Cerdas Memaknai Bencana*
Cerdas Memaknai Bencana*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Masih lekat dalam ingatan, belum lama ini bencana Banjir melanda Jakarta Raya. Lalu disusul dengan erupsi Gunung Sinabung di Sumatera. Cobaan itu penuh derita dan pahit rasanya, apalagi bagi masyarakat miskin yang memang kehidupan kesehariannya telah ditempat kehimpitan dan serta kekurangan..
Dan baru pada hari Kamis malam kemarin, tepatnya tanggal 13 Februari 2014 malam hingga keesokan harinya Jum’at, 14 Februari 2014 terjadi erupsi Gunung Kelud di Jawa Timur yang dentumannya hingga sampai ke Jogjakarta. Tak hanya dentuman yang menghebohkan warga, namun abu vulkaniknya juga menutupi kota-kota di sekitarnya seperti Jogjakarta, Bojonegoro, Madiun, Tulungagung, Surabaya, Pasuruan, bahkan hingga sampai ke Kota Bandung-Jawa Barat..
Di satu sisi kita memang patut berduka, namun di sisi lainnya kita juga patut sedikit menampakkan senyuman karena perilaku ikut-ikutan remaja di Indonesia yang memperingati tanggal 14 Februari sebagai hari Valentine, urung mereka lakukan. Stasiun televisi juga masih memiliki “hati” yang jernih untuk tidak mengumbar promosinya tentang “Hari Valentine”, karena warga sekitar Gunung Kelud tengah berduka dalam kesedihan yang mendalam..
Kesadaran akan terjadinya bencana seharusnya dapat kita sadari sejak awal. Sedari kita belajar di sekolah tentang kondisi geografis sebagian besar wilayah Indonesia yang berada pada lengkung cincin gunung berapi (ring of fire) mulai dari ujung Sumatera (Aceh), Jawa, Pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara, hingga ke Pulau Sulawesi..
Nah, kesadaran ini, bukan berarti menjadikan diri kita bersikap pengecut dan rendah diri, sehingga hanya menampakkan paras ingin dikasihani. Kita lihat bahwa Negeri Jepang malah tidak kalah mengharukannya dengan wilayah kita. Wilayah yang tidak terlalu luas itu seringkali diguncang bencana gempa bumi, yang dapat meluluhlantakkan peradaban yang telah mereka bangun selama ini. Namun, dengan sikap kesatria dan penuh keoptimisan, mereka mampu bangkit dan terus membangun perabadan maju melebihi negeri-negeri lain yang sedikit mendapatkan bencana alam..
Oleh karenanya, bencana demi bencana yang sedari akhir tahun 2004 silam pada kejadian gempa bumi dan tsunami di Aceh sampai yang baru saja terjadi kemarin, patut kita maknai secara cerdas. Sebuah kecerdasan yang dapat menampilkan intelektualitas iman, intelektualitas pergerakan dan juga intelektualitas sosial..
Berikut ini beberapa cara dalam memaknai bencana yang terjadi secara cerdas:
- Mengingat mati. Sadar diri atas dosa dan maksiat serta amalan baik yang selama ini kita lakukan.
- Lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana, sesuai dengan potensi bencana di daerahnya masing-masing. Para pegiat lembaga kemanusiaan menyebutnya sebagai community awareness, sebuah kesadaran kolektif untuk sadar terhadap risiko bencana dan beberapa langkah tanggap jika terjadi bencana.
- Memacu diri untuk memepergunakan nikmat akal dan pikiran (intelektualitas) yang diberikan kepadanya, untuk memanfaatkan kemajuan teknologi yang dapat merekayasa kejadian-kejadian bencana.
Ketiga hal di atas memadukan kesadaran atas posisi diri sebagai hamba Tuhan, kemudian dibalut dengan kesadaran untuk melakukan kesiap-siagaan dalam menghadapi bencana, dan ditunjang dengan pemanfaatan teknologi masa kini guna memperkecil dampak bencana..
Atau dengan kata lain, cerdas dalam memaknai bencana adalah dengan cara seimbang dalam memaknai kejadian bencana yang melanda, satu sisi semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, di sisi lain menjadi semakin cerdas dalam pengembangan teknologi dan pembangunan kesadaran secara kolektif ketika menghadapi bencana..
Secara pribadi, saya turut berduka atas kejadian bencana di bumi-bumi Indonesia yang terdiri lebih dari 17 ribu pulau ini. Tapi kita juga harus sadar bahwa bencana tidak untuk diratapi semata. Muhasabah atas kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan terhadap bumi tempat tinggal kita, kemudian harus bangkit optimis bahwa bencana yang diberikan adalah untuk lebih mencerdaskan kita, untuk menciptakan alat-alat yang lebih modern dan mampu membantu memperkecil dampak kejadian bencana..
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Kembang Janggut-Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Sabtu pagi, 15 Rabiul Awal 1435 H/15 Februari 2014 pukul 06.40 wita
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Jum’at, 14 Maret 2014 pukul 08.00wita