Meet Up “Mochitsuki” Alumni NLEC Bandung*

Meet Up “Mochitsuki” Alumni NLEC Bandung*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, 32nd Trainee of Asian Social Welfare Worker’s Training Program by Japan National Council of Social Welfare (JNCSW/全国社会福祉協議会)
Menyambut pra keberangkatan ke Jepang di musim Semi tahun 2015 yang lalu, saya menyempatkan diri untuk ikut les di NLEC di bulan Januari 2015. Meski hanya sebentar berkenalan dan berinteraksi dengan para sensei, tapi komunikasi via Facebook tetap berjalan, khususnya dengan Morimoto sensei. Beliau adalah bos sekaligus sensei native di NLEC tersebut. Orangnya ramah, periang, sangat bersahabat, juga masih muda (30 tahun-an).
Nah, beberapa hari yang lalu, Morimoto sensei sempat update via Facebook bahwa beliau tengah pulang liburan ke Jepang, lebih tepatnya di daerah Nara tapi yang masih berdekatan dengan kota Osaka. Dalam update nya tersebut, beliau mengundang kalau-kalau ada beberapa alumni NLEC yang berkenan untuk Meet Up. Jadilah saya meninggalkan komentar untuk bisa ikut Meet Up guna menjalin tali silaturahim yang lebih dekat. Apalagi sudah sangat lama sekali tidak bertemu dengan Morimoto sensei. Juga ingin bertemu dengan keluarga Morimoto sensei beserta rumahnya.
Maka hari kemarin, Ahad 03 Januari 2015 saya berangkat dari Namba eki menggunakan Kintetsu Line kemudian transit di Tsuruhashi eki, lalu melanjutkan sampai di Yamato-Yagi eki. Di stasiun tersebut Morimoto sensei sudah menunggu dengan mobil “cakep”nya.
Di sela-sela perjalanan menuju rumah beliau, ternyata sudah ada grup di LINE untuk komunikasi guna kepentingan Meet Up kali ini. Dan nama dari grup tersebut adalah “Mochitsuki” yang artinya kurang lebih membuat kue mochi. Dan benar saja, di sana kami mendapatkan “taiken” langsung untuk bisa menumbuk mochi hingga membentuknya menjadi kue mochi siap makan.
Hadirlah 9 orang dalam Meet Up tersebut. 6 orang dari Osaka, 1 orang dari Gifu, dan 2 orang dari Kyoto. Yang dari Kyoto itu, 1 orangnya adalah orang Taiwan, tapi tetap bisa cair meski dalam pertemanan yang baru. Yang menarik, ternyata ada 4 orang yang apartemennya tidak jauh dari apartemen tinggal saya di dekat Tenggachaya eki. Dunia ini memang sempit he he.
Sampai di rumah Morimoto sensei sekitar pukul 13.15, kami disuguhi sajian “Oden” yang saya rasakan “meccha oishii”. Pertama kali makan Oden waktu di Tokyo, rasanya biasa-biasa saja, tapi Oden kali ini terasa begitu lezat di lidah. Alhamdulillah.
Tak lama kemudian, setelah teman-teman menunaikan sholat Dhuhur. Barulah acara intinya dilaksanakan, yaitu “mochitsuki”, mendapatkan pengalaman secara langsung dalam pembuatan kue mochi. Semua bergembira, semuanya berpartisipasi. Hingga akhirnya dibuat dua sesi pembuatan kue mochi tersebut. Sesi pertama membuat kue mochi dengan isi anko (rasa manis), dan sesi kedua adalah membuat kue mochi rasa udang (ebi mochi). Membuat kue mochi sendiri, makan sekenyangnya, setelah itu masih bisa bungkus untuk dibawa pulang ke tempat masing-masing.
Bagi saya, ini tidak sekedar makan dan bergembira ria semata. Tapi adalah jalinan tali silaturahim yang tidak ternilai harganya. Berjumpa secara langsung dengan keluarga Morimoto sensei, bertemu Ayumi chan, anak perempuan Morimoto sensei yang memiliki nama yang sama dengan Ayumi chan di Bandung, meski memiliki susunan huruf Kanji yang berbeda. Kemudian, para pembelajar hebat yang saat ini masih menempuh pendidikan bahasa untuk bisa masuk kuliah di Jepang. Cerita-cerita dari mereka begitu inspiratif, khususnya mengenai hasrat dan tekad dalam penguasaan bahasa Jepangnya.
Dengan tidak menafikkan keunikan dan kelebihan teman-teman luar biasa lainnya, perhatian saya tertuju pada dua sosok inspiratif. Satu orang pertama adalah Ivan, pemuda yang benar-benar masih muda (termuda diantara para peserta Meet Up), namun memiliki penguasaan bahasa Jepang yang lancar, gaya bahasa ringan dan humoris, tapi di sisi lain juga mampu menampakkan kedewasaan. Saya sebagai orang tertua diantara peserta Meet Up merasa malu, dari rasa malu tersebut bisa muncul rasa ingin bersemangat kembali dalam mempelajari bahasa Jepang, terutama mengenai penguasaan huruf Kanji. Semangatnya untuk bisa segera menembuh level kelulusan JLPT N1 membuat saya juga ikut bersemangat.
Sosok kedua adalah Ipung, juga seorang pemuda asal Bandung yang tampak begitu kalem, tidak terlampau banyak bicara. Hanya bicara jika memang ada kesempatan saja. Tampilannya sebagai pemuda “cool” lebih bisa dikatakan mirip artis atau vokalis asli Bandung. Dan setelah perbincangan mengalir jauh, kami semua terpana. Ternyata sosok kalem dan tidak terlalu banyak bicara tersebut (tidak terlalu menampilkan kemampuan diri) sudah lulus JLPT (Japanese Language Proficiency Test) N1. Perlu diketahui bahwa ketika lulus JLPT N1, dipastikan sudah bisa memahami Bahasa Jepang dalam situasi:
- Mampu membaca artikel nonfiksi dengan tingkat kesulitan yang tinggi dan memahami bacaan dalam berbagai tema, seperti tajuk rencana surat kabar, kolom saran dan kritik pada majalah; serta mampu memahami struktur dan isi tiap artikel.
- Mampu membaca artikelfiksi dengan tema yang beraneka ragam dan mampu memahami dialog serta tujuan penulis yang tertera dalam artikel tersebut secara mendalam.
- Mampu memahami datalisan dengan tingkat kesulitan yang tinggi seperti siaran berita serta berbagai dialog yang disampaikan dalam tingkat kecepatan tinggi.
Dan luar biasanya lagi, dia bukan belajar 4 tahun di kampus Jurusan Bahasa Jepang atau semisalnya, karena dulunya sempat ngampus di Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata (Perhotelan) di Bandung, dan tidak sampai lulus, karena mendapatkan beasiswa Monbukagakusho. Dan diceritakan, untuk bisa tembus level JLPT N1 tersebut, dia hanya membutuhkan waktu belajar kurang lebih selama 2 tahun saja. Pada bulan April 2016 nanti, Ipung akan menjalani perkuliahannya di Senmon Gakkou di Kyoto.
Alhamdulillah. Terima kasih Morimoto sensei atas undangan dan penerimaan hangat dari seluruh anggota keluarga di rumah. Dari silaturahim tersebut, bersyukur bisa dipertemukan dengan sosok-sosok muda yang penuh inspirasi terkait penguasaan bahasa Jepang, keinginan sekolah/kuliah dan bekerja di Jepang. Doa terbaik saya untuk kita semua. Insya Allah.
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Tengachaya, Osaka Shi – Osaka Prefecture, JAPAN
Senin, 24 Rabiul Awwal 1437 H/04 Januari 2016 pukul 07.19 waktu Jepang
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Senin, 04 Januari 2016 pukul 09.00 waktu Jepang