Kajian Gabungan Kampus – Manfaat Ilmu Pengetahuan dalam Memahami Al Qur’an*

IMG_20150919_143247

Kajian Gabungan Kampus – Manfaat Ilmu Pengetahuan dalam Memahami Al Qur’an*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, 32nd Trainee of Asian Social Welfare Worker’s Training Program by Japan National Council of Social Welfare (JNCSW/Zenshakyou)

Menyambut datangnya Hari Raya Idul Adha 1436 Hijriah, Keluarga Masyarakat Islam Indonesia (KMII) Tokyo mengadakan Kajian Islam yang mengundang Lembaga Dakwah Kampus se Tokyo dan sekitarnya seperti Tokyo Institute of Technology (Tokodai), Tokyo University (Todai), Waseda University, Tsukuba University, dan lain-lain.

Kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu, 19 September 2015 bertempat di Aula Balai Indonesia, Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT) sejak usai sholat Dhuhur sampai dengan memasuki waktu Ashar waktu setempat. Adapun pemateri dari kajian tersebut adalah Al Ustad Dr. Atabik Luthfi MA yang merupakan Ketua Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) DKI Jakarta.

Untuk mengakrabkan suasana antar aktivis dakwah kampus tersebut, acara diawali dengan sholat Dhuhur berjamaah, lalu makan siang bersama-sama baru kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi yang bertema “Manfaat Ilmu Pengetahuan dalam Memahami Al-Qur’an”.

Kajian antar kampusPada dasarnya kita semua menginginkan jalan yang baik untuk kembali ke kehidupan yang sesunggunya di akhirat kelak, jalan tersebut adalah ditempuh dengan menjadi ahli di bidangnya. Yakni mulai dari ahli ilmu, ahli ibadah, ahli dakwah, dan berakhir pada kabar paling membahagiakan yaitu sebagai ahli jannah.

Untuk memahami Al Qur’an, diperlukan tafsir. Maka tafsir itu sendiri merupakan suatu disiplin ilmu yang juga mengandung ilmu pengetahuan. Seorang ahli tafsir haruslah memiliki berbagai cabang ilmu pengetahuan lainnya. Itulah mengapa, banyak sekali para ilmuan muslim di masa silam, dan beliau semua juga merupakan ulama di masanya. Tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan sains. Masa-masa abad belakangan ini saja, dunia menjadi sekuler yang mengkotak-kotakkan pengetahuan agama dengan sains, bahkan menolak sama sekali keterkaitannya.

Saat kita hari ini ditanya, apakah saintis itu ulama? Kita pasti kagok menjawabnya. Kita terpatok pada pemahaman yang telah dijejalkan sejak kecil bahwa namanya saintis itu tidak mungkin menjadi ulama, begitu pula sebaliknya. Yang ahli agama cukuplah memahami bidang agama saja, sebaliknya yang saintis tidak perlu mengurusi soal agama. Padahal, pemahaman yang sesungguhnya adalah bahwa dengan panduan Al Qur’an, kita membuktikan segala misteri melalui ilmu pengetahuan, dan kemudian hal tersebut menjadikan iman lebih kuat juga semakin taat.

Manusia itu diangkat derajatnya karena kapasitas ilmu. Dan ilmu tersebut tidak terbatas pada pemahaman ilmu agama semata. Atau bisa dikatakan segala macam ilmu, yang pada akhirnya menghubungkan dirinya terhadap agama, bukan ilmu yang malah menjauhkan dirinya dari penghambaan terhadap Tuhan. Orang berilmu juga tidaklah sama dengan orang yang tidak berilmu sebagaimana disebutkan di dalam Al Qur’an surat Az Zumar “. . . Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (Q.S Az Zumar: 9).

Begitu banyak hasil nyata ilmu pengetahuan ini yang ternyata telah disebutkan garis besarnya di dalam Al Qur’an sebagaimana diantaranya: kejadian manusia (Q.S Al Mu’minun: 12-14), kulit sebagai pusat rasa (Q.S An Nisa: 56), menjadi sesak dada di ketinggian (Q.S Al An’am 125), pemimpin semut adalah betina/ratu (Q.S An Naml: 8), sumber energi adalah klorofil (Q.S Yasin: 80) dan masih begitu banyak contoh-contoh yang lainnya.

Beberapa fungsi dan kegunaan ilmu diantaranya: untuk dapat memahami diri dan berbagai kebaikan yang terkandung di dalamnya (Q.S Al Baqarah: 184), untuk mengetahui rahasia alam dan juga memaksimalkan penggunaan akal (Q.S Al Baqarah: 164), untuk menciptakan dan merekayasa serta inovasi guna memanfaatkan sumber daya yang jauh lebih besar (Q.S Al An’am: 142).

Terdapat kaidah usul fiqh bahwa “Mâ lâ Yatimmu al-Wâjibu illâ bihi fa Huwa Wâjib/ Selama suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib”. Sedangkan pada Qur’an surat Al Fathir ayat 28 menegaskan bahwa saintis juga layak disebut gelaran sebagai ulama. Belajar sains pada hakikatnya juga merupakan bentuk dari tadabbur Al Qur’an. Karena pembicaraan ayat tersebut adalah seputar ayat kauniah. Posisi ayat kauniah adalah untuk menjelaskan ayat kauliyah. Di dalam Al Qur’an terdapat sekitar 750 kata yang berhubungan dengan fenomena alam, dan uji kebenaran Al Qur’an dengan sains, pasti selalu MATCH.

Karena targetnya adalah para aktivis, peserta yang hadir sekitar 30 orang tersebut telah memenuhi ekspektasi panitia. Ke depannya, diharapkan para aktivis dakwah kampus di Jepang yang notabene adalah para mahasiswa S2 dan S3 tersebut dapat menjadi insan yang tidak hanya tinggi secara ilmu pengetahuan, akan tetapi juga memiliki akhlak yang bagus sebagai cerminan dari pemahaman isi dari Al Qur’an sebagai pedoman hidup.

Acara tersebut juga merupakan rangkaian kegiatan sampai pada puncaknya nanti pelaksanaan sholat Idul Adha 1436 Hijriah pada tanggal 24 September 2015. Acara berikutnya salah satunya adalah Tabligh Akbar yang bekerjasama dengan KBRI Tokyo dan akan dilaksanakan pada tanggal 23 September 2015

Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah.

Kokuryo chou, Choufu shi – Tokyo, JAPAN
Ahad malam, 08 Dzulhijjah 1436 H/20 September 2015 pukul 22.22 waktu Jepang

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Rabu, 23 September 2015 pukul 04.30 waktu Jepang

IMG_20150919_125513

IMG_20150919_153320

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: