Idul Fitri 2015 di Negeri Bunga Sakura*

Idul Fitri 2015 di Negeri Bunga Sakura*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, 32nd Trainee of Asian Social Welfare Worker’s Training Program by Japan National Council of Social Welfare (JNCSW/Zenshakyou)
Hampir sepekan Hari Raya Idul Fitri telah berlalu. Sudah belasan tahun saya berkelana dari tanah kelahiran, kampung halaman dimana orang tua mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Idul Fitri adalah hari paling membahagiakan dimana momen ini seringkali dipergunakan untuk berkumpul bersama keluarga besar, mengunjungi sanak saudara juga tetangga untuk saling meminta maaf dan memaafkan satu sama lain. Namun tahun ini, cerita itu berbeda.
Ramadhan tahun lalu, saya habiskan bersama kawan-kawan Karyawan PT. Silva Rimba Lestari di tengah hutan Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Alhamdulillah, cerita hidup senantiasa berubah, dan pada tahun 2015 ini 30 hari Ramadhan saya habiskan di Tokyo, ibukota Negeri Bunga Sakura alias Jepang. Cerita Ramadhan di sini tentu berbeda dengan Ramadhan di negeri sendiri, begitupula cerita tentang Idul Fitri.
Kegiatan dakwah orang Indonesia terbesar di Kota Tokyo dikelola oleh Keluarga Masyarakat Islam Indonesia (KMII). KMII membangun jaringan kuat dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Persaudaraan Muslim Indonesia-Jepang (PMIJ), dan juga banyak organisasi dakwah kampus seperti di Tokyo Institute of Technology, Tokyo Daigaku, WASEDA University, University of Tsukuba dan lain-lain. Maka, mulai dari kegiatan Tabligh Akbar pekanan selama bulan Ramadhan kemarin, sampai pelaksanaan kegiatan sholat Idul Fitri 1 Syawal 1436 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 17 Juli 2015 yang lalu juga diurus oleh para aktivis dakwah KMII.
Saya sebagai warga yang baru lewat tiga bulan di Tokyo ini cukup menjadi peramai, dan sesekali membuat berita informal untuk konsumsi blog bocahbancar. Kali ini juga saya ingin sedikit berbagi tentang Idul Fitri di Tokyo, khususnya apa yang saya alami sendiri. Tentu cerita lain akan berbeda dengan kawan-kawan di Tokyo yang punya aktivitas dan keluangan waktu tersendiri.
Jauh hari sebelumnya, saya sudah mencoba meminta izin kepada pihak Kokusaibu (International Division) JNCSW, namun apalah daya, pada hari Jum’at (17/7) tersebut malah ada rangkaian tes pelajaran bahasa Jepang yang tidak bisa ditinggal. Jadilah, pukul 5 pagi saya berangkat dari apartemen menuju Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT) dimana kegiatan sholat Idul Fitri orang Indonesia dilaksanakan.
Sekitar pukul 6 pagi sampai di lokasi, segera menemui mas Afif, salah satu panitia yang mengurus penerimaan zakat dari para jama’ah. Awalnya saya menyanggupi untuk membantu jadi amil zakat selama hari H Idul Fitri tersebut, tapi karena alasan teknis saya tidak dapat membantu dan akhirnya benar-benar menjadi tamu biasa saja tanpa peran signifikan untuk kelancaran kegiatan. Andai saja, hari tersebut memiliki banyak keluangan waktu, sangat ingin membantu dan memberikan kemampuan terbaik untuk melayani ummat.
Suasana di lokasi sungguh ramai, Aula Balai Indonesia yang mampu menampung 1500-an orang tersebut tidak cukup menampung jamaah, jadilah kelas-kelas hingga lapangan menjadi ruang tambahan untuk melaksanakan sholat Idul Fitri. Itupun panitia masih harus membuat plan dua kali sholat (sesi pukul 7 dan 8 pagi, bisa dilihat di spanduk). Jadi bisa dibayangkan sebanyak apa orang Indonesia yang turut hadir melaksanakan sholat Idul Fitri di SRIT.
Usai sholat Idul Fitri gelombang pertama, dilaksanakan ground breaking tanda resmi dimulainya pembangunan Masjid Indonesia Meguro. Diresmikan langsung oleh Bapak Duta Besar Indonesia untuk Jepang dan disaksikan oleh para pengurus KMII juga jama’ah sholat Idul Fitri yang jumlahnya ribuan. Harapan besar tersemat ketika masjid pertama orang Indonesia di Tokyo ini usai dibangun, bisa menjadi pusat penyebaran dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat modern Tokyo yang hatinya kering butuh siraman kalam Illahi.
Beberapa orang memiliki cerita berbeda, namun saya pukul 8.15 sudah harus kembali ke kegiatan sehari-hari sebagaimana biasa. Suasana Idul Fitri pun tidak ada dan hilang bersamaan dengan meninggalkan SRIT di Meguro. Bahkan, untuk sekedar menelfon keluarga di Indonesia juga harus saya tunda sampai sore harinya, selepas semua kegiatan selesai.
Ya, selalu ada pengorbanan di setiap usaha mencapai impian dan cita-cita besar. Termasuk pada hari Raya Idul Fitri tahun ini, pengorbanannya adalah tidak bisa menikmati libur pada hari Raya, tidak bisa berkumpul dengan keluarga besar, dan tidak bisa menemani isteri yang tengah hamil tua.
Itulah sekelumit cerita Idul Fitri. Meski agak telat, saya ucapkan “Taqobballallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum”. Mohon maaf lahir dan bathin ^_^
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Kokuryo, Chofu Shi – Tokyo, JAPAN
Rabu malam, 07 Syawal 1436 H/22 Juli 2015 pukul 22.20 waktu Jepang
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Kamis, 23 Juli 2015 pukul 09.00 waktu Jepang