Masjid HIRA Gyotoku Chiba dan Inspirasi Dakwah di Jepang*

Masjid HIRA Gyotoku Chiba dan Inspirasi Dakwah di Jepang*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, 32nd Trainee of Asian Social Welfare Worker’s Training Program by Japan National Council of Social Welfare (JNCSW/全国社会福祉協議会)
Saya sempat punya mimpi, ingin mengumpulkan cerita dengan mewawancarai secara langsung orang Jepang asli (日本人) yang secara sadar dan penuh kerelaan masuk Islam. Karena saya orang Indonesia (インドネシア人) maka akan mencari narasumber baik laki-laki maupun perempuan yang menikah dengan orang Indonesia. Dengan memanfaatkan jejaring yang telah terbangun semenjak kedatangan pertama kali di Jepang akhir Maret 2015 lalu, saya yakin akan bisa mendapatkan banyak cerita luar biasa dan menyatukannya menjadi satu buah buku inspiratif.
Namun, ternyata mimpi itu sepertinya belum bisa tercapai dalam waktu dekat, karena tinggal hitungan hari sudah akan pulang kembali ke Indonesia. Zannen desu ne.
Tapi, insya Allah saya tetap berniat untuk menebar manfaat. Malam ini akan menemui sosok luar biasa, seorang isteri tangguh, membersamai seorang mualaf warga asli Jepang, hingga sekarang bertekad untuk terjun penuh di dunia dakwah. Sekarang, suami beliau tengah berguru secara langsung di bawah asuhan Dr. ZAKIR NAIK (Mumbai, India).
Meski saya tak pandai menulis, tunggu ulasannya pekan depan ya di blog https://bocahbancar.wordpress.com/ Insya Allah.
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Joko Setiawan
Menuju Masjid Gyotoku, Tokyo-Japan
—
Tulisan di atas adalah status di FB yang saya tulis pada tanggal 10 Februari 2016 yang lalu, karena begitu bersemangat untuk bisa segera bertemu dan mendengarkan secara langsung penuturan cerita dari sebuah keluarga yang amat begitu luar biasa. Keluarga tersebut bersatu atas nafas dakwah, karena kecintaan mereka berdua terhadap Islam. Seorang perempuan sholihah tangguh dari Indonesia, dan seorang laki-laki asli Jepang yang tidak hanya cerdas tapi juga penuh semangat mempelajari Islam secara lebih mendalam.
Jadilah pada hari tersebut sepulang dari kantor JNCSW di Kasumigaseki saya langsung meluncur menuju Masjid Hira Gyotoku, Chiba Perfektur. Memang di sanalah janjian untuk bertemunya. Senang sekali karena bertambah lagi varian masjid-masjid yang saya kunjungi selama berada di Jepang ini. Sampai sekitar usai waktu maghrib, saya juga diperkenankan untuk melihat (observasi) kegiatan mengajar ngaji anak-anak. Kegiatannya dipimpin langsung oleh Imam Masjid Hira (orang Pakistan), tapi Mbak Purwati juga turut aktif di kegiatan masjid tersebut.
Isteri Tangguh di Balik Kiprah Dakwah Haji Salman Sugimoto di Jepang
Adalah Mbak Purwati (Bu Hj. Purwati Kasmaja) sebagai narasumber saya untuk berbagi cerita hidup yang sangat inspiratif dan mengesankan guna dijadikan teladan. Mbak Purwati merupakan isteri dari Ustad Salman (Bapak Haji Salman Sugimoto, nama Jepang Kyoichiro Sugimoto) dan telah bersama-sama mengarungi biduk rumah tangga lebih dari 14 tahun lamanya. Ustad Salman sendiri sebenarnya adalah orang profesional di salah satu perusahaan besar di Jepang. Namun, karena kecintaan beliau terhadap Islam semenjak masih muda sebagaimana awal masuk Islam, akhirnya sekarang menerjunkan diri secara penuh di dunia dakwah. Karya dakwah fenomenal beliau, satu-satunya dan pertama kalinya ada di Jepang adalah Buku “Introduction to Islam and Comparative Religion”, merupakan ceramah-ceramah Dr.Zakir Naik (Pakar Perbandingan Agama-Agama) yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Jepang. Bahkan, saat ini Ustad Salman tengah menjalani masa training dakwah sampai dengan bulan Maret 2016 yang dibimbing langsung oleh Dr. Zakir Naik di Mumbai, India.
Orang asli Jepang yang semangatnya begitu tinggi dalam ber-Islam masih sangat sedikit sekali. Ustad Salman ini masih muda, enerjik, cerdas, juga berkecukupan secara finansial menjadikan beliau salah satu orang terbaik yang dipilih oleh Allah untuk mendakwahkan Islam di Jepang.
Cerita tentang kegigihan dakwah Ustad Salman secara tersendiri dan mendalam suatu saat mungkin akan diulas oleh banyak orang. Tapi perlu diingat, ibarat pepatah lama yang kurang lebihnya, “Di balik suami yang hebat, ada isteri yang juga hebat”. Nah, di sini kita akan mendapatkan hikmah dan semangat dari cerita Mba Purwati sebagai Ibu Peradaban di lingkungan keluarga Ustad Salman.
Roman#1 Masa di Indonesia
Masa kecil Mbak Purwati dipenuhi dengan kenangan sebagai orang yang tidak berpunya. Hidup sebagai keluarga transmigran di daerah Sumatera, membekaskan kenangan masa lampau ketika untuk sekolah saja harus berjalan sangat jauh, bahkan sebenarnya sampai kedua orang tua pun tidak mampu untuk membiayai aktivitas sekolah. Namun uniknya, sekalipun tanpa mendapatkan bimbingan dari orang hebat di sekitarnya, Purwati kecil saat itu sudah memiliki mimpi besar. Yaitu ingin terus sekolah meskipun mainstream di lingkungannya untuk anak perempuan, masa SMP sudah biasa dinikahkan.
Zaman itu masih tidak ada gadget, Mba Purwanti bersyukur kala itu ia sudah menyenangi aktivitas baca, dan satu-satunya buku yang bisa ia baca adalah Al Qur’an beserta terjemahannya. Alhasil, Al Qur’an tersebut ia baca sampai tuntas terjemahannya beberapa kali semasa kecil. Di samping Al Qur’an, sebenarnya ia juga membaca Al Kitab (bible), misionaris kala itu membagikan bible secara gratis kepada ayahnya. Sering ia baca-baca kisah dan membandingkan keduanya, tapi kisah-kisah yang menyebut orang sama tapi cerita berbeda itu hanya bisa menggantung di pikiran tanpa bisa mendapatkan penjelasan yang tepat. Hal lain yang dapat ia manfaatkan sebagai bahan bacaan adalah lembaran koran-koran pembungkus. Dari informasi koran itulah, semakin muncul impian-impian bahwa suatu saat bisa keluar negeri.
Masa SMA dihabiskan di Jakarta, tapi tinggal dengan keluarga orang lain. Ajakan hijrah ke Jakarta tersebut atas ajakan kakak laki-lakinya, waktu itu Mbak Purwati membantu kegiatan sehari-hari di keluarga yang ia tinggali, dan sebagai imbalannya ia bisa dibiayai sekolah sampai tuntas. Keluarga di Jakarta tersebut adalah keluarga yang sangat memperhatikan persoalan agama. Dari suasana dan lingkungan inilah benih semangat untuk menjalankan Islam secara menyeluruh tertanam secara kuat. Kalau di masa itu masih sangat jarang sekali anak usia SMA di sekolah yang mengenakan kerudung lebar, maka Mbak Purwati adalah salah satu mutiara diantara remaja perempuan kebanyakan.
Roman#2 Guru Ngaji itu Bernama Purwati
Mengajarkan Al Qur’an menjadi jalan hidup yang ia pilih untuk turut berkontribusi dalam dunia dakwah Islam. Bertahun-tahun dengan penuh semangat ia terus membimbing anak-anak agar bisa membaca Al Qur’an secara baik dan benar. Dan hingga pada masanya, kehidupan Mbak Purwati berubah.
Mbak Purwati mendapatkan tawaran untuk menjadi guru privat mengajar ngaji, tapi bukan di Indonesia melainkan di Jepang. Adalah salah satu keluarga dari orang Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) untuk Jepang di Osaka memberikan tawaran kepada Mbak Purwati untuk sama-sama diboyong ke Jepang guna mengajarkan ngaji kepada isteri dan anak-anak beliau. Jadilah, sekitar bulan Oktober tahun 2000 Mbak Purwati ikut tinggal dan mulai menetap di Jepang.
Tidak hanya mengajar ngaji untuk keluarga tersebut semata, tapi Mbak Purwati juga aktif berkegiatan di Masjid Kobe. Pendidikan yang hanya sampai tamat SMA itu tidak mengecilkan semangatnya untuk terus belajar. Hidup di luar negeri, tapi tidak bisa berbahasa asing. Akhirnya ia juga belajar secara otodidak bahasa Inggris kurang lebih selama enam bulan lamanya. Dari sana, aktivitasnya bisa lebih luas menjangkau persaudaraan dengan lebih banyak orang. Sedangkan bahasa Jepang, ia pelajari secara mengalir dalam percakapan. Tapi kala itu benar-benar kemampuannya dalam berbahasa masihlah sangat terbatas.
Roman#3 Menjadi Isteri Pemuda Mualaf Jepang
Masih terekam jelas dalam ingatan. Saat itu hari Jum’at, untuk bisa beraktivitas secara leluasa, Mbak Purwati harus menunggu terlebih dahulu masjid tersebut sampai usai digunakan sholat Sholat Jum’at. Ia pun datang ke Masjid Kobe kala orang-orang sudah usai melaksanakan sholat Jum’at. Ketika akan mencopot sepatu, tiba-tiba ada suara logat asing yang memberikan salam, ia pun menoleh dan ternyata yang memberi salam tersebut adalah seorang pemuda asli Jepang. Namanya Salman Sugimoto.
Dengan kemampuan bahasa Inggris yang meski terbatas, Mbak Purwati bertanya apakah ia seorang muslim kok memberi salam kepada dirinya. “Of course I am a muslim/Tentu saja saya seorang muslim”, jawab pemuda tersebut. Pertemuan tersebut tidak berlangsung lama, tapi kemudian pemuda tersebut meminta alamat email Mbak Purwati. Karena merasa tidak ada hal yang patut dikhawatirkan, ia pun memberikan alamat emailnya. Sebenarnya, tahun 2001 tersebut Mbak Purwati tidak terlampau mengerti teknologi, termasuk cara menggunakan secara rutin email. Tapi itulah barangkali jalan yang memang telah disediakan oleh Allah untuk kisah mereka.
Tak selang beberapa lama, email dari Salman muda pun datang yang isinya menyatakan ingin bertemu sekali lagi. Email itupun tidak dibuka sendiri oleh Mbak Purwati, melainkan dibantu oleh temannya. Dalam pikiran Mbak Purwati kala itu tidak mengapa ia bertemu sekali lagi karena juga penasaran dengan adanya orang Jepang yang jadi mualaf, bisa digali cerita lebih banyak. Namun pertemuan kedua kalinya tersebut sempat mengecewakan hati. Pasalnya, Mbak Purwati adalah seorang muslimah yang sangat menjaga diri. Tapi pada saat pertemuan itu, Salman muda yang ia anggap baru mualaf, ternyata dalam pertemuan tidak mau melihat ke wajah layaknya orang sedang berbicara satu sama lain. Mbak Purwati tersinggung, harusnya disepakati dulu dari awal, tapi memang agak susah juga karena terkendala pemahaman bahasa Inggris Mbak Purwati yang masih terbatas.
Pertemuan yang tidak direncanakan keduanya adalah ketika itu Mbak Purwati akan berangkat mengajar ngaji ke Masjid Kobe, tapi di jalan tiba-tiba kaki terserimpet dan menyebabkan keseleo. Tak disangka, ternyata ada Salman muda yang datang dan dengan sigap akan menolong. Langsung saja ia katakan, “Don’t touch me/jangan sentuh saya”, dan menyatakan dirinya tidak apa-apa. Tapi ternyata, kaki Mbak Purwanti benar-benar tidak bisa digunakan untuk berjalan. Dengan suasana serba kebingungan tersebut, akhirnya Salman muda menawarkan ide untuk pergi ke rumah makan terdekat yang ia kenal, di sana nanti bisa mendapatkan pertolongan pertama yakni dengan mengompres kaki yang keseleo tersebut. Karena tidak ada pilihan lain, Mbak Purwati pun menyetujui ide tersebut tapi dengan syarat Salman harus berada berjarak minimal 100 meter di belakang, tidak mau berjalan sama-sama karena khawatir menimbulkan fitnah. Dan Salman muda pun menyanggupinya hingga sampai di tempat tujuan.
Di sana tidak terjadi percakapan yang melebar kemana-mana, karena Mbak Purwati memang fokus untuk penyembuhan kakinya dari keseleo sampai paling tidak bisa digunakan untuk pulang ke rumah. Sampai suatu ketika Salman muda mengatakan, “Boleh saya pinjam buku catatan kamu?”, Mbak Purwati pun menyerahkan catatan biasa yang tentu saja bukan catatan harian pribadinya. Di situ Salman muda menuliskan sesuatu kemudian tanda tangan, lalu meminta Mbak Purwati untuk ikut membubuhkan tanda tangan disertai nama lengkapnya. Tidak terlalu paham dengan catatan itu, tapi kemudian Mbak Purwati menyimpannya.
Sampai di rumah pada malam hari, Mbak Purwati menceritakan kepada keluarga tempat ia tinggal (keluarga staf Konsulat Jenderal RI untuk Jepang di Osaka) semua kejadian yang baru saja dialami dari keseleo hingga dibantu oleh pemuda Jepang. Dan tidak lupa juga diceritakannya tentang catatan itu. Ternyata isi catatan tersebut adalah sebuah lamaran pernikahan yang ditulis dalam bahasa Inggris. Mbak Purwati pun shock, seakan tidak percaya.
Ternyata keluarga yang tinggal bersama Mbak Purwati tersebut sudah begitu mengenal baik dengan Salman muda. Memang tidak hanya cerdas dan santun, Salman muda dikenal dengan kesholihan, kegigihan mempelajari Islam secara mendalam hingga pesona kegantengan yang membuat banyak akhwat dari negeri manapun bisa kepincut. Tapi semua tetap dalam koridor syar’i dan bisa menjaga diri dengan baik.
Jadilah semua proses itu berjalan dengan begitu cepat. Pertemuan perdana saat di masjid, kedua di perpustakaan, pertemuan ketiga saat kaki Mbak Purwati keseleo hingga mendapatkan lamaran secara tertulis yang saat itu masih belum sadar dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Pertemuan keempat, Salman muda mendatangi rumah dan mengutarakan maksud baik atas lamarannya. Pertemuan kelima, Salman muda ditemani oleh orang tuanya dan menentukan tanggal akad pernikahan.
Semua orang terdekat Mbak Purwati mendukung sepenuhnya. Lanjut komunikasi dengan keluarga di Indonesia juga alhamdulillah lancar dan mendapatkan restu. Jadilah ikatan tali pernikahan itu berlangsung pada tanggal 20 Januari 2002 di Masjid Kobe, Jepang. Tanpa hadir banyak keluarga dalam ikatan darah, tapi dukungan begitu luar biasa dari para sahabat dan kolega di Jepang. Hingga pernikahan tersebut dihadiri dan disaksikan lebih dari 100 orang, Allahu Akbar.
Roman#4 Pasca Pernikahan dan Metode Mendidik Anak
Tidak seperti orang Jepang sebelumnya, Kang Salman benar-benar menikah dalam kondisi yang serba pas. Meskipun orang asli Jepang yang cara berpikir kebanyakannya adalah materialistis, Salman muda sudah memahami dan meyakini bahwa rizki sudah diatur oleh Allah, tidak perlu gundah gulana, yang penting giat dan mau berusaha keras untuk bekerja. Alhamdulillah setelah akad nikah tersebut, bisa terkumpul banyak hadiah dan uang yang cukup untuk memulai hidup baru.
Hari-hari setelah pernikahan, Kang Salman fokus untuk menyelesaikan studi S2 (Magister) nya di Universitas Kobe. Tak berselang lama, Mbak Purwati pun hamil hingga melahirkan di Nagoya, anak pertama dinamai Sholeh.
Meski orang tua Kang Salman dan keluarga besarnya masih belum menjadi muslim, namun secara sikap dan hubungan antar sesama begitu luar biasa. Ya, memang demikianlah sikap secara umum hampir seluruh orang Jepang, yaitu sopan, bekerja keras, lembut, bisa menghargai dan juga plural. Sikap terakhir yang plural memang bisa menjadi kelebihan bisa juga menjadi kekurangan. Dikatakan sebagai kekurangan karena orang Jepang tidak memiliki satu pijakan agama apapun, semua didasarkan pada pemahaman humanisme yang dipahami secara kesepakatan oleh suatu kelompok/masyarakat/negara. Jelas itu sangat berbeda dengan cara pandang Islam dalam menilai amal perbuatan. Tapi sikap pluralnya orang Jepang juga bisa menjadi kelebihan karena dengan demikian, Kang Salman tetap bisa masuk Islam tanpa ada tekanan/intimidasi dari kalangan keluarga besar.
Mbak Purwati pun merasakan bahwa Ibu Kang Salman begitu amat baik. Tidak hanya baik terhadap diri dan anak-anaknya, tapi juga sering mengirim hadiah kepada keluarga Mbak Purwati di Indonesia. Kang Salman pun paham mengenai apa yang diajarkan Islam tentang berbakti kepada orang tua meski masih belum menerima Islam. Dakwah secara lembut dan sabar, serta terus berdoa senantiasa dilakukan sepanjang waktu.
Setelah satu tahun bekerja di Nagoya, Kang Salman sempat mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan Doktoral di International Islamic University Malaysia (IIUM) dengan jurusan Islamic Education. Uniknya, karena S2 Kang Salman di Universitas Kobe belajarnya Ekonomi Manajemen, jadi harus ngambil S2 juga di IIUM tersebut. Jadilah langkah ajaib, yakni ketika pagi mengambil kuliah S2, lalu sorenya kuliah S3. Bisa dibayangkan betapa kepala pusing dengan kesibukan yang demikian. Tapi, karena darah Kang Salman memang asli orang Jepang, semua itu bisa dilaluinya.
Akhirnya setelah lebih dari 3 tahun belajar di Malaysia, S2 sudah selesai, tapi S3 tidak sampai tamat. Bukan karena Kang Salman tidak mampu menyelesaikannya, melainkan alasan idealisme pribadi. Seperti diceritakan oleh Mbak Purwati, alasannya adalah karena merasa ilmu yang dibutuhkan memang sudah cukup, jadi tidak harus sampai menunggu dapat ijazah. Padahal, penelitian doktoralnya Kang Salman sangat bagus hingga dosen dari IIUM merayu agar menghibahkan hasil penelitiannya ke IIUM saja. Tapi, Kang Salman lebih memilih hasil penelitiannya untuk dibawa kembali ke Jepang.
Dalam mendidik anak, Kang Salman lebih mengutamakan rasionalitas, tapi juga tidak menyelekan hal-hal yang berkaitan dengan perasaan. Anak-anak dari keluarga mereka berjumlah tiga orang yaitu Sholeh (13 tahun), Musa (11 tahun) dan terakhir adalah Taqwa (8 tahun). Ketiga anak laki-laki semua dan tidak dipungkiri memang ada cara pandang dan mengambil sikap yang berbeda dalam mendidik anak-anak tersebut.
Orang Jepang asli, kemudian sedari kecil menjadi seorang muslim masih menjadi hal langka di Jepang. Itulah mengapa, karena tipologi orang Jepang yang rasionalis, maka cara memahamkan pendidikan agama Islam terhadap anak-anak juga tidak dengan cara frontal atau sekedar tidak memperbolehkan ini dan itu. Juga mempertimbangkan kemampuan anak berpikir sesuai dengan usianya, maka penjelasan yang diberikan juga bertahap sehingga mudah dipahami dan ketika telah dilaksanakan benar-benar ditaati meski tidak ada satu orang lain pun yang melihat. Karena pada saat itu, pemahaman sudah sampai pada bahwa Allah lah Yang Maha Melihat dimanapun berada, kapanpun juga. Sehingga kecenderungan untuk berbuat yang tidak baik bisa dikontrol sendiri.
Roman#5 Kontribusi Dakwah
Mbak Purwati tetap dimanapun berada selalu menjadi pengajar Al Qur’an (mengajar ngaji anak-anak) ataupun teman mualaf. Pada saat diboyong ke Malaysia lebih dari 3 tahun, aktivitas utamanya juga mengajar ngaji. Kemudian mulai kembali sekitar tahun 2006 ke Jepang, juga mengkontribusikan dakwah terkait baca Al Qur’an berpusat di Masjid HIRA di Gyotoku, Chiba Perfektur-Jepang (bersebelahan dengan kota Tokyo). Kala itu benar-benar menjadi yang mengawali menghidupkan dakwah dengan berbagai kegiatan ke-Islam-an menarik untuk anak-anak dari tahun 2006 sampai sekarang.
4 tahun terakhir ini, Mbak Purwati juga mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu menguras tenaga secara fisik, sehingga tetap bisa membagi waktu untuk keluarga, kegiatan di Masjid untuk anak-anak ataupun sesame ibu-ibu, hingga membimbing saudari-saudari yang baru masuk Islam. Mbak Purwati bekerja di Arabic Islamic Institute in Tokyo (アラブイスラーム学院). Tempat tersebut adalah ma’had untuk belajar bahasa Arab yang didanai langsung oleh Kerajaan Arab Saudi, diperuntukkan secara gratis (belajar 2 tahun) bagi orang-orang Jepang yang memiliki ketertarikan mempelajari tentang budaya Arab (juga Islam).
Mbak Purwati karena orangnya yang sangat humble, bisa dengan mudah berteman dengan banyak orang Jepang yang begitu gundah gulana. Seringkali menjadi tempat curhat dan bisa memberikan penguatan secara baik dan benar. Bersyukur, bekerja di tempat tersebut bisa menyaksikan banyak orang Jepang mendapatkan hidayah, dan membuatnya bersemangat untuk memberikan bimbingan dan arahan terkait memahami Islam secara lebih mendalam baik kapanpun dan dimanapun.
Begitu pula dengan peran suami. Untuk bisa menjaga diri agar tetap bisa melaksanakan ibadah dengan baik, menyebabkan Ustad Salman tidak betah bekerja lama dalam satu perusahaan. Paling tidak, minimal pasca 3 tahun akan mencari pekerjaan yang lebih bisa memberikan keleluasaan terkait ibadah dan hal-hal lain yang berkenaan dengannya. Hal tersebut juga beralasan agar sebisa mungkin rizki yang dibawa pulang ke rumah benar-benar halal dan jauh dari praktik riba’ dan lain sebagainya.
Pekerjaan terakhir Ustad Salman adalah di perusahaan yang menjadi evaluator bagi perusahaan-perusahaan Jepang baik di dalam negeri maupun luar negeri agar menjalankan peranannya secara baik terkait pemenuhan kesejahteraan karyawan perusahaannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam suatu kesempatan, Ustad Salman mendapatkan tugas untuk berkunjung ke India. Di sanalah baru mengetahui adanya PEACE TV yang menghadirkan ceramah-ceramah luar biasa Dr. Zakir Naik dalam hal perbandingan agama-agama.
Sepulang dari situ, bertekad untuk menyusun buku dari hasil ceramah-ceramah Dr. Zakir Naik dan menterjemahkannya ke dalam bahasa Jepang. Ketika keinginan itu sudah bulan, meminta izin keluarga untuk diberikan waktu 3 jam sehari untuk menulis buku. Meski berat, itulah kontribusi Mbak Purwati untuk memberikan keluangan waktu sampai akhirnya buku tersebut berhasil selesai dikerjakan. Tidak main-main, sebelum mulai menterjemahkan, Ustad Salman langsung meminta izin kepada Dr. Zakir Naik, sampai bertanya apakah harus membayar dan royalti dan lain sebagainya. Tapi dijawab oleh Dr. Zakir Naik bahwa tidak perlu membayar apapun, semuanya gratis, bahkan mendapatkan banyak pujian dan apresiasi dari beliau.
Sejak sekitar awal bulan November tahun 2015 kemarin buku “Introduction to Islam and Comparative Religion” sudah terbit dan dijual melalui Amazon (website). Tak beberapa lama banyak bermunculan iklannya di media-media besar seperti pada tanggal 14 November 2015 muncul di halaman 1 Yomiuri Shinbun, salah satu dari tiga besar koran yang ada di Jepang. Kemudian pada tanggal 24 November 2015 juga muncul teriklankan di Asahi Shinbun (koran yang terdistribusi dengan jangkauan nasional di seluruh Jepang). Bahkan, tak sekedar bisa pesan dari internet, beberapa buku sudah tersedia juga di toko buku besar di Jepang seperti Kinokuniya dan Junkudo. Bahkan menjadi buku terlaris yang membahas mengenai Islam dalam Bahasa Jepang.
Apalagi pada bulan November 2015 tersebut juga jadwal Dr. Zakir Naik untuk membawakan ceramahnya secara ilmiah di hadapan ribuan orang-orang Jepang mulai dari Tokyo, Fukuoka dan lain-lain. Di saat itu pula Ustad Salman bisa mendapatkan kesempatan untuk menyapa dan berbicara secara langsung. Hingga akhirnya datanglah tawaran yang cukup menantang dari Dr. Zakir Naik.
Di saat posisi pekerjaan di Perusahaan yang cukup matang dan sebentar lagi akan naik ke jabatan yang lebih tinggi, bahkan tertinggi di tempat bekerja. Ustad Salam meminta izin kepada anak-anak untuk terjun 100 persen di dunia dakwah. Hal yang patut diapresiasi, tapi juga menyisakan tanda Tanya karena harus resign dari perusahaan tempat bekerja, bagaimana kehidupan keluarga selanjutnya? Namun karena sama-sama yakin dan percaya atas pertolongan Allah, bismillah, melangkah dengan optimis dengan segala risikonya.
Jadilah, sejak awal tahun 2016 kemarin Ustad Salman mendapatkan kesempatan untuk belajar secara langsung dari Dr. Zakir Naik di Mumbai, India. Kegiatan training dakwah tersebut benar-benar berfokus untuk mengkaji perbandingan agama sekaligus menjadi sosok teladan bagi orang-orang non muslim di sekitar kita.
Sepulang dari Mumbai, Ustad Haji Kyoichiro Sugimoto, MA akan lebih bersemangat dan optimal dalam mendakwahkan Islam di Jepang, yang didukung penuh oleh Mbak Purwanti. Bukan gaya dakwah tradisional yang hanya berpusat di dalam masjid, tapi lebih bisa menyusun konsep dan strategi yang sesuai dengan tradisi dan etika masyarakat Jepang yang rasional dan modern. Tentu saja tanpa meninggalkan konsep-konsep tsawabit (tetap) sebagai pondasi dasar dan pokok akidah Islam.
The Power of Sedekah
Seperti telah diceritakan di awal, masa kecil dan remaja Mbak Purwati adalah masa-masa sulit. Dan Alhamdulillah berubah seiring dengan berjalannya waktu, khususnya selepas pernikahan dan menapaki rumah tangga bersama Ustad Salman. Sedekah, adalah kunci untuk terus menumbuhkan harta yang halal.
Sedekah tidak menunggu orang harus kaya terlebih dahulu. Dan harusnya kita merubah pola pikir dalam memandang sedekah. Kalau kebanyakan orang, bersedekah dari hal-hal lebihan, uang recehan, atau sesuatu barang yang tidak kita sukai atau nilai praktisnya kita anggap sudah hampir hilang. Maka harus dibalik, sedekahkan harta terbaik yang kita miliki. Dalam seminar-seminar berbiaya mahal misalnya seminarnya Ustad Yusuf Mansur atau Bang Ippho Santosa, dijelaskan bahwa cara menjadi kaya itu tidak dengan banyak menabung dan menjadi pelit. Tapi, banyak-banyaklah bersedekah dengan harta terbaik, insya Allah dilipatgandakan oleh Allah.
Nah, keluarga dari Mbak Purwati ini sudah mempraktikkannya sedari dulu. Sedekah, sudah menjadi bagian kebutuhan hidup. Prinsip terbaik yang dipegang adalah, menjadi bermanfaat bagi orang lain. Maka, siapapun yang membutuhkan bantuan, dengan senang hati akan dibantu sesuai kemampuan.
Bahkan, tidak menunggu uang berlebih. Mbak Purwati juga sudah membuat kotak khusus untuk orang-orang yang dalam kondisi darurat membutuhkan bantuan. Jadi, uang tersebut dikumpulkan dan akan dipergunakan sesuai dengan tipologi masalah orang yang membutuhkan bantuan. Tentu saja itu di luar dari sedekah di masjid, sumbangan dan lain sebagainya. Bahkan, dalam acara-acara event ke-Islam-an tidak pakai berpikir berulang kali kalau mengeluarkan sedekah dengan nominal uang yang cukup besar kira-kira bisa digunakan untuk uang sewa bulanan apartemeen di Tokyo. Bukan sok kaya atau pamer kekayaan, ini adalah langkah untuk bersedekah dengan harta terbaik. Meski saat itu uang secara kasat mata kelihatan berkurang banyak, tapi sangat yakin bahwa Allah yang akan mencukupkan. Bahkan, sedekah paling ekstrim adalah mengeluarkan uang lebih dari 500 juta, insyaAllah lillahi ta’ala. Beliau menyedekahkan rumah seharga 500 juta-an untuk ibundanya, dan Maha Baik Allah, beberapa bulan kemudian malah mendapatkan rizki hingga bisa membeli rumah di Jepang yang harganya 8 kali lipat dari harga rumah yang dipersembahkan untuk ibunya tersebut. Dahsyatnya sedekah, Allahu Akbar!!.
Insya Allah langkah dan cara yang tidak harus menunggu kaya untuk bisa mengeluarkan sedekah terbaik tersebut di atas, bisa menjadi contoh dan teladan yang bisa kita ikuti. Memang, sedekah yang tidak dilihat oleh orang lain itu baik, tapi sedekah yang memberi teladan bagi umat, masyarakat kebanyakan, efeknya bisa mendatangkan kebaikan yang lebih besar, insya Allah. Yuuk, SEDEKAH TERBAIK ^_^
**
Demikian ulasan inspirasi yang dapat dibagikan. Semoga menjadi pemantik semangat para kader dakwah dan masyarakat umum di manapun berada. Dan juga semoga tulisan singkat ini tetap menjadi kontribusi dakwah dengan caranya sendiri. Insya Allah, aamiin.
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Kokuryo Cho, Chofu Shi – Tokyo, JAPAN
Jum’at sore, 10 Jumadil Awal 1437 H/19 Februari 2016 pukul 16.53 waktu Jepang
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Kamis, 25 Februari 2016 pukul 18.00 WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat)
Comments
7 Responses to “Masjid HIRA Gyotoku Chiba dan Inspirasi Dakwah di Jepang*”Trackbacks
Check out what others are saying...-
[…] Sugimoto and family. Kalau mau lihat video Kyoichiro Sugimoto bisa klik link ini ya Sugimoto […]
Assalamualaikum bisa minta email mbak purwanti?
Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakaatuh
Silahkan add akun FB beliau di sini ya Mba https://www.facebook.com/purwati.kasmaja
Ksah yang inspiratif sekali ya mas, semoga rahmat Allah swt senantiasa menyertai mereka, amien.
Aaamiin ya Rabb. Saya juga sangat terinspirasi dengan kisah perjalanan dakwah beliau ^_^
Assalamualaikum
semua yg Anda lakukan saat ini mrpkan impian sy di masa depan
Semoga Anda selalu memberikan kesehatan & kesempatan kpd Anda shg bisa terus menginspirasi banyak orang termasuk saya. Terima kasih😊
Wa’alaykumsalam wr.wb
Dijaga terus mimpinya dan diperjuangkan ya…
Terima kasih atas doanya. Aamiin 🙂
Salam hangat dan semangat selalu