Meneruskan Keturunan*

#Meneruskan Keturunan*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Tak bisa dipungkiri, bahwa setelah dua orang insan melangsungkan pernikahan, hal yang didambakan adanya adalah lahirnya keturunan yang nantinya diharapkan menjadi jundi dan jundiyah dakwah fi sabilillah, bahkan menjadi syahid dan syahidah di jalan jihad..
Saya sendiri, menginginkan, dan semoga Allah meng-ijabah-nya, di masa depan akan memiliki anak yang banyak. Tentu, ini akan kembali kepada kesanggupan kami berdua (suami dan isteri), dan tugas terberat sepertinya akan tertumpuk pada pundak sang isteri. Oleh karena itu, meski ini adalah keinginan kuat dari pribadi saya, persetujuan dari isteri sangat penting untuk dipertimbangkan..
Keinginan dan harapan tidak selalu harus sama persis. Kita sebagai manusia hanya mampu merencanakan dan berusaha, sedangkan keputusan mutlak ada di Allah ta’ala. Jika anak banyak itu memang diamanahkan kepada kita, insya Allah kekuatan dan keikhlasan akan terpadu, untuk memberikan yang terbaik kepada anak, dan menjaga amanah itu agar sesuai dengan keridho’an dari-Nya..
Tak hanya bahagia yang kita bayangkan. Kemungkinan buruk di masa depan juga senantiasa kita sadari sejak awal. Bagaimana jika ternyata Allah menguji kita dengan sulit hamil. Kita memang tidak pernah menginginkannya, tapi apakah keikhlasan dalam berjuang itu akan luntur seketika, ketika Allah sedikit memberi cobaan kepada kita?..
Saya menemui ada ikhwah yang tulus ikhlas berjuang dalam jama’ah ini, dan sampai di usia pernikahannya yang mencapai 10 tahun itu, belum juga dikaruniai seorang anak. Apakah mereka bersedih? Mungkin saja ia, tapi mereka sama sekali tidak pernah putus asa. Bagi saya, ini adalah sebuah ibrah yang begitu luar biasa. Kemungkinan buruk itu akan selalu ada, dan tugas kita adalah saling mengingatkan dan saling menguatkan bahwa putus asa dari rahmat Allah bukanlah karakter manusia beriman, apalagi ia yang mengaku diri sebagai aktivis dakwah..
Kesadaran diri kita harus selalu dikembalikan kepada niat awalnya. Kita menikah di jalan Allah, adalah untuk dakwah. Kita aktif berlelah-lelah bersama ikhwah, juga atas niat dakwah kepada ummat. Lagipula, di sinilah insya Allah titik tolak kita untuk melejitkan potensi diri, guna naik level lebih tinggi dari level berikutnya. Cobaan itu adalah ukuran bagi sempurna atau tidaknya iman seseorang. Oleh karenanya, cobaan itu perlu untuk menguji orang-orang yang mengaku dirinya beriman..
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
(Q.S Al ‘Ankabuut: 2-3)
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
@Kembang Janggut, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Selasa siang, 18 Rabiul Akhir 1435 H/18Februari 2014 pukul 11.33 wita
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Ahad, 27 Juli 2014 pukul 08.00wita
—
Keterangan: Artikel ini termasuk rangkaian cuplikan narasi dalam Buku “Kado Cinta 4 Isteri Sholihah” yang dihadiahkan sebagai mahar kepada Sang Isteri Tercinta [Iis Syarifah Latif] yang kami telah melaksanakan akad nikah pada tanggal 30 Mei 2014.