Menjadi PEMALAS!*
Menjadi PEMALAS!*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, 32nd Trainee of Asian Social Welfare Worker’s Training Program by Japan National Council of Social Welfare (JNCSW/全国社会福祉協議会)
Suatu waktu pernah menjadikan aktivitas menulis sebagai bagian dari jalan untuk beraktualisasi diri. Tapi ini sudah lewat dari satu bulan lamanya, rasanya diri menjadi sangat tidak produktif dengan kata lain Menjadi PEMALAS!
Menjadi PEMALAS adalah kata pedas yang ditujukan untuk memecut diri sendiri. Karena pada kenyataannya memang dirasa demikian.
Lihat saja tulisan yang tak kunjung diterbitkan, kelas Bahasa Jepang yang tertelantarkan, sulit tidur kemudian bangun siang (setelah sholat Shubuh tertunaikan), sekedar menjalani kerutinan tanpa pembelajaran. Jika mau ditulis lagi, rasanya tak habis kemalasan demi kemalasan yang menggerogoti jiwa dan raga.
Kunci satu-satunya untuk keluar dari kondisi ini adalah dengan kembali membuat jadwal aktivitas mulai bangun tidur sampai tidur malam harinya, dan berusaha untuk taat pada jadwal yang telah dibuat tersebut. Kebiasaan di Indonesia harus dirutinkan kembali. Tidak boleh terlena lagi, dengan kenyamanan yang malah menurunkan produktivitas diri.
Maka, mulai esok hari, harus bisa dan mampu untuk bangun pukul 04.00 pagi hari, meski sholat Shubuh baru masuk sekitar pukul 05.30 waktu Osaka, Jepang.
Ketika rutinitas bangun pagi mulai kembali ditegakkan, maka berbagai macam turunan keefektifan mengelola waktu akan tercapai kembali pula. Mulai dari rajin nulis, terus belajar Bahasa Jepang, menambah bacaan buku (bukan sekedar artikel dari media online), aktif di ODOJ, rutin baca hadist per hari, kemudian yang tidak kalah penting adalah membuat perencanaan di tahun 2016 pasca kepulangan dari Jepang.
Sebagaimana diketahui bahwa tahun 2016 nanti adalah tahun kepulangan, tahun kebahagiaan karena bisa berkumpul dengan isteri dan juga Ayumi chan. Tapi juga bisa dikatakan sebagai tahun ketidakjelasan karena semenjak setahun yang lalu saya telah melepaskan status karyawan tetap dari sebuah perusahaan di daerah Kalimantan Timur. Belum lagi, adanya beberapa hutang finansial yang terus bertambah untuk keperluan saya di Jepang maupun keperluan isteri dan anak di masa pertumbuhan.
Namun, satu hal yang membuat saya nyaman ketika mengungkapkan kegelisahan dan kekhawatiran kepada isteri adalah “Rizki mah sudah ada Yang Ngatur”, jawab isteri menguatkan. Maka, saya pun harus tetap bersemangat untuk membuat perencanaan-perencanaan demi masa depan yang lebih baik. Insya Allah.
Tengachaya, Osaka Shi – Osaka Prefecture, JAPAN
Senin malam, 18 Rabiul Awwal 1437 H/28 Desember 2015 pukul 20.36 waktu Jepang
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Selasa, 29 Desember 2015 pukul 09.00 waktu Jepang