Pantas Jika Program CSR JOB P-PEJ Ditolak*

Pantas Jika Program CSR JOB P-PEJ Ditolak*

*Oleh Joko Setiawan, Kader KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Bojonegoro

Saya menjadi tergelitik untuk menuliskan sebuah opini ketika membaca berita yang diturunkan oleh blokBojonegoro.com pada hari Senin (04/11) yang lalu. Berita tersebut berkaitan dengan ditolaknya program Corporate Social Responsibility (CSR) Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB P-PEJ).

Peristiwa ditolaknya delapan dari 10 program CSR tersebut oleh warga Desa Sambiroto Kecamatan Kapas merupakan hal yang wajar terjadi karena perusahaan tidak mengikutsertakan masyarakat dengan prinsip aktif-partisipatif terhadap penyusunan serta pengambilan keputusannya. Memperhatikan lebih jauh terhadap delapan program yang ditawarkan oleh JOB P-PEJ itu, ternyata memang tidak standar jika diukur dengan prinsip social responsibility (tanggung jawab sosial). Cukup disayangkan ketika perusahaan level Pertamina dan Petrochina tidak mampu menerjemahkan secara jeli akan praktik CSR yang tepat guna untuk masyarakat sekitarnya.

CSR sendiri, secara teoretik dapat diterjemahkan sebagai suatu bentuk tanggung jawab moral perusahaan terhadap para strategic-stakeholder-nya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR dianggap sebagai basis teori tentang perlunya membangun hubungan harmonis antara dunia industri dengan masyarakat setempat.

Adapun delapan program yang ditawarkan JOB P-PEJ dan ditolak oleh warga Desa Sambiroto yaitu pengobatan massal, pembuatan MCK, pembuatan sumur, bedah rumah, peningkatan jalan, sarana pendidikan, Polindes, dan fogging atau pemberantasan sarang nyamuk. Menurut Sujono, Ketua BPD (Badan Permusyawarahan Desa) Sambiroto penolakan tersebut dilakukan karena kedelapan program tersebut diputuskan secara sepihak oleh JOB P-PEJ, padahal prioritas kebutuhan warga terhadap program tersebut dinilai rendah.

Terlepas dari kebijakan yang telah diambil oleh JOB P-PEJ, pihaknya seharusnya memahami mandat dari ISO 26000 yang berbicara mengenai Guidance on Social Responsibility. Meskipun, memang benar bahwa hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa ISO 26000 hanya menyediakan petunjuk (guidance) bukan panduan detil (guideline) yang harus diikuti satu per satu.

ISO 26000 menyediakan standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju. Dengan ISO 26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara: 1)mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya; 2)menyediakan pedoman tentang penerjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif; dan 3)memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.

Nah, mengingat Pertamina dan Petrochina adalah sebuah perusahaan Nasional dan Multinasional, seharusnya program CSR yang dijalankannya pun harus mengacu kepada setidaknya mencakup tujuh isu pokok yaitu: 1)pengembangan masyarakat; 2)isu konsumen; 3)praktik kegiatan institusi yang sehat; 4)lingkungan; 5)ketenagakerjaan; 6)hak asasi manusia; dan 7)tata kelola perusahaan.

Maka, untuk mendekati guidance ISO 26000, JOB P-PEJ harus mampu menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang:

  1. Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat lokal
  2. Memperhatikan kepentingan para stakeholder serta mengikutsertakannya secara aktif-partisipatif
  3. Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma/aturan internasional
  4. Terintegrasi ke seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan produk ataupun jasa

Acuan standar untuk implementasi praktik CSR yang kita ulas di atas tentu masih jauh jika dibandingkan dengan kedelapan program yang ditawarkan oleh JOB P-PEJ tersebut. Bahkan dalam kacamata awam saja kita dapat menilai seperti program pengobatan massal dan fogging adalah contoh program yang tidak ada muatan pemberdayaan dan berkelanjutannya.

Oleh karena itu, pihak manajemen JOB P-PEJ harus berupaya mempelajari lebih dalam tentang ISO 26000 yang kemudian segera beranjak untuk membuat program-program yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dan bermuatan nilai pemberdayaan (empowerment) serta berkesinambungan.

Joe KAMMI STKS Bdg 2012**Joko Setiawan, menjalani masa sekolah menengah pertama di SMPN 1 Bojonegoro (2001-2004) dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMKN 4 Bojonegoro (2004-2007) dengan program Jurusan Geologi Pertambangan. Selanjutnya, mendapatkan gelar S.ST. (Sarjana Sains Terapan) bidang Ilmu Pekerjaan Sosial (social work) dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial/STKS Bandung (2008-2012). Menjadi Ketua KAMMI STKS Bandung tahun 2012, dan pasca lulus menjadi bagian dari KAMMI Komisariat Bojonegoro dan KAMMI Komisariat Kutai Kartanegara.

*****

Ditulis di Kantor DPD Hizbul ‘Adalah wa Rafahiyah Kota Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur pada hari Sabtu, 12 Muharram 1435 H/16 November 2013

Dipublikasikan secara terjadwal dan otomatis oleh WordPress pada hari Rabu, 07 Shafar 1435 H/11 Desember 2013

NB: Tulisan ini dikirimkan dan diterbitkan pertama kali di media online blokBojonegoro.com pada pertengahan bulan November 2013

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: