Selamat Tinggal Tokyo, Selamat Datang di Osaka*

Selamat Tinggal Tokyo, Selamat Datang di Osaka*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, 32nd Trainee of Asian Social Welfare Worker’s Training Program by Japan National Council of Social Welfare (JNCSW/Zenshakyou)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala atas nikmat kesempatan yang begitu luar biasa hingga bisa menuntut ilmu praktek pelayanan Kesejahteraan Sosial di Negeri Sakura sejak awal tahun 2015 ini. Tokyo yang menjadi impian dan cita-cita sejak lama, sempat menjadi tempat tinggal hampir setengah tahun, tidak hanya sekedar rekreasi dan jalan-jalan semata.

Dalam rentang waktu tersebut, saya tidak hanya membangun jaringan persahabatan dengan orang Jepang semata, tapi juga berelasi dengan begitu banyak orang-orang Indonesia yang saya tahu mereka adalah aset-aset bangsa yang tengah berjuang di tanah rantau. Sebuah relasi tidak bisa dibangun secara instan, atau bahkan dengan hanya tahu nama atau wajah saja, itu belum bisa disebut membangun relasi. Di dalam relasi ada sebuah nilai kepahaman antara satu dengan yang lain, rasa kepercayaan dan bahkan kerinduan ketika lama tidak bertemu. Tokyo, meskipun tidak lama ada di sana, tapi ceritanya tak kan terlupa (mellow mode ON 😀 ).

Pertama Kali Naik Shinkansen

Sejak tanggal 30 September 2015 yang lalu, saya mulai melakukan perjalanan pindahan dari Kokuryo, Chofu-Tokyo menuju Osaka. Keempat trainee lainnya telah berangkat ke tempat yang berbeda-beda pada tanggal 29 September 2015. Fang san (Taiwan) ke Kyoto, Beverley san (Malaysia) ke Tottori Ken, Julie  san (Filipina) ke Fukuoka Ken dan Park san (Korea Selatan) ke Kagoshima Ken.

Seperti biasa, dari Kokuryo eki naik densha KEIO Line sampai di Shinjuku, di sana berganti JR Chuo Line hingga sampai ke Tokyo eki. Di sini saya menuju Shinkansen Tokaido, platform 18 dimana Nozomi 105 adalah yang menjadi pengantar saya untuk sampai ke Osaka. Karena tiket telah direservasi sebelumnya oleh staf International Division Japan National Council of Social Welfare (JNCSW), harganya jauh lebih murah yaitu kisaran harga 13.600-an yen daripada beli tiket on the spot menjadi sekitar 14.500-an yen.

Soal kenyamanan, tentu saja sangat nyaman sekali, namun menurut penilaian saya tidak terlalu begitu istimewa, karena hampir sama dengan fasilitas kelas Eksekutif kereta jarak jauhnya Indonesia, jadi tidak terlalu kaget. Hanya saja bedanya adalah pada laju kecepatan dan model kereta yang memang berdesain peluru itu. Dan ternyata inilah yang menjadi daya tarik para penumpang, yang kebanyakan sudah terlalu bosan melakukan perjalanan dengan pesawat terbang.

Osaka!

Selama perjalanan dari Tokyo, Shinkansen yang saya naiki melewati rute kota-kota penting di Jepang seperti Yokohama, Nagoya, Kyoto dan akhirnya sampai di Osaka. Di sini menjadi kota besar kedua di Jepang yang saya kunjungi dan tinggali setelah Tokyo. Tepatnya saya tinggal di Tengachaya, Nishinari ku, Osaka shi, Osaka Prefecture.

Osaka juga tak kalah wonderful dengan Tokyo yang dapat menarik wisatawan mancanegara banyak mengunjunginya. Di sini juga ada Konsulat Jenderal (cabang Kedubes) Indonesia, kampus keren yaitu Osaka University, dan tentu saja mungkin ada begitu banyak orang Indonesia yang bisa saya silaturahimi dan jalin relasi persahabatan yang baik.

Yang tak kalah menarik, meski saya juga masih dalam tahap belajar Bahasa Jepang, namun saya juga ingin belajar dialek orang Osaka yang biasa disebut Osaka ben atau Kansai ben. Nah, nanti sepulang dari sini ketika kembali ke Tokyo pada Januari 2016 nanti, saya bisa bercerita dan mengajarkan Osaka/Kansai ben kepada staf Japan National Council of Social Welfare (JNCSW) he he.

Belajar Pelayanan Sosial untuk Homeless

Tujuan saya berada di Osaka ini adalah akan belajar dari praktek langsung pelayanan sosial kepada NPO Jikyoukai (社会福祉法人). Jikyoukai ini fokus utama pelayanan sosialnya adalah ditujukan kepada para homeless yang berada di kota Osaka. Bisa dikatakan, bahwa Jikyoukai adalah NPO terbesar di Jepang yang fokus pelayanannya kepada homeless. Namun, ternyata tidak hanya di Osaka, Jikyoukai juga memiliki beberapa institusi yang berlokasi di Shiga ken.

Pengalaman Jikyoukan yang telah berdiri sejak tahun 1912, usia yang sama dengan organisasi Muhammadiyah di Indonesia, insya Allah akan begitu banyak sekali ilmu yang bisa saya dapatkan.

Kemudian yang membuat saya bahagia adalah orang-orang Jikyoukan yang begitu ramah, antusias dan memberikan akses kemudahan kepada saya untuk menjalani kehidupan sehari-hari maupun dalam aktivitas belajar bersama mereka.

Yoshh, kore kara motto ganbarimasu..!!

Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah.

Tengachaya, Nishinari ku Osaka shi – Osaka Prefecture, JAPAN
Jum’at pagi, 19 Dzulhijjah 1436 H/02 Oktober 2015 pukul 07.03 waktu Jepang

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Jum’at, 02 Oktober 2015 pukul 08.00 waktu Jepang

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: