Doa Kami Untukmu Ma’e*

Doa Kami Untukmu Ma’e*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Sejak tanggal 21 Februari 2016 pagi hari saya sudah kembali menetap di Bandung. Hal yang paling pertama dilakukan adalah dengan mengabarkan kepada Ma’e bahwa telah tiba dari Jepang dengan selamat dan sehat tanpa kurang suatu apapun. Sedikit banyak berbicara mengenai kapan saya bisa pulang ke kampung halaman setelah berpisah hampir satu tahun lamanya. Ma’e selalu mengatakan bahwa sebaiknya saya pulang sendiri saja, tidak perlu mengajak Ayumi chan karena memang masih lima bulan. Usia tersebut kata Ma’e adalah usia rawan ketika bayi diajak perjalanan jauh. Ma’a juga bercerita mengenai pengalaman buruk ketika dulu mengajak Kak Cup bayi rekreasi ke Borobudur tapi kemudian menjadi sakit-sakitan sepulang dari sana. Oleh sebab itulah, Ma’e benar-benar mewanti-wanti agar tidak membawa Ayumi chan perjalanan jauh sebelum usia lebih dari setengah tahun.
Ma’e pun tidak terlalu memaksakan saya untuk segera pulang kampung ke Bancar, Jawa Timur. Kata Ma’e nanti sekitar tanggal 22 Maret akan ada acara nikahan Mamat (adiknya Mba Riva, isteri dari Kak Cup) di Pasuruan. Nah, tanggal itu saja saya disarankan untuk pulang dan bisa sekalian silaturahim ke seluruh keluarga yang ada di Jawa Timur. Saya pun meng-iya-kan saja dan menunggu sampai waktu itu tiba.
Hari itu, Jum’at tanggal 4 Maret 2016 saya tengah perjalanan pulang dari Jakarta menuju Bandung, karena satu hari sebelumnya mengantar Janet (warga negara Amerika Serikat) ke hotel Pullman Jakarta Pusat, yang sebelumnya mengisi kuliah Umum tentang Pekerjaan Sosial di Amerika di Universitas Pasundan, Bandung pada tanggal 3 Maret 2016. Sewaktu di dalam bus, Kak Cup mengontak via WA, saya katakan tidak bisa ditelpon karena memang HP tengah lowbatt dan tidak membawa power bank. Kak Cup mengatakan bahwa Ma’e sakit berat. Sejak Jum’at pagi itu dibawa ke RSUD Tuban dalam kondisi koma. Kak Cup dan Mas Wahib terus mengabarkan agar saya bisa pulang ke Tuban secepatnya.
Sampai di rumah Bandung sekitar pukul 11 siang. Langsung berdiskusi dengan isteri mengenai kemungkinan pulang dalam waktu cepat. Segera mencari informasi tiket, ternyata tiket kereta ekonomi untuk hari tersebut telah habis, saya pun langsung mengontak travel bus malam dengan tujuan Kudus, baru kemudian nanti bisa saya lanjutkan naik bus ekonomi jurusan Semarang-Surabaya. Fix, akhirnya saya putuskan untuk menaiki bus Nusantara jurusan Bandung-Kudus. Tiketnya seharga 160 ribu dengan waktu keberangkatan pukul 18.30 WIB.
Jum’at malam itu saya langsung meluncur ke Tuban. Selama di perjalanan senantiasa membaca Al Qur’an dan mendoakan untuk kesembuhan Ma’e tercinta. Sampai di RSUD Tuban hari Sabtu pagi sekitar pukul 9 pagi. Dan memang benar, Ma’e telah terbaring lemas di kasur kamar rumah sakit. Mata sama sekali tidak terbuka, dan memang dalam keadaan koma. Saya tanyakan kepada perawat setelah diperiksa oleh dokter, keadaan Ma’e memang tengah dalam kondisi yang berat. Pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan pendarahan yang cukup banyak. Tidak ada pertolongan tambahan yang lebih efektif lagi yang bisa dilakukan. Hanya bisa dengan injeksi agar bisa membantu pembekuan darah dan diharapkan dapat siuman. Dan ketika sudah siuman, barulah bisa dilakukan langkah selanjutnya seperti operasi dan lain sebagainya.
Pihak rumah sakit memang telah menyatakan bahwa yang hanya bisa dilaksanakan hanyalah menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Ada banyak kasus dimana orang yang koma, ternyata bisa kembali sadar dan mendapatkan keajaiban dari Allah. Itulah yang bisa kami lakukan selaku anak-anak Ma’e. Kelima anak telah berkumpul semua menunggu kesembuhan Ma’e. Kak Irhamni yang mengantarkan Ma’e dari Puskesmas sampai rumah sakit. Kemudian selanjutnya Mas Wahib datang yang kala itu tengah perjalanan menuju Surabaya dan segera berputar balik ke Tuban. Jum’at malam Kak Cup langsung datang dari Pasuruan, dan selanjutnya saya datang pada hari Sabtu Pagi. Mbak Eni juga datang dari Jakarta dan sampai pada hari Ahad pagi.
Mulai hari Jum’at malam itu, sanak saudara dan juga para tetangga berdatangan silih berganti untuk menjenguk Ma’e. Mendoakan kesembuhan dan memberi dorongan semangat kepada keluarga agar kuat dan tidak putus asa. Begitu sampai hari Ahad malam selalu ada tetangga atau sanak keluarga yang menjenguk Ma’e. Kami dari keluarga selalu mendoakan setiap ba’da sholat, menunggu di ruangan dan tidak lelah membacakan ayat-ayat suci Al Qur’an.
Hari Jum’at pagi, Jum’at malam, Sabtu siang, Sabtu malam, Ahad siang, Ahad malam. Dan Ahad malam itu saya bersama Mba Uus (isteri dari Kak Ir) yang menjaga Ibu di dalam kamar ruangan. Menurut aturan rumah sakit memang hanya boleh 2 orang saja yang menunggui. Saya sejak maghrib sampai pukul setengah dua belas malam selalu menemani Ma’e dengan membacakan ayat suci Al Qur’an, juga sering memberikan dorongan semangat kepada Ma’e agar tetap kuat, banyak istighfar, dan yakin bisa sembuh kembali. Gantian dengan Mba Uus, saya pun pukul 2 pagi kembali bangun untuk menjaga Ma’e, sampai dengan masuk waktu Shubuh.
Mata rasanya begitu berat, menyegerakan langkah kaki ke masjid ketika adzan berkumandang di masjid rumah sakit. Hari itu, Senin pagi (7 Maret 2016) entah mengapa selepas sholat Shubuh mata rasanya semakin berat. Mencoba memejamkan mata sejenak di ruang tunggu luar dan bergantian dengan saudara-saudara yang lain. Tak beberapa lama kemudian Mba Uus datang dengan menangis dan meminta saya untuk segera masuk. Semua kakak dan juga Pa’e menangis, ada perawat yang mengecek kondisi Ma’e. Saya langsung mendekat ke kepala Ma’e, dan perawat terus mengecek kondisi Ma’e. Dan tak lama kemudian, dinyatakan bahwa Ma’e telah pergi. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun. Ba’da Shubuh di hari Senin pagi, setelah dirawat kurang lebih selama tiga hari tiga malam, Ma’e pun dengan tenang dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala.
Tangis pun pecah tak tertahankan. Saya hanya bisa berucap lirih “kullu nafsin dzaaiqotul mauuts” berkali-kali sambil menangis sesenggukan. Ya Allah, inilah pertama kalinya saya kehilangan keluarga terdekat. Dan itu adalah Ibu. Ibu yang melahirkan, memberikan kasih sayang tanpa batas, memberikan pengasuhan terbaik sesuai dengan kemampuan. Ma’e adalah pahlawan kami. Kelima anak-anaknya disayangi tanpa ada yang dibeda-bedakan. Bahkan, sampai dengan cucu terakhir beliau, yakni cucu ke-9: Ayumi chan juga telah mendapatkan jatah kambing yang sewaktu besar bisa dijual dan diperuntukkan sebagai hadiah.
Ma’e dan Pa’e di kampung tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Meski pekerjaan di desa sulit, dan ladang pun kadang menghasilkan sesuatu dan terkadang tidak, tetapi setiap ada rizki selalu saja yang dipikirkannya adalah untuk memberikan uang-uang saku bagi para cucu-cucunya. Cucu Ma’e yang terbesar saat ini telah menginjak usia 20 tahunan (Wisnu, anak dari Mas Wahib) dan yang terkecil adalah Ayumi chan berusia 5 bulan (anak saya, anak terakhir Ma’e).
Senin pagi itu juga, saya segera mengurus administrasi rumah sakit ditemani Mba Uus. Kemudian bersama dengan Kak Ir ikut bersama mobil ambulance mengantar jenazah Ma’e menuju rumah desa Bogorejo Kecamatan Bancar, Tuban. Sampai sekitar pukul 8 pagi, sudah banyak para saudara juga tetangga yang berdatangan bertujuan untuk membantu dan akan ikut mensholatkan, serta mengantar jenazah menuju tempat peristirahat jasad terakhir di kuburan sekitar 400 meter di belakang rumah.
Kak Cup hari Senin pagi itu baru saja sampai di rumah Pasuruan pukul 03.30 WIB dan segera meluncur ke Bancar dari sana pukul 06.00 WIB. Bahkan, mertua beliau menyusul dengan menaiki kendaraan bus umum.
Semua prosesi telah dipersiapkan. Ma’e sudah usai dimandikan, ikut serta memandikan adalah Mba Eni selaku anak perempuan satu-satunya di keluarga kami. Kemudian sekitar lebih dari 40 orang ikut bersama-sama mensholatkan Ma’e. Tak berselang lama kemudian, Kak Cup pun datang. Beliau segera sendiri mensholatkan Ma’e dan mendoakan untuk beliau selepas para jama’ah wanita telah usai mensholatkan.
Sekitar pukul 10.30 WIB jenazah Ma’e dibawa ke kuburan. Untuk memasukkan jenazah Ma’e ke liang kuburan, saya, Kak Cup dan Kak Ir yang bertugas mengistirahatkan beliau untuk terakhir kalinya. Kak Cup mengumandangkan adzan dengan nada isak tangis yang tertahan, saya pun mengumandangkan iqomah juga dengan isak yang tertahan. Begitu ingat hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa tidak boleh menangis meraung-raung di kuburan. Lalu segera menata posisi tubuh Ma’e sebelum kemudian ditutup dengan menggunakan papan dan dikubur dengan tanah.
Ma’e, di usia 57 tahun Engkau telah dipanggil duluan oleh Allah subhanahu wata’ala. Kami pasti akan menyusul, kami pasti akan menyusul. Dan hal terbaik yang bisa kami lakukan sebagai anak adalah dengan selalu mengirimkan doa terbaik agar Ma’e senantiasa diberikan cahaya terang yang menemani di alam barzakh sampai hari kiamat kelak. Doa kami, selalu untukmu Ma’e tercinta.. T.T
Sekeloa Utara, Kota Bandung – Jawa Barat, INDONESIA
Ahad malam, 12 Jumadil Akhir 1437 H/20 Maret 2016 pukul 18.35 WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat)
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Senin, 21 Maret 2016 pukul 09.00 Waktu Indonesia Bagian Barat
Turut berbelasungkawa ya mas joko… Semoga amal ibadah ibunda diterima disisi Allah.. dan yang ditinggalkan diberikan ketabahan…
Terima kasih banyak mas Perdi. Bagaimana kabar? Kerja apa sekarang?
Baik mas… masih jadi sakti peksos mas 🙂
Alhamdulillah. Sukses selalu ya Mas Perdi 🙂
masih jadi sakti peksos mas… 🙂
Eh, ini pernyataan atau pertanyaan ya he he
Turut berduka cita, joe… Smg amal ibadah almarhumah diterima oleh Allah SWT… Kita pasti akan menyusul…
Aamiin. Terima kasih banyak Lili..
Kita semua akan menyusul…
Betul. Dzikrul maut.
Innalillahiwainnailaihirojium…. turut berduka cita mas… semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT dan yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kesabaran. Memang sudah waktunya ketika kita beranjaka dewasa orang tua kita pun tua dan akhirnya meninggalkan kita. Jadi selama orang tua kita masih ada mari sama2 bahagiakan mereka. Jikalau sudah tiada mari bahagiakan mereka dengan doa
Terima kasih banyak untuk nasehatnya. Insya Allah akan senantiasa mendoakan untuk Ibu tercinta..