Tidak Putus Karena Berkeluarga*

Tidak Putus Karena Berkeluarga*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Mendengarkan beberapa file ceramah mp3 hasil mendownload dari Tatsqif.com membuat saya menulis artikel ini. Pembicaraan dalam ceramah tersebut terkait dengan kontribusi dakwah yang semakin melemah pasca menikah..

Secara teori, tentu saya sangat menolak hal tersebut, karena teori yang saya pahami adalah sebuah pernikahan merupakan awal untuk melejitkan potensi diri, terutama terkait kontribusi dakwah kita dalam jamaah ini. Namun celakanya, apa yang disampaikan dalam judul ceramah tersebut tidak terbatas pada teori saja, karena sudah ada dan terjadi dalam kehidupan nyata, beberapa orang ikhwah yang jatuh berguguran, dan produktifitas dakwahnya menjadi melemah pasca pernikahan. Inilah mengapa saya tertarik untuk mendengarkan beberapa file-file ceramah lainnya dengan tema yang sama, dari awal sampai akhir acara..

Dari pengalaman tersebut, saya menjadi tergerak untuk membuat catatan pribadi. Saya yang masih hijau di rimba dakwah Tarbiyah, akankah menjadi salah seorang yang berguguran pasca menikah yang insya Allah tidak lama lagi ini? Saya cukup merenung keras untuk memikirkan kekhawatiran yang terus menggelayut di dalam diri..

Saya kemudian agak tenang ketika mengingat pribadi calon isteri. Basic pesantren sejak usia SMP dan SMA, yang dilanjutkan dalam aktivitas LDK dan KAMMI, menjadi nilai plus tersendiri yang dapat menenangkan hati yang tengah gundah gulana. Saya tidak pernah memikirkan bahwa ia seorang akhwat yang sempurna, namun dengan bekal basic ke-Islam-an yang insya Allah kuat, akan mampu menopang ke-futur-an yang kerap kali menimpa diri..

Pada dasarnya, saya tidak pernah mempergunakan objek orang lain sebagai media untuk membangkitkan semangat di dalam diri, ketika futur itu menyertai. Metode yang saya gunakan ketika futur adalah dengan memperbanyak bacaan, menambah lembar tilawah, hadir dalam banyak kajian, dan semua itu memang saya lakukan dengan “terpaksa”. Sebuah keterpaksaan yang saya rasakan karena tengah berada dalam kondisi futur. Dan ternyata ini sukses, karena keterpaksaan tersebut lambat laun berubah menjadi kegembiraan, dan pada akhirnya semangat kembali menyala jauh dari dalam lubuk hati..

Ini merupakan tantangan yang harus dihadapi. Ketika ikrar hidup berdua telah dilafalkan, dakwah harus semakin mendapatkan jalan terangnya. Dua potensi diri disatukan dalam satu ikatan kuat yang berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam, bahwa kita telah menyempurnakan separuh agama, dan menyempurnakan yang separuhnya dengan ketakwaan kepada-Nya..

Kasus nyata di lapangan. Kekendoran peran dakwah setelah menikah disebabkan oleh banyak faktor. Namun faktor yang paling nampak adalah karena terlalu sibuk mencari nafkah untuk memenuhi hajat keluarga barunya, juga terlalu repotnya mengurus anak dan juga rumah tangganya. Beberapa alasan tersebut menjadi primadona dalam menggugurkan peranan dakwah setelah menikah..

Tentu saja, hal-hal seperti ini harus mendapatkan perhatian lebih agar kita sebagai bagian dari aktivis dakwah juga tidak menjadi salah satu yang berguguran di jalan-Nya. Pertama sekali harus dibangun, bahwa keluarga yang baru saja dimulai tersebut, dilandaskan pada komitmen dan cita-cita sebagai keluarga dakwah. Kemudian, segala kesibukan urusan rumah tangga, harus dibagi bebannya berdua, sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Seorang suami tidak boleh anti mencuci, belanja, dan membersihkan lantai maupun kamar mandi. Seorang isteri juga tidak gengsi ketika harus memijit badan suaminya yang pegal akibat aktivitas pekerjaan sehari-hari. Semuanya dapat dibicarakan, dikompromikan, dan dibagi bebannya bersama-sama. Sungguh, inilah salah satu keindahan dalam rumah tangga yang belum pernah kita rasakan sebelumnya..

Pernikahan juga layaknya mampu mengukuhkan hubungan dengan sesama aktivis dakwah lainnya, menjadikan ikatannya semakin erat yang berimplikasi pada curahan kontribusi yang semakin besar pula..

Mungkin saya akan pergi jauh 30 hari di tengah hutan untuk menjemput sumber rizki. Tapi ketahuilah bukan kondisi semacam ini yang ingin saya pertahankan. Ini hanyalah satu episode dari banyaknya chapter kehidupan yang harus terlalui, mencicipinya sebagai satu pengalaman baru yang tidak terlupakan, bahwa beberapa medan kehidupan telah kita lalui bersama, apakah itu pengalaman manis dan menyenangkan, ataukah pengalaman pahit dan asam yang tidak mengenakkan. Insya Allah pengalaman-pengalaman ini akan membuat kita semakin kuat. Semakin matang bahwa kontribusi kita berarti bagi jamaah..

Cover 18 Mar 2014 - CopyDengan demikian. Keluarga baru kita tidak akan terputus dengan tali dakwah. Bahkan kita akan memperkuatnya, dengan segala potensi yang terendap di dalam diri. Maka, jadilah bidadari duniaku, yang selalu menyemangati dan mengingatkan, bahwa bukan kemapanan keluarga sendiri yang kita kejar, melainkan kebermanfaatan keluarga kita pada jamaah ini dan masyarakat secara luas. Bismillah… Dengan menyebut nama Allah kita optimis melangkah ke depan, bersama, dan berdua.. 🙂

Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah

Kembang Janggut-Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Kamis, 14 Rabiul Awal 1435 H/16 Januari 2014 pukul 11.23 wita

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Rabu, 23 Juli 2014 pukul 08.00wita

Keterangan: Artikel ini termasuk rangkaian cuplikan narasi dalam Buku “Kado Cinta 4 Isteri Sholihah” yang dihadiahkan sebagai mahar kepada Sang Isteri Tercinta [Iis Syarifah Latif] yang kami telah melaksanakan akad nikah pada tanggal 30 Mei 2014.

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: