Perpaduan Dua Jawa*

Sumber: Koleksi Pribadi

Silaturahim Keluarga Bandung ke Bancar. Sumber: Koleksi Pribadi

#Perpaduan Dua Jawa*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Ini merupakan pengalaman pertama keluarga besar saya untuk mendapatkan tamu dari daerah luar yang cukup jauh. Maklumlah, anak-anak dari orang tua saya hanya berada di sekitaran Jawa Timur saja. Terjauh adalah Kanda Muhamad Yusuf yang beristerikan orang Pasuruan, sekitar dua jam dari Kota Surabaya. Selebihnya masih di dalam area Kabupaten Tuban dan Bojonegoro saja..

Saya? Karena semenjak usia SMP telah merantau ke kota tetangga Kabupaten, menjadi keranjinganto be anak rantau”. Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta menjadi tempat rantauan selanjutnya. Tak punya sanak saudara, tapi begitu bersemangat menjalaninya. Tak cukup sampai di situ, perantauan berlanjut ke Kota Kembang, tempat menuntut ilmu hingga empat tahun lamanya..

Empat tahun di Kota yang juga memiliki julukan Paris van Java itu menjadikan saya memiliki kesan dan kecintaan tersendiri terhadapnya. Saya rasa, telah menemukan kedamaian dan kecocokan terhadap kota ini. Itulah mengapa, saya telah bercita-cita untuk tinggal dan meneruskan keturunan di Kota Bandung..

Bandung adalah perpaduan hidup yang serba ada, tapi tetap sederhana. Kemajuan peradaban berbanding lurus dengan kerusakan moral, itulah tantangannya. Penumpukan kekuasaan dan harta benda, bersanding dengan kemiskinan dan kekumuhan, itulah ujiannya. Kader-kader dakwah di Bandung dituntut untuk menjadi seseorang yang ahli dalam bidangnya, tetap sederhana, namun visioner dalam merancang peradaban di masa depan, itulah asyiknya.. ^^

Mari kembali pada topik awal pembicaraan kita. Hari ini, Ahad 09 Februari 2014 dan sampai dengan esok sore, Senin 10 Februari 2014, di rumah Bancar penuh dengan anggota keluarga. Datangnya seluruh saudara-saudara saya adalah dalam rangka menyambut kedatangan keluarga akhwat dari Bandung, yang insya Allah akan menjadi anggota keluarga besar saya..

Datanglah dari Bandung yaitu Ukh Iis, Bu Yati, Pak Dida dan juga Kakek (ayah dari Pak Dida). Kemudian dari saudara-saudara saya ada Mas Wahib beserta isteri dan ketiga anaknya yang datang dari Rengel-Tuban. Hadir pula Mas Yusuf beserta isteri dan anaknya, jauh-jauh datang dari Kota Pasuruan, sekitar 6 jam dari rumah Bancar. Kemudian Mba Eni beserta ketiga anaknya, datang dari Kota Bojonegoro. Dan terakhir, ada Mas Irhamni beserta isterinya yang tinggal tak jauh dari rumah Pa’e&Ma’e..

Pertemuan itu kali pertama terjadi di Stasiun Kota Bojonegoro. Kebetulan keluarga dari Bandung berangkat dengan transportasi umum kereta api Harina jurusan Bandung-Surabaya. Sampai di Bojonegoro pukul 09.30 wib, langsung dijemput oleh Mas Yusuf dan berangkat ke Bancar. Kali ini, iring-iringan dengan dua mobil, dimana mobil yang satu dikendarai oleh Mas Yusuf, dan mobil satunya dikendarai sendiri oleh Mba Eni..

Berdasarkan kabar dari Bu Yati, rombongan sampai di rumah Bancar sekitar pukul 11.30wib. Dilanjutkan dengan perkenalan masing-masing anggota keluarga dan beberapa pembicaraan ringan terkait pelaksanaan akad nikah dan juga walimatul ursy-nya..

Alhamdulillah. Masing-masing anggota keluarga saling mengakrabkan diri satu sama lain. Itulah yang terpenting, karena agenda kali ini memang merupakan agenda silaturahim dan saling mengeratkan tali ikatan kekeluargaan. Menurut keluarga Bancar, memang ada yang kurang, karena saya tidak dapat menghadirkan raga bersama-sama mereka. Tapi, insya Allah semuanya berjalan lancar dengan penuh keberkahan, karena proses yang kami jalankan bukanlah seperti manusia kebanyakan, dimana aktivitas pacaran dijadikan acuan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Sedangkan kami, bertatap muka saja hanya sekali, dan seterusnya, diserahkan kepada Allah saja, kemantapan hati itu datangnya dari Rabbul Izzati. Insya Allah..

Unik dan pengalaman baru. Di satu sisi, Pa’e dan Ma’e tidak begitu pede untuk berbicara dalam bahasa Indonesia, serta tak paham bahasa Sunda. Begitu pula sebaliknya, keluarga dari Bandung tak dapat mengerti bahasa Jawa, dan terpaksa komunikasi dilakukan dengan bahasa Indonesia, dimana Pa’e dan Ma’e masih malu-malu dalam menggunakannya..

Cerita lain datangnya dari Mbok Kasmu, yang merupakan Bu Dhe bukan dari ikatan darah keluarga, melainkan hanya karena kedekatan sewaktu beberapa anaknya Ma’e masih usia balita hingga SD, termasuk diri saya juga. Cerita ini saya dapatkan dari Mbok Kasmu sendiri yang berbicara melalui telfon di sore hari tadi. Beliau mengemukakan atas kegembiraannya bahwa wanita yang saya pilih untuk menjadi pendamping hidup begitu anggun, terlihat dewasa, dan tentu saja karena tata cara berpakaiannya beda dengan remaja kebanyakan. Dan ketika beliau tanya kepada sang akhwat, dimana dan kapan bertemu dengan mas Joko? Jawabannya hanya bertemu selama dua kali dalam hidup, tapi kemudian dimantapkan untuk berlanjut pada jenjang pernikahan. Alhamdulillah.. ^_^

Kemudian hal penting lainnya yang tidak boleh dilupakan adalah terkait dengan peleburan cara pandang terhadap perilaku keber-agama-an. Dimana keluarga di Bandung telah tercelup dalam nikmat Tarbiyah sekian lama, tapi keluarga Bancar belum ada yang paham mengenai jama’ah dakwah bernama Tarbiyah, kecuali saya sendiri saja. Insya Allah, misi besar berikutnya adalah untuk memfutuhkan seluruh anggota keluarga besar dari Bancar, agar memahami agama Islam ini secara lurus. Bukan pekerjaan mudah dan instan, tapi insya Allah masih terukur dan bisa tercapai di masa depan nanti..

Cover 18 Mar 2014 - CopyYa, meski hanya mampu mendengarkan ceritanya dari jauh. Tapi saya dapat merasakan kebahagiaan diantara kedua keluarga besar. Perpaduan unik Dua Jawa, yakni Jawa Barat dan Jawa Timur. Semoga dapat menjadi model ideal atas keluarga muslim yang didambakan. Perjalanan ini memang masih sangat awal, dan begitu panjang. Syukur berbalut optimis, dan semoga semuanya akan dipermudah oleh Allah azza wajalla..

Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah

@Kembang Janggut, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Ahad malam, 10 Rabiul Akhir 1435 H/09Februari 2014 pukul 22.21 wita

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Sabtu, 26 Juli 2014 pukul 08.00wita

Keterangan: Artikel ini termasuk rangkaian cuplikan narasi dalam Buku “Kado Cinta 4 Isteri Sholihah” yang dihadiahkan sebagai mahar kepada Sang Isteri Tercinta [Iis Syarifah Latif] yang kami telah melaksanakan akad nikah pada tanggal 30 Mei 2014.

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: