadikannya sebuah realitas.

  • Turunkan ego dan banyak mendengar.

Awal-awal masa hubungan keluarga itu memang boleh banyak berbicara dan bercerita tentang banyak hal. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, kita harus tanamkan dalam diri mengenai sikap lebih banyak mendengar. Ini berlaku untuk kedua pasangan, karena sejatinya perasaan itu tidak bisa dipaksa untuk diungkapkan. Namun ketika kita menunjukkan sikap mau mendengarkan dengan tulus, maka hal yang sulit diungkap pun akan bisa dibicarakan dan dicari solusinya bersama-sama.

  • Komunikasi dan keterbukaan.

Tidak jarang memang para aktivis dakwah ini banyak yang tidak terlalu banyak bicara. Hanya mau bicara pada saat-saat dibutuhkan saja. Padahal tidak demikian seharusnya. Karena uswah terbaik kita, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam mencontohkan untuk mempergauli isteri dengan sangat baik, salah satunya dengan bercanda gurau dan bermain bersama. Maka, kita juga selayaknya aktif membina komunikasi dan keterbukaan untuk lebih mencairkan suasana.

  • Berangkat dari Visi dan Misi.

Visi dan Misi dakwah biasanya sudah sama-sama memahami. Tapi bagaimana menurunkan secara teknis visi dan misi tersebut dalam kehidupan rumah tangga, inilah yang perlu direncanakan. Tanpa perencanaan dengan kesepakatan berdua, perjalanan terasa panjang dan tidak tentu arah. Mulailah dari merundingkan visi dan misi bersama.

Demikianlah. Kualitas dakwahmu tidak diukur sebelum pernikahan, tapi bagaimana progresivitas dan kontribusi dakwah setelah pernikahan, setelah punya anak, bahkan setelah berusia lanjut. Kontribusi dakwah tidak harus yang mengurus masjid, yang mengurus zakat, yang mengurus yatim piatu semata. Namun, ia yang membulatkan tekad dengan berkata, “profesi saya adalah aktivis dakwah sebelum profesi apapun”. Ketika tekad itu telah menghujam, maka berprofesi pekerjaan apapun ia, tidak pernah lupa bahwa profesi utamanya adalah sebagai aktivis dakwah. Membumikan nilai Islam di setiap lini kehidupan.

Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah

Kontrakan Kayu Besar Dalam, Cengkareng Timur – Jakarta Barat, INDONESIA
Senin malam, 10 Sya’ban 1437 H/16 Mei 2016 pukul 21.44 WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat)

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Selasa, 17 Mei 2016 pukul 09.00 Waktu Indonesia Bagian Barat

Comments
2 Responses to “Tentang Aktivis Dakwah dan Pernikahan*”
  1. thesmilingpilgrim says:

    Can’t read the language but lovely looking couple 🙂

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: