Pelayaran Generasi Kedua*

BAGIAN KEDUA – REFLEKSI KEPEMIMPINAN

Pelayaran Generasi Kedua*

“Jangan sekali-kali berfikir engkau akan mendapat apa dalam organisasi, Tapi pikirkan bagaimana caranya engkau membesarkannya” (anonym)

Pelayaran Generasi Kedua, barangkali itu awalan yang dapat mewakili narasi panjang dari sebuah organisasi bernama FORKOMKASI. Sebuah organisasi lintas universitas yang mewadahi seluruh mahasiswa dari 36 Perguruan Tinggi Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial di Indonesia. FORKOMKASI bukan hanya memberi pengertian tentang berorganisasi, tetapi telah menjadi bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

FORKOMKASI dideklarasikan pada 30 Maret 2011 di Depok Jawa Barat, seusai diselenggarakannnya kongres pertama. Dalam deklarasi itu terlibat representasi dari duta-duta universitas Kesejahteraan Sosial/Pekerjaan Sosial di Indonesia. FORKOMKASI diinisiasi dengan adanya kesamaan cita-cita, nasib dan gagasan untuk berkontribusi dan mengembangkan keilmuan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.

Organisasi ini membawa misi kebersamaan dan semangat untuk terus berkembang menjadi rumah besar mahasiswa. Dengan berbagai keadaan, tantangan dan dialektika yang mewarnai, organisasi diharapkan tetap bertahan dari generasi ke generasi, untuk menyebarkan, menyampaikan dan menghimpun untuk Indonesia yang lebih baik.

FORKOMKASI dalam Pelayaran Kedua

Kapal besar FORKOMKASI terus melaju, melanjutkan cita-cita mulia para inisiator. Pelayaran ini dimulai sejak dihelatnya kongres kedua, pada 28-31 Maret 2012, di BBPPKS Tamanlanrea Makassar. Dalam kongres tersebut menghasilkan perubahan AD/ART, penyempurnaan organisasi serta pergantian kepengurusan. Bentuk organisasi tidak ada perubahan dalam kongres kali ini, hanya saja fungsi pengurus sekretariat (yang dulunya tersentral) kini dipecah di beberapa regional yang berjumlah delapan (8) regional, dan diberi nama pengurus regional. Untuk melaksanakan organisasi di pusat, dibentuklah staf ahli, yang secara bersama-sama dengan Dewan Formatur melaksanakan tugas dan fungsi organisasi di tingkat pusat.

Kepengurusan yang dibentuk dalam kongres adalah jajaran Dewan Presidium (dalam FORKOMKASI dinamakan dewan Formatur) yang berjumlah lima (5) orang, sebagai representasi dari lima (5) pulau besar di Indonesia, dan  ketua-ketua regional yang berjumlah delapan (8). Hal ini  seperti yang diamanatkan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang baru saja diamandeman. Ditunjuk sebagai Dewan Formatur adalah M. Arsal Umar (STIKS Makassar), Misriyah Abdurrahman (UNTAN Kalimantan Barat), Arif Rahman (UNIB Bengkulu) Robert Yewen (UNCEN -Papua) dan Saya (Agung Prastowo) mewakili Pulau jawa sekaligus diberikan tugas tambahan sebagai ketua Dewan Formatur (DF).  Bersama keempat Dewan Formatur inilah FORKOMKASI secara kolektif-kolegial menjalankan roda kepengurusan di periode 2012- 2013.

FORKOMKASI kembali aktif dijalankan dengan mengangkat lima (5) orang staf ahli. Staf ahli sebenarnya adalah sebuah istilah, karena pada dasarnya tetap diposisikan sebagai pengurus inti. Staf ahli sesuai AD/ART amandemen kedua dijelaskan sebagai pelaksana teknis Dewan Formatur (BAB III Pasal II Ayat 2 AD amandemen pertama). Diantaranya adalah Joko Setiawan (STKS Bandung) Mazda Nusantara (UGM Jogja) Maesyaroh Nurrohmah (UIN Jogja) Muhammad Syahrul (UMJ Jakarta) dan Syaifuddin Anwar (UIN Sunan Kalijaga).

Periode ini adalah tahap penguatan Internal dan pengembangan Sumber Daya Manusia. Juga lambat laun telah melangkah untuk melakukan penguatan eksternal organisasi, dengan melakukan kerjasama ke beberapa stakeholder. Berjalannya organisasi memang tidak mulus, dan lagi-lagi banyak diterpa kendala, tetapi hal tersebut dimaknai sebagai sebuah proses organisasi yang sedang berkembang, tentu mengalami pasang surut, mengalami berbagai dialektika dan warna-warninya. Namun kami berprinsip  bahwa apapun yang terjadi, kita harus tetap maju, dan membuktikan bahwa eksistensi Mahasiswa Kessos layak diakui.

Dengan semangat itulah kepengurusan ini mampu berjalan dengan baik. Di tengah hambatan jarak, waktu, status dan kesibukan pengurus, di periode kedua ini ada progress selangkah lebih maju. Penataan mulai dilakukan, pemaksimalan beberapa titik urgent, dan tentunya penguatan jaringan. Meskipun terbatas jumlah, tetapi tidak mengurangi kualitas dalam menjalankan organisasi. Hal itu ditandai dengan berperan aktifnya FORKOMKASI dalam kegiatan-kegiatan yang diselengarakan oleh regional,  Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI), HMJ di setiap kampus maupun stakeholder lainnya. Beberapa kegiatan tersebut diantaranya:

  1. Maksimalisasi Kinerja di Regional. Dengan dilakukan pemantauan dan kunjungan secara berkala.
  2. Mengadakan beberapa event nasional, Diantaranya adalah rakornas di Jember, ICSD dan Sekolah Kesejahteraan (Pekan Perdamaian Nasional) di Yogyakarta.
  3. Kerjasama dengan berbagai stakeholder dalam bentuk pengambangan keilmuan, penelitian maupun menyikapi isu nasional, dan lain sebagainya.

Capaian-capaian ini masih belum seberapa dibandingkan dengan idealitas yang kami harapkan pada awal kepengurusan. Namun sadar antara idealitas dan realitas yang terjadi, sebagai bahan evaluasi kami berharap ke depan organisasi ini dapat dijalankan lebih baik, lebih cerdas dengan dengan  planning yang matang.

Nilai Perjuangan dan Budaya Organisasi FORKOMKASI

Saya tidak tahu persis diskusi di awal pembentukan, tetapi yang saya yakini bahwa FORKOMKASI tidak sekedar menjadi organisasi paguyuban, dimana tempat berkumpul tahunan, untuk liburan, bersenang-senang dan tidak menghasilkan apa-apa. Ruh FORKOMKASI adalah kebersamaan, namun dalam kebersamaan tersebut tentu ada “alasan“ misalnya, mengapa harus ada pertemuan, mengapa harus menyikapi suatu hal, mengapa harus melakukan suatu tindakan dan lain sebagainya. Dalam mencari hal “mengapa“ tentu ada sebuah dialektika, yang karena kita mahasiswa tentunya segalanya harus didasarkan atas Ilmu dan pengetahun. Secara sederhana saya ingin mengatakan bahwa FORKOMKASI harus memiliki aktifitas yang konkret, jelas dan terkonsep.

Sebagaimana yang dicita-citakan, FORKOMKASI tentu diharapkan mampu menjembatani, memfasilitasi dan (bahkan) mampu bersaing mengikuti kebutuhan masa kini. Pemahaman yang dibangun adalah bahwa FORKOMKASI harus memiliki nilai tawar (bargaining position) dalam kancah nasional. Sehingga, dalam rangka berusaha untuk memiliki nilai tawar tersebut, FORKOMKASI mesti memiliki suatu produk organisasi. Produk tersebut dapat berupa gagasan–gagasan (wacana), karya tulis (kristalisasi gagasan), kesenian maupun produk kebudayaan organisasi lainnya. Produk-produk inilah yang akan menjadi simbol, tanda bahwa organisasi eksis. Eksistensi yang kita buktikan dengan sesuatu yang “nyata“ inilah yang akan menjadi kekuatan dan nilai tawar di tengah persaingan era saat ini. Persaingan yang dimaksud adalah pengakuan atas seleksi alam yang pasti terjadi dalam setiap organisasi. Sehingga, organisasi akan memiliki “aktivitas“ yang jelas, terstruktur dan memiliki rencana jangka panjang.

Kita sama-sama memahami, organisai semacam ini terkadang hanya manjadi pelengkap dan dipandang sebelah mata. Kita “dipanggil“ ketika dibutuhkan, dan dibiarkan begitu saja ketika tidak diperlukan lagi. Bahkan, tidak sedikit yang dijadikan alat, bahkan dikendalikan oleh payung kekuasaan yang memiliki kekuatan dan kepentingan. Ini jelas bukan sesuatu yang diinginkan terjadi dalam FORKOMKASI.

Independensi yang kita deklarasikan dan tertulis di AD/ART sejatinya adalah kemandirian tanpa campur tangan siapapun dan instansi manapun. Kita bebas mengatur rumah tangga organisasi dengan kaidah-kaidah yang telah disepakati dalam kongres berupa Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Independensi ini sulit diwujudkan selama kita belum “mapan“, baik secara pemahaman, secara pengetahuan berorganisasi, maupun dalam memposisikan organisasi diantara organisasi-organisasi yang lain. Kebijaksanaan pemimpin dan pengurus juga sangat menentukan, bagaimana arah organisasi akan dibawa, berani atau tidak dalam pengambilan sikap yang berisiko, atau sekedar bersikap ketika mengharuskan ada keberpihakan.

Sehingga, dengan produk-produk, karakter dan budaya yang dibangun inilah ke depan yang akan menguatkan organisasi, yang kemudian akan diteruskan pada setiap dekade kepengurusan, dengan memperbaiki dan mengembangkan dari kebudayaan yang telah dibangun sebelumnya. Ini bagian dari cita-cita ideal sejak awal perkenalan saya dengan organisasi tercinta ini. Ini berat, tapi sangat mungkin untuk dilakukan.

FORKOMKASI di Masa Depan

Pepatah mengatakan, generasi yang berhasil adalah yang mampu melahirkan generasi lebih baik dari generasi sebelumnya. Begitupun kami, berharap hal yang sama. Generasi yang selanjutnya harus lebih baik dari masa yang pernah kami lampaui. Harapan ini tentu menjadi keinginan semua orang yang pernah berjuang dan mencintai FORKOMKASI.

Saya tentu bukan orang pertama, yang mengatakan bahwa di masa depan, FORKOMKASI harus benar-benar mandiri dan berdikari, sehingga sejak saat ini harus disiapkan pola kaderisasi yang sehat. Mengaca dari organisasi lainnya, forum semacam ini selalu berumur jagung, dan hanya memiliki dua (2) program selama hidupnya, yaitu kongres dan kongres (lagi). Hal mendasar yang selalu terjadi adalah organisasi “dirawat” dengan syarat kepentingan bahkan diarahkan kepada politik praktis. Berpolitik diperbolehkan, karena organisasi ini juga merupakan media pembelajaran, namun tetap harus memperhatikan nilai dan  keberlangsungan ke depan, tentunya dengan iklim yang berpendidikan.

Selain hal tersebut, FORKOMKASI mesti memiliki langkah strategis dengan durasi waktu yang ditentukan, dievaluasi dan dikawal bersama. Misalnya dalam kongres, tidak selalu harus merubah AD/ART, cukup amandemen dilakukan tiga (3) tahun sekali misalnya, namun setiap kongres membicarakan revitalisasi organisasi dan langkah-langkah strategis lainnya.

Hal yang harus dilakukan lainnya adalah membangun sistem budaya organisasi yang baik, artinya kebiasaan-kebiasaan dalam dialektika organisasi mesti memiliki bobot. Seperti yang saya sebut sebelumnya, bobot ditentukan dari iklim yang diciptakan. Sehingga ciptakan iklim yang mendukung untuk perkembangan, sharing, belajar dan mengaktualisasikan keilmuan.

07 - Agung PrastowoSetelah banyak hal yang dituliskan, tentu hal yang terpenting adalah MEMBUAT rencana dan MELAKUKAN evaluasi dari program-program yang telah disusun. Jangan takut salah, tidak usah takut dengan kemungkinan dicerca. Karena ekspektasi tulisan ini adalah dibaca oleh penerus-penerus FORKOMKASI, sehingga hal pertama yang harus kita lakukan adalah melakukan sesuatu untuk FORKOMKASI tercinta. Buat FORKOMKASI berbudaya dan buat FORKOMKASI Jaya! Salam Kesejahteraan.

*Oleh: Agung Prastowo, Alumni Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Ketua Dewan Formatur FORKOMKASI Periode 2012-2013

Kutipan: “Ilmu bagaikan hewan buruan, dan tulisan/pena adalah ibarat tali pengikatnya. Oleh karena itu ikatlah hewan buruanmu dengan tali yang kuat” [Imam Syafi’i]

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Senin, 09 November 2015 pukul 15.00 waktu Jepang

Cover Bunga Rampai FORKOMKASI, Mei 2014

Naik Cetak I, Mei 2014 - Copy

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: