Kegalauan pada Segmentasi Objek Dakwah*

Kegalauan pada Segmentasi Objek Dakwah*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Gemas. Itulah satu kata yang dapat menggambarkan atas kritik yang keluar dari diri pribadi saya sendiri, bukan mewakili organisasi ataupun jamaah. Bagaimana saya tidak menjadi gemas, ketika mendapati beberapa partner dakwah di jejaring/media sosial yang secara serampangan dan tanpa pandang bulu membombardir informasi terkait dakwah yang diusungnya, pada setiap group, pada setiap organisasi/kelompok yang memiliki akun Group di Facebook..
Pada awalnya, saya tidak terlalu mempermasalahkan ataupun mengambil pusing terhadap hal tersebut. Tapi, setelah saya mengikuti apa yang dipostingkan, dan ketika ada suatu ketidaksepakatan, komentar pun saya bubuhkan. Tapi, inilah kelemahan dari saudara saya tersebut, ia sama sekali tidak menanggapi secara serius dan ujung-ujungnya menantang untuk bertemu langsung di kampus..
Itu pengalaman saya pada saat masih ngampus dulu. Dan celakanya, karena media sosial tentunya mampu menghubungkan orang dimana saja berada, di seluruh Indonesia, bahkan dari berbagai penjuru dunia, tapi semuanya dipandang sama, ujung-ujungnya ditantang untuk debat terbuka secara offline alias bertemu secara langsung. Saya tahu debat terbuka itu baik untuk meluruskan sesuatu yang ruwet atas perdebatan di dunia maya, tapi itu juga bukan cara satu-satunya yang harus ditempuh. Ada beberapa kawan yang memang lebih enjoy untuk mengemukakan pendapat secara tertulis, daripada harus berbicara di depan umum. Di sini kita berbicara mengenai kecenderungan seseorang dalam mengemukakan pendapatnya. Jadi, tidak boleh dipukul rata kemampuan seseorang dalam berpendapat..
Dan selain cara-cara tersebut, yang menjadi kritik saya adalah bahwa setiap seseorang yang berpendapat berbeda terhadap apa yang tengah dikampanyekannya, dianggap sebagai “musuh”, bukannya malah dianggap sebagai objek dakwah potensial. Padahal, harusnya mereka dapat melihat bahwa seseorang yang masih mempergunakan bahasa sopan, santun dan rasional serta ilmiah dengan seseorang yang berpendapat dengan bahasa-bahasa kasar dan tanpa makna yang jelas..
Hal lain yang menjadi perhatian saya adalah bahwa mereka begitu bernafsu untuk memposting informasi kegiatan kelompoknya, tanpa permisi atau babibu, dan begitu saja mempostingnya. Di satu sisi, itu dinilai kurang begitu menghargai admin group, dan di sisi yang lain, ternyata postingannya juga begitu sepi peminat, terlihat dengan tidak adanya like ataupun komentar terhadap postingan tersebut. Menurut saya, ini adalah cara-cara yang sama sekali tidak efektif sama sekali. Apalagi jika postingan itu memang benar-benar tidak ada hubungannya dengan group dimana ia mem-posting berita tersebut..
Jika memang menghendaki cara demikian untuk berdakwah, saya pikir akan lebih baik untuk postingan pada setiap group, diawali dengan kalimat pembuka atau kalimat permisi terhadap admin. Misalnya, “Dear admin, mohon izin untuk mempublikasikan informasi yang semoga bermanfaat bagi masyarakat muslim yang ada di group ini. Jika berkenan, mohon ditampilkan. Atas perhatiannya, kami sampaikan ucapan terima kasih”. Terkesan formal, itu ia, tapi memang beginilah cara kita menghargai objek dakwah. Kecuali, jika group yang kita postingi adalah group dakwah yang telah kita kenal, dan sama-sama pejuang dakwah, meski beda harakah, tidak mesti seformal itu..
Maka dari itulah, perilaku yang demikian saya anggap sebagai kegalauan terhadap segmentasi objek dakwah. Kita harusnya dapat membedakan para objek dakwah yang potensial dengan objek dakwah yang memang perlu jalan panjang untuk mengajaknya ke jalan kebenaran. Hal yang perlu diingat juga adalah bahwa hidayah itu datangnya dari Allah. Kita sebagai manusia patutnya berusaha dengan mempraktikkan strategi-strategi yang terus menerus ditingkatkan. Sebab datangnya hidayah itu dari Allah, tidak lantas menjadikan kita sebagai seorang da’i yang asal-asalan dalam menyampaikan, atau bahkan secara kasar dalam menjelaskan, meskipun konten yang dibacakan adalah benar menurut Islam..
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. . . “ (Q.S Ali Imran: 159). Ayat ini adalah salah satu pengingat dari Allah, bahwa meskipun apa yang kita sampaikan adalah suatu kebenaran, namun caranya haruslah ahsan, baik dan tidak kasar..
Sebagai da’i, kita juga dituntut dalam menyampaikan risalah dakwah dengan memperhatikan tiga hal pokok pada objek dakwah, 1)Kondisi intelektual, 2)Gaya bahasa/tutur kata, dan 3)memperhatikan sosial budaya setempat. Dari ketiga hal tersebut, maka akan lahir begitu banyak strategi dalam berdakwah fi sabilillah..
Dan kalau pun, jalan yang ditempuh yang lebih disenangi adalah melalui jalur sosial media. Maka, yang harus diperhatikan adalah dengan memandang setiap orang yang kontra terhadap apa yang tengah dipostingnya, sebagai objek dakwah. Dengan demikian, dirinya akan dengan senang hati menjawab pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan dengan hujjah logis, rasional, berdasar kuat, dengan tetap memperhatikan ketiga hal pokok yang telah kita bahas di awal..
Semoga, Allah melembutkan hati-hati kita untuk berkenan menerima kritik dan saran. Bukankah saran ini untuk kebaikan? Dan marilah tetap berlomba-lomba dalam kebaikan..
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Selesai ditulis pada hari Kamis, 13 Rabiul Akhir 1435 H/13 Februari 2014 pukul 06.34 wita
Camp Rig PT. SRL di Kecamatan Kembang Janggut-Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Sabtu, 08 Maret 2014 pukul 08.00wita