Islam (di) Nusantara*

Islam (di) Nusantara

Islam (di) Nusantara

Islam (di) Nusantara*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, 32nd Trainee of Asian Social Welfare Worker’s Training Program by Japan National Council of Social Welfare (JNCSW/Zenshakyou)

Tidak dipungkiri bahwa munculnya istilah “Islam Nusantara” menjadi perbincangan hangat di kalangan aktivis dakwah Islam di Indonesia. Bahkan, sampai-sampai masyarakat umum sekalipun menjadi tertarik mengenai apa yang sebenarnya diperbincangkan hingga ramai antara pendapat pro dan kontra terhadap peristilahan “Islam Nusantara” tersebut.

Dan yang terbaru, terbitlah ebook berjudul “Islam Nusantara, Islamisasi Nusantara atau Menusantarakan Islam” terbitan dari redaksi Islampos tertanggal 1 Agustus 2015 yang diperuntukkan kepada seluruh kaum muslimin secara gratis. Saya yang ikut menshare berita tersebut dari page Islampos di Facebook, ternyata mendapat tanggapan yang cukup antusias dari beberapa jaringan pertemanan yang ada. Mereka sama-sama menyatakan rasa keingintahuannya dengan meminta kiriman ebook tersebut dikarenakan dari page Islampos mungkin terlalu panjang antriannya sehingga lama ditunggu tapi kiriman ebook belum sampai jua.

Isi ebook tersebut terdiri dari empat buah tulisan. Sederhana, singkat, namun menukik pada isu “Islam Nusantara” tentang apa yang seharusnya dipahami atas penggunaan peristilahan tersebut. Dari keempat penulis, memang yang jam terbang menulisnya tinggi adalah Ustad Muhammad Pizaro dan Ustad Kholili Hasib, sedangkan kedua penulis lainnya saya pikir adalah penulis baru. Namun demikian, tidak mengurangi bobot artikel yang mampu mencerahkan kita bersama.

Awal bulan Juli lalu, Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, putra dari Pendiri Pondok Pesantren Modern Gontor yang juga sebagai Direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSIST) memberikan pemaparan pada acara Seminar Islam & Nusantara di Gedung Juang Jakarta Pusat. Inti dari ceramah beliau adalah, bahwa term dari “Islam Nusantara” itu memiliki beberapa kesalahan fatal dalam memahami penggunaan bahasa. Memberikan kata sifat pada Islam, adalah bisa mempersempit makna Islam itu sendiri. Label “Islam Nusantara” juga berarti mengakui bahwa adanya Islam lain seperti “Islam Arab”, “Islam Afrika”, “Islam Moderat”, “Islam Teroris” dan lain sebagainya. Lebih jauh dari itu, sebenarnya pengkotakan istilah Islam adalah merupakan agenda Liberalisasi Islam, begitu menurut beliau.

Di Facebook, saya juga dapati beberapa kawan yang begitu gigih mempertahankan istilah “Islam Nusantara”, mengingat memang yang mengkampanyekan hal tersebut adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia, apalagi tokoh yang menyuarakannya juga langsung dari pimpinan tertingginya, sebut saja KH. Said Agil Siradj yang merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Namun, tidak bisa dipungkiri juga, bahwa tokoh-tokoh pemikir di dalamnya, tidak semuanya menyetujui dari kampanye penggunaan istilah “Islam Nusantara” tersebut, seperti KH. Idrus Ramli, KH. Muhyiddin Abdus Shomad, KH. Misbahussalam, KH. Muhith Muzadi dan lain-lain.

Sebenarnya, sebelum Muktamar NU ke-33 di Jombang tersebut dilaksanakan yang pada akhirnya menggunakan istilah “Islam Nusantara” sebagai tema besar, Panitia Muktamar telah menyelenggarakan diskusi di Makassar, Sulawesi Selatan pada 22 April 2015 sebagaimana dilansir oleh website mukmatar.nu.or.id. KH Afifuddin Muhajir yang merupakan Katib Syuriah PBNU sebagai salah satu narasumber awalnya mengemukakan bahwa penggunaan istilah “Islam Nusantara” memang ganjil didengar lantaran Islam memang sumbernya satu dan bersifat Illahiyah. Meskipun pada akhirnya pendapat para narasumber di sana dikesankan “membolehkan” penggunaan istilah “Islam Nusantara” tersebut. Namun, sejatinya di akhir diskusi para narasumber tidak mampu memberikan pengertian definitif dan operasional terkait istilah “Islam Nusantara” tersebut.

Maka, jelas sudah bahwa hal-hal yang berkaitan dengan Islam dan istilah di dalamnya, tidak bisa dipahami dan digunakan sesuka hatinya, apalagi oleh orang yang tidak berilmu. Ketika pendapat para orang yang berilmu (ulama) itu bertentangan, alangkah baiknya mengambil pendapat dengan landasan dasar paling kuat dengan tidak menciptakan hal-hal kontroversial. Apalagi ditengarai bahwa dukungan besar terhadap wacana tersebut pada prinsipnya tidak datang dari kebanyakan warga NU itu sendiri, karena bisa jadi mereka hanya ingin membuat tema muktamar yang setelahnya tidak terlalu dipersoalkan. Tapi mengapa lantas ini menjadi besar, karena itu berasal dari kaum liberal yang memboncengkan kepentingan berbagai macam aliran yang menyalahi pendapat ahlussunnah wal jamaah yang kemudian ingin dibenarkan dan mendapatkan tempat di Indonesia. Dalam istilah pemikiran Islam, kampanye tersebut mengarah pada kampanye Liberalisasi Islam dengan aroma paham relativisme dan permisivisme.

Akhirnya, kita tidak sama sekali menolak apa yang sudah ada di Nusantara, yaitu Islam (di) Nusantara. Dengan pemahaman demikian, kita menggunakan Worldview Islam sebagai landasan berpikir, bertindak dan mendakwahkan Islam. Sudahlah cukup perjuangan NU dengan melabelkan diri sebagai perjuangan Islam yang Rahmatan lil Alamin sebagaimana diungkapkan oleh KH Muhyiddin Abdussomad, bukan Islam yang disempitkan dengan istilah “Islam Nusantara”.

Berikut ini bisa didownload ebook dari redaksi ISLAMPOS: [01 Agust 2015, ISLAMPOS] Islam Nusantara – Islamisasi Nusantara atau Menusantarakan Islam

11292689_882494425122308_1342243211_nSalam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah.

Minami Ku, Sagamihara Shi – Kanagawa Ken, JAPAN
Ahad, 24 Syawal 1436 H/09 Agustus 2015 pukul 07.00 waktu Jepang

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Ahad, 09 Agustus 2015 pukul 09.00 waktu Jepang

Comments
4 Responses to “Islam (di) Nusantara*”
  1. Indra Lukmana says:

    Asaalamualaikum.
    Salam kenal, dari apa yang mas Joko Setiawan paparkan masnya sepertinya termasuk yang kontra dengan istilah Islam nusantara. Saya masuk dalam golongan yang pro dengan branding Islam nusantara.

    Dari yang dipaparkan di tulisan ini ada asumsi yang terbentuk bahwa islam nusantara adalah agenda kaum islam liberal. Hal ini mungkin benar mungkin juga tidak, tidak ada bukti konkret bahwa ini adalah fakta yang bisa dibuktikan.

    Pun apabila hal ini diusulkan oleh mereka kaum islam liberal apabila memang kemaslahatan yang dihasilkan besar dalam membangun peradaban islam, saya rasa tidak ada salahnya pula kita mengadopsi dan mengadaptasi hal ini. Sebagaimana maqolah dari Ali bin Abi Thalib r.a “Undzur maa qoola, walaa tandzur man qoola” yang memiliki arti “perhatikan apa yang dikatakan dan bukan memperhatikan siapa yang mengatakan”.

    Dalam budaya NU ada adagium yang dijadikan pegangan “al-muhafazhatu ‘ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah” (menjaga tradisi lama yang relevan dan mengambil yang baru yang lebih relevan). Hal ini adalah satu sisi dari Islam Nusantara yang diusung. Juga ada berbagai sisi lain yang ada dalam atap bahasan Islam Nusantara.

    Sedikit tentang istilah islam nusantara dari Rais Aam periode sebelumnya: http://www.muktamarnu.com/gus-mus-jelaskan-hakikat-islam-nusantara.html. Ada banyak lagi buku dan artikel yang saya miliki, tapi mungkin mas Joko Setiawan sudah banyak referensi yang telah ditelaah dengan matang.

    Saya hanya mengajak yang masih berkomentar berdasarkan pemahaman akan kulitnya saja dan belum masuk dalam berbagai sisi esoterik pembahasan untuk menelaah secara utuh paradigma suatu hal. Dengan cara memahami perihal yang ada tidak hanya dari satu sisi tapi juga dari sudut yang berbeda pula.

    Saya termasuk dalam jamaah tapi tidak masuk dalam jam’iyah kepengurusan NU. Di sini saya hanya ingin berdialog secara bermartabat saja. Apabila memang berbeda pendapat bagi saya tidak masalah. Karen esensi Islam Nusantara yang saya pahami adalah saling memahami baik dalam segi ideologi, pemahaman atau sudut pandang yang berbeda. Mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan. Terima kasih.

    Wassalamualaikum

    • Wa’alaykumsalam warahmatullahi wabarakaatuh..

      Mohon maaf Kang Mas Indra, baru sempat membalas komentar ini. Senang sekali Kang Mas Indra memberikan tanggapan komentar yang cukup panjang dan menunjukkan cara diskusi yang santun dan terstruktur rapi. Benar bahwa saya adalah termasuk orang yang kontra dengan peristilahan tersebut dan menyambut baik tanggapan dari Kang Mas Indra yang termasuk pro dalam penggunaan terma tersebut 🙂

      Seperti yang telah ditanggapkan oleh beberapa cendikiawan muslim, bahwa peristilahan tersebut “rancu” karena pada dasarnya menyempitkan makna Islam itu menyempitkan makna Islam itu sendiri. Link yang Kang Mas Indra berikan, yakni sedikit wawancara dari KH. Gus Mus adalah jawaban kepada masyarakat Islam yang awam, tidak menyentuh aspek pembahasan “Islam Nusantara” dari sisi bahasa dan juga makna.

      Maka, agar tidak menimbulkan polemik, kalimatnya bisa lebih “aman” dengan “Islam (di) Nusantara”, ini adalah kalimat yang jelas dan tidak bersayap sama sekali. Pembahasan lumayan detil bisa Kang Mas Indra lihat dari rekaman pemaparan KH. Hamid Fahmy Zarkasyi di postingan saya di atas. Nah, celah inilah yang dimanfaatkan oleh golongan Liberal untuk “membenarkan” apapun yang asalnya dari Nusantara. Padahal, adagium NU sudah sangat baik sekali “al-muhafazhatu ‘ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah”.

      Kalau masalah gonjang-ganjing di Timur Tengah, itu sudah terjadi di waktu-waktu yang lampau, tapi apakah Hadratush Shaikh KH. Hasyim Asyari mengajarkan untuk mengkampanyekan “Islam Nusantara”? Yang ada, beliau lebih menekankan bahwa NU membawa semangat Islam Rahmatal Lil Alamiin.

      Demikian sedikit tanggapan dari saya Kang Mas. Mohon maaf jika ada penulisan yang salah atau kurang berkenan.

      Sala hangat,
      Joko Setiawan

  2. wapenk says:

    Sy suka ini hehe sy khawatir sekali masyarakat salah memahami bahasa…. seperti fanspage jonru bih miris liat fitnahnya 😦

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: