Merindu Hutan Hijauku*

Merindu Hutan Hijauku*

*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman

Bila Hutan yang hijau telah gersang // Bila kicau burung hanya terkurung

Bila bening sungai berganti kelam // Bila nyanyian alam menjadi hilang

Kemana kita harus pergi // Dimana kita kan mencari

Kerusakan di muka bumi karena tangan-tangan manusia lah semata

Dan manusia layak akan merasakan akibatnya let’s start care and love mother nature

Bila mentari tertutup asap hitam // Bila udara tak lagi menyegarkan

Bila kehidupan tak perdulikan alam // Bila semua hanyalah keegoisan

Kemana kita harus pergi // Dimana kita kan mencari

Apakah kesadaran kita baru terjaga // Ketika kekuatan alam telah terlalu dan bencana

Segeralah berbenah di waktu yang tersisa

Lirik nasyid di atas sungguh menggugah kesadaran saya yang saat ini kebetulan mendapatkan amanah untuk bekerja di Perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di salah satu wilayah di Kalimantan Timur. Kekayaan Hutan Indonesia, memang baru saya temui di Kalimantan ini. Meskipun, pada kenyataannya saya pun juga harus mengelus dada atas hutan  yang sudah tak lagi hijau..

Hutan-hutan di Kalimantan Timur ini sepertinya sudah dimanfaatkan untuk kepentingan negara dan juga masyarakat sejak masa dekade pertama kemerdekaan. Meski, mungkin saja para kolonial waktu itu juga memanfaatkan kayu hutan, tapi tidak sehebat masa-masa pasca kemerdekaan kita dimana banyak perusahaan pemerintah maupun swasta yang memanfaatkan hutan secara berlebihan. Akibatnya, seperti lirik di atas, sungai tak lagi bening dan menyegarkan, dan menjadikan nyanyian alam kembali hilang..

Pemanfaatan area hutan secara berlebihan ini adalah dengan diizinkannya banyak perusahaan untuk membuka aktivitasnya dengan jalan membersihkan hutan dan kemudian dialihkan menjadi kebun sawit, tambang batu-bara dan juga Hutan Tanaman Industri. Pada awalnya, tidak ada yang salah dengan berdirinya perusahaan-perusahaan pemanfaatan area hutan tersebut, tapi jika kewenangan tersebut dipergunakan secara berlebihan, maka alam lah yang pada akhirnya menjadi korban..

Masyarakat lokal selalu saja dipergunakan sebagai tameng dan argumentasi paling ampuh untuk membenarkan pembukaan area-area hutan Kalimantan ini. Hipotesanya adalah dengan adanya perusahaan di sekitar masyarkat, maka akan memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan taraf kesejahteraan hidup warganya. Lalu untuk pemenuhan target ini, maka alam pun tak lagi dijadikan sahabat, karena ia hanya menjadi objek pemuasan manusia-manusia itu sendiri..

Memang benar, pada akhirnya alam ada untuk memenuhi hajat hidup manusia, tapi tidak sadarkah bahwa manusia-manusia berikutnya alias anak cucu kita juga membutuhkan alam yang asri untuk dapat lebih mencintai tanah kelahirannya yang dapat memenuhi kebutuhan hajat hidupnya tersebut. Manusia menjadi egois ketika dihadapkan pada kekayaan materi, kemudian lupa dengan generasi-generasi di bawahnya..

Berbicara mengenai hijaunya hutan, tidak cukup berhenti dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat semata. Namun, ia akan berbicara tentang generasi di masa depan, dan juga penyediaan oksigen yang kebanyakan telah terkotori oleh polusi kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik dari dunia industri..

Meninggalkan area hijau yang hanya terbatas pada kawasan hutan lindung saja tidak akan cukup. Terlalu banyak pengorbanan yang kita berikan hanya untuk memenuhi nafsu pengusaha yang pada hakikatnya memusnahkan eksistensi hutan alam di negeri kita tercinta. Bagaimana nasib satwa dan flora kita? Kejernihan air yang kemudian bercampur limbah? Perubahan gaya hidup hedonis pada masyarakat desa? Dan berbagai dampak negatif lainnya..

Berbicara tentang kemodernan hidup tidak mesti harus menghilangkah nilai asli dari penduduk setempat. Berkaca dari pengalaman yang ada, keluhuran warga lokal di area desa hutan sudah tak lagi mengagumkan seperti pada awalnya. Kebanyakan dari mereka telah berpikir pragmatis, yang penting saya dapat untung dari perusahaan, dan tidak lagi perduli dengan kerusakan hutan jangka panjang. Masyarakat telah digiring dalam gaya hidup ke-Barat-an dan lupa dengan generasi anak cucunya..

Hutan yang hijau penuh dengan flora dan fauna asli Indonesia, entahlah dimana lagi dapat kutemui. Karena di Kalimantan Timur ini, hanya tinggal sedikit sekali hutan asli yang masih belum terjamah oleh tangan-tangan rusak manusia. Saya tidak dapat membayangkan, bagaimana kondisi hutan Indonesia di tahun 2050 jika kondisi seperti ini terus dibiarkan..

Di akhir paragraf, saya hanya ingin mengungkapkan tentang kerinduan pada hutan hijau nan lebat, sehingga negeri super kaya alam ini layak disebut sebagai paru-paru dunia. Saya rindu, namun belum memiliki jalan untuk mengobati rasa kerinduan tersebut. Semoga, masih ada jalan..

Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah

Kembang Janggut-Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Ahad siang, 30 Rabiul Akhir 1435 H/02 Maret 2014 pukul 12.01 wita

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Rabu, 02 April 2014 pukul 08.00wita

Comments
2 Responses to “Merindu Hutan Hijauku*”
  1. lazione budy says:

    hijau sejuk, asri.
    kangen kampung…

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: