Pertemuan itu di Jalan Dakwah*

02 Story Taaruf-Walimah Joko-Iis

Pertemuan itu di Jalan Dakwah*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Segala puja dan puji syukur memang hanya patut kita tujukan saja ke hadirat Allah azza wa jalla atas segala rahmat dan nikmat yang begitu luar biasa dicurahlimpahkan kepada diri kita. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, kepada keluarganya, para sahabat, tabi’it dan tabi’in dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya di akhir zaman..

Pertemuan ini bukanlah sebuah pertemanan biasa, bukan pula agenda organisasi maupun kegiatan pekerjaan. Pertemuan ini merupakan pertemuan di tengah arus dakwah yang mengalir cepat dan penuh berkah, insya Allah..

Secara naluriah, akan tiba pada saatnya, dimana seseorang merasa kesendirian menjadi sebuah “siksa” yang merana. Fitrahnya mengatakan bahwa dirinya butuh teman untuk mengarungi kerasnya hidup ini. Sungguh “keras” bagi mereka para pengejar dunia. Namun sebagai aktivis dakwah, kita memaknai dunia sebagai arena juang untuk mendapatkan kemuliaan, berada pada posisi tinggi di sisi Allah melebihi posisi para malaikat-Nya..

Membutuhkan teman hidup, ini adalah sebuah fitrah. Tapi jika diwujudkan dengan aktivitas pacaran yang lebih banyak mendekati zina dan perilaku zina tersebut, akan berbuah dosa dan murka dari-Nya. Maka, jalan satu-satunya adalah melanggengkan ikatan hati dua insan tersebut dengan akad nikah..

Mulianya Islam. Agama yang tak dapat dikalahkan oleh agama lain ini menuntun kita untuk memperhatikan kriteria calon isteri/suami yang baik, menjalani prosesnya secara baik, istiqomah dalam kebaikan tersebut, dan berharap ridho Allah tercurahkan kepada keduanya. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia” (Muttafaq Alaihi)..

Pengarahan dari Rasulullah di atas dapat kita maknai bahwa generasi umat Islam ini memang harus dibangun dengan landasan iman, ilmu dan amal. Dan salah satu amal terbaik adalah menikahi wanita baik-baik yang bagus pemahaman agamanya. Apalagi telah jelas bahwa seorang akhwat nantinya akan melahirkan anak sebagai penerus estafeta gerakan dakwah, kemudian mendidiknya dengan celupan fikrah Islami, dan mengantarkannya menjadi seorang mujahid sejati. Siapakah yang tega anaknya mati terbunuh di pertempuran, namun sahabiyah Asma’ dengan tegas mencela putranya yang istirahat dari jihad, bukan karena beliau kejam, melainkan karena keimanan kuatnya yang tak pernah ragu bahwa balasan mati syahid adalah surga yang mulia, jannah..

Pertemuan ini merupakan pertemuan di tengah hiruk pikuk aktivitas dakwah. Sepasang anak manusia yang berusaha menjaga dirinya. Menjalani proses terbaik untuk menjemput jodohnya tanpa melalui aktivitas yang mengundang murka-Nya. Maka, ta’aruf dipilih sebagai proses awal untuk mengawali segalanya. Bahkan sebelum ta’aruf, telah terjadi tukar menukar biodata yang difasilitasi oleh murobbi/murobbiyah nya masing-masing..

Hal ini adalah sebuah pilihan sadar dan sikap penuh kehati-hatian. Siapa yang berpikir bahwa pernikahan adalah suatu hal yang main-main, sebentar dan tidak langgeng? Tentu tidak ada yang berpikir demikian. Karena sekali lafaz sakinah itu diikrarkan, maka berharaplah bahagia di dunia hingga di akhirat kelak, betul? Insya Allah..

Oleh karenanya, pertemuan ini merupakan pertemuan di jalan dakwah. Bagaimana bisa kita bisa memahaminya ketika diri kita enggan menyandarkan pengaturan Allah kepada hamba-Nya. Sebagian besar manusia lebih memilih naluri syahwat yang menjerumuskan ke lembah dosa daripada kehati-hatian sikap dalam menentukan langkah, meskipun harus “sedikit” menahan gemuruh rasa yang menyeruak dari dalam dada..

Pertemuan tersebut hanya terjadi sekali dalam seumur hidup keduanya, tak lebih dari dua jam lamanya. Namun dari pertemuan yang didampingi orang tua akhwat tersebut, melahirkan sikap bulat dari sang ikhwan dan yakin atas istiqoroh sebelumnya, bahwa proses harus dilanjutkan. Yakni memintanya menjadi pendamping hidup sejati, khitbah (lamaran) akan menjadi jalan di proses berikutnya. Sang akhwat pun tersipu malu, tak sanggup ia nyatakan saat itu juga. Dan baru keesokan harinya lah, jawaban itu terlontar dengan jelas, yaitu sang akhwat siap dan berlapang dada untuk dilamar oleh sang ikhwan..

Subhanallah.. Begitu indah Islam mengaturnya. Hanya terjadi dalam dua hari saja, Senin dan Selasa, 23-24 Desember 2013 di Kota Paris van Java, satu hari (yang faktanya tak lebih dari dua jam) waktu ta’aruf dan satu hari penentuan teknis khitbah (lamaran). Sebuah jalan untuk menggenapkan separuh agama yang begitu mudah..

Cukup dini dan penuh resiko, begitulah kira-kira kalimat yang keluar bagi orang awam untuk memaknai proses yang paling “aman” ini. Fakta yang terjadi adalah satu kali saling bertemu (dalam seumur hidup) dan bertanya jawab di hadapan murobbi dan kedua orang tuanya dengan sesekali melemparkan beberapa detik pandangan dengan sipu malu, dan memilih untuk lebih banyak menundukkan pandangan. Tapi ternyata, perkenalannya tidak hanya di situ saja, melainkan telah terjadi dalam waktu yang cukup panjang melalui tarbiyah (pembinaan)..

Tarbiyah mampu menjadi jaminan bagi keduanya untuk saling tsiqoh (percaya), begitu pula dengan kedua orang tuanya. Tarbiyah mampu membentuk mereka menjadi satu fikrah, satu visi dan misi dakwah, satu pandangan dalam memaknai perbedaan, serta menyadari potensi kualitas diri yang akan terus melesat pasca pernikahan berlangsung. Ya, dan pada akhirnya, pertemuan beberapa kali itu, terasa sudah menjadi pertemuan kesekian puluh kalinya, serasa telah menjadi keluarga, sebelum sebelumnya juga memang telah merasa satu keluarga di dalam jama’ah dakwah Tarbiyah..

Hal seperti ini, jelas-jelas bukan ashobiyah atau kecintaan berlebihan terhadap organisasi. Namun tetap ada saja, satu atau dua gelintir manusia yang tetap berpikiran buruk atas proses mulia ini. Tapi mungkin memang demikianlah peran yang dimainkan olehnya. Tidak perlu diambil pusing, karena tugas kita adalah terus bekerja, beramal, dengan landasan ilmu dan iman, mewujudkannya dengan cinta, sehingga dapat melahirkan harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara..

Pada saatnya nanti, Anda akan juga mengalaminya, sebuah pertemuan di jalan dakwah, yang begitu indah, dan cukup susah untuk diungkapkan dengan batasan kata-kata. Maka, narasi singkat ini, tidaklah lebih luar biasa daripada kenyataan yang terjadi. Karenanya, jadilah bagian dari cerita indah di jalan dakwah. Dan mari bersama-sama meneruskan estafet dakwah, hingga daulah Islam tegak di muka bumi, ternaungi oleh Khilafah Islamiyah yang akan menjadi ustadziyatul alam, alias soko guru peradaban dunia. Sebuah peradaban maju secara tingkat intelektual dan teknologi, dengan mematuhi aturan Islam secara kaffah. Allahu Akbar..!

Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah

Kampung Padi, Dago Pojok-Kota Paris van Java (Bandung), Provinsi Jawa Barat
Kamis dini hari di waktu sepertiga malam terakhir, 26 Desember 2013 pukul 03.30 wib

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Rabu, 16 Juli 2014 pukul 08.00wita

Keterangan: Artikel ini termasuk rangkaian cuplikan narasi dalam Buku “Kado Cinta 4 Isteri Sholihah” yang dihadiahkan sebagai mahar kepada Sang Isteri Tercinta [Iis Syarifah Latif] yang kami telah melaksanakan akad nikah pada tanggal 30 Mei 2014.

00 Story Taaruf-Walimah Joko-Iis

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: