Meninjau Ulang Makna Bahagia*

Meninjau Ulang Makna Bahagia*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Hal apa kira-kira yang dapat membuat hidup kita menjadi bahagia? Mungkin rumah yang mewah, kendaraan yang bagus, atau juga uang yang melimpah. Jawaban ini saya pastikan menjadi jawaban paling favorit diantara kita semuanya. Memang tidak semua, tapi saya pikir kebanyakan dari kita akan berpendapat demikian akibat dari keseharian hidup yang semakin mendewakan materi sebagai penentu bahagia dan sengsara..
Jikalau hendak menuruti nafsu kelimpahan materi tersebut, sepertinya hanya akan ada sedikit sekali orang yang bahagia di dunia ini, tak terkecuali Anda dan juga diri saya pribadi. Tapi inilah wujud kasih sayang Tuhan Alam Semesta beserta seluruh isinya kepada umat manusia, bahwa kebahagiaan itu bisa didapatkan dari hal-hal yang cukup sederhana..
Bertemu dengan orang yang kita kasihi atau sayangi, akan memunculkan perasaan bahagia. Mendapat balasan senyuman dari orang yang kita kasihi, juga akan menimbulkan perasaan bahagia. Menjadi juara kelas hingga tingkat sekolah, membuat diri kita bahagia, dan berbagai macam hal-hal sederhana lainnya. Sebuah aktivitas biasa, namun dapat mewujudnyatakan bahagia menyeruak di dalam dada dan jiwa. Bahkan ajaibnya, mampu memberi sesuatu kepada orang, juga menciptakan rasa bahagia yang tak terkira, subhanallah.. 🙂
Dengan pemahaman ini, maka kita tak lagi harus bersusah payah untuk menjemput hidup bahagia. Maka, yang perlu diubah pertama kalinya adalah pada mindset atau cara berpikir dan cara pandang diri kita. Tak harus menunggu kaya untuk memberi, tak harus menunggu jadi sarjana dengan nilai cumlaude untuk mengajarkan ilmu, tak perlu menunggu sampai menjadi ulama untuk berbagi ilmu agama, dan berbagai hal mudah lainnya. Jika mindset telah terpasang secara benar, maka benarlah tindak laku berikutnya..
Juga perlu diingat, bahwa ketika diri kita tak mampu untuk menemukan rasa bahagia, mungkin saja kita tengah jauh dari-Nya, jauh dari Rabb tercinta, hingga hati pun terasa gersang dan tak tentu arah untuk menemukan bahagia. Efek berikutnya adalah hati menjadi kalut, dan tak mempu mendefinisikan arti bahagia dalam konteks yang nyata. Semua ada di alam angan semata, yang tak terwujudkan dalam realita..
Hidup pun menjadi hambar, semangat juang telah lari hengkang, rasa bahagia juga rasanya telah hilang melayang. Maka, saya mengajak kita semuanya untuk kembali mengingat tujuan kita hidup di dunia. Di dalam Al Qur’anul Kariim, Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”(Q.S Adz Dzaariyat, 51:56). Inilah fitrah hidup yang akan membawa kita pada kesejatian bahagia. Yakni, penyembahan dan pengabdian kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, akan berbuah bahagia yang hakiki..
Dari ayat tersebut, kita menjadi sadar, bahwa dalam hidup ini kita memiliki visi dan misi yang jelas, dan akan mampu mengantarkan kita kepada jalan menuju bahagia. Harta yang berkah, rumah dan kendaraan yang agak mewah, jabatan dan kedudukan yang “alhamdulillah”, adalah efek kecil atas penghambaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala. Efek berikutnya, materi harta dan kekayaan menjadi tidak terlalu penting, karena sebab kebahagiaan telah tertemukan di sepertiga-sepertiga malam, sudut-sudut masjid, dan majlis-majlis ilmu..
Bahkan, kebahagiaan tertinggi adalah dengan termanfaatkannya diri kita untuk dapat memberikan kontribusi nyata terhadap saudara-saudara kita di belahan bumi lainnya, terhadap manusia-manusia lain yang ada di seluruh penjuru dunia. Landasan untuk bahagia adalah dari iman, ilmu, amal dan dibalut ukhuwwah fi sabilillah..
Jadi, kita usir saja rasa ketakutan dan kesengsaraan yang menerpa diri, karena bahagia itu amatlah dekat. Mari memilih bahagia karena kedekatan kita dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, daripada rasa gelisah dan sempit karena ulah syaitan yang menghalang-halangi jalan manusia menuju Tuhannya..
“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sesak dada dan gelisah, dan aku berlindung pada-Mu dari kelemahan dan kemalasan; dan aku berlindung pada-Mu dari sifat pengecut dan kikir; dan aku berlindung pada-Mu dari dilingkupi hutang dan dominasi manusia” (HR. Abu Dawud)
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Kembang Janggut-Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Rabu siang, 25 Jumadil Awal 1435 H/27 Maret 2014 pukul 11.30 wita
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Kamis, 17 April 2014 pukul 08.00wita