Membumikan Dakwah*
Membumikan Dakwah*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Suasana kampus yang notabene tempatnya di kota memang tempat terbaik untuk melakukan dialektika terkait manhaj dakwah, tentang jalan dakwah yang ditempuh oleh beberapa harakah dakwah Islam. Di arena ini juga terdiri dari para kaum terpelajar dan berpengalaman, sehingga hujjah/pendapat yang dilontarkan tak jauh dari esensi dan mentaati norma-norma kesopanan..
Tapi hal kontras akan ditemui ketika kita pergi ke tempat pedesaan, agak terpencil, desa-desa muslim dan non muslim bersebelahan, adat istiadat dijunjung tinggi, dan orang muslim yang taat baru sebatas ibadah vertikal (ibadah ritual) dan lemah di tataran horizontal (sosial kemasyarakatan)..
Di sini, konsep-konsep peradaban yang gemilang masih sulit untuk dipahami. Kepercayaan adat masih mengikat kuat ketimbang aturan Islam yang bagi mereka masih asing terkait hukum-hukumnya. Mengaku Islam tapi enggan sholat, membangun masjid/mushola tapi dibiarkan sepi, harta bertambah banyak tapi tak mau zakat, masjid hanya ramai ketika sholat Jum’at, minuman keras dan perjudian dianggap hal lumrah meski mereka tahu itu dilarang agama, menurut mereka jadi muslim itu biasa-biasa saja, kalau pas iman naik ya jadi “alim”, tapi ketika iman turun, tidak sholat dan bermaksiat pun tidak mengapa..
Inilah tantangannya. Pekerjaan kita benar-benar harus dimulai dari tempat paling bawah dari tingkatan pemahaman seseorang yang telah melafalkan dua kalimah syahadat. Mengajari atau memberi tahu seseorang yang memang mau belajar, itu pekerjaan mudah. Masalahnya adalah ketika kita harus menyampaikan risalah kepada mereka yang enggan untuk menambah ilmu tentang Islam..
Inilah intinya. Membumikan dakwah. Ilmu Social Work menyebutnya sebagai indigenous process. Membumikan berarti mengkontekstualisasikan konsep Islam dalam kondisi kekinian, sesuai dengan tempat dan daya nalar seseorang, tanpa menghilangkan esensi dari nilai dakwah Islam yang diajarkan..
Membumikan dakwah bukanlah pekerjaan yang mudah. Karena Islam ini telah sempurna, tidak boleh ditambah dan juga tidak boleh dikurangi. Agar dapat mencapai tingkatan ini, maka kita harus belajar banyak tentang ilmu fiqh. Dalam ilmu fiqh akan didapatkan panduan ketika hendak mengkontekstualisasikan dakwah kepada masyarakat ammah, terlebih yang masih kental dengan aliran kepercayaan lokal..
Selain penyesuaian narasi konsep dakwah, membumikan dakwah juga berarti secara otomatis menjadikan pola hidup kita berubah mendekati kebiasaan masyarakat lokal. Pergaulan yang membaur namun tidak luntur, saling tolong menolong meski belum begitu kenal, peduli dan rajin menjenguk tetangga/masyarakat yang sakit, membantu meringankan beban kehidupan/lilitan hutang, memberikan pengajaran ilmu-ilmu baru terkait teknologi dan hukum masa kini, serta masih banyak lagi yang lainnya..
Membumikan dakwah juga menghendaki diri kita menjadi seseorang yang banyak tahu, serba bisa, dan dapat diandalkan. Dari sana, keteladanan akan nampak kelihatan, kekaguman lambat laun bermunculan, dan simpati akan mengalir deras bak gelombang air terjun di pegunungan. Baru kemudian, siap manuver memasukkan nilai-nilai dakwah Islam..
Jangan cepat puas, karena ini masih sangat awal. Sudah menjadi sunnah-Nya, dakwah akan selalu menemui rintangan dan tantangan yang menghadang jalan. Maka, membumikan dakwah juga berarti penyusunan desain dakwah yang sederhana, ajeg/istiqomah dan berkelanjutan..
Jadi, sudah siapkan untuk membumikan dakwah? Saya juga tengah mewujudkannya di tengah hutan, diantara pada karyawan PT. Silva Rimba Lestari dan masyarakat sekitar..
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Kembang Janggut-Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Kamis malam, 11 Shafar 1435 H/12 Desember 2013 pukul 20.33 wita
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Ahad, 05 Januari 2014 pukul 08.00wita