Terdampar di Kota Raja*

Terdampar di Kota Raja*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Seringkali kita melupakan untuk membanggakan apa yang ada di tempat kita berpijak, padahal ia begitu mempesona, namun karena ketidaktahuan dan tanpa rasa ingin tahu yang mendalam, menjadikan emas itu sama berharganya dengan besi-besi tua. Benar-benar sebuah kerugian yang teramat besar, Kawan..
Inilah salah satu episode kehidupanku, tak dinyana, tak dikira, dan tanpa rencana, bahwa di pertengahan tahun 2013 lalu, saya bakal hijrah dari pusat Ibukota negara Indonesia yaitu DKI Jakarta, ke wilayah terpesolok dan terpencil di tengah hutan. Saya tersesat, terdampar di bumi Suku Kutai dan Dayak yang saling berdekatan. Namun keterdamparan saya ini tidak membuat sedih atau gundah gulana, melainkan sebaliknya, rasa senang, syukur dan gembira yang menyeruak di dalam dada..
Terdampar di Kota Raja,
Kota Raja, sebutan bagi Kota Tenggarong-Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur, salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia. Sebutan Kota Raja ini disematkan karena di kota Tenggarong inilah terdapat pusat pemerintahan dan berbagai macam peninggalan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Karena berbentuk kesultanan Islam, maka tak heran jika mayoritas masyarakatnya begitu erat dengan budaya Arab-Islam. Kehidupan menjadi sejuk, dalam kerja-kerja cinta yang mewujudkan harmoni. Perlu diketahui bahwa sejak zaman dahulu sampai sekarang, Suku Dayak yang beragama Nasrani tetap berada di bawah Kesultanan dan Pemerintahan Kutai Kartanegara, namun semuanya mampu hidup damai dan berdampingan dari zaman dahulu sampai sekarang..
Sebenarnya, saya tidak sepenuhnya benar jika mengatakan langsung terdampar di Kota Tenggarong, karena tempat saya bekerja ada di tengah hutan, di wilayah Distrik Kecamatan Kembang Janggut. Tapi hal itu malah menguntungkan, karena saya bisa melihat sepanjang desa-desa dan wilayah Kutai Kartanegara yang terbentang begitu luas. Untuk perjalanan dari Kembang Janggut ke Tenggarong memerlukan waktu tempuh sekitar lima jam dan harus ditempuh dengan jalur darat dan sungai. Jalur sungai tersebut wajib dilalui karena masih belum meratanya jalur darat yang belum usai dibangun..
Pasca kerja selama 30 hari penuh, barulah saya mendapatkan jatah libur selama 10 hari. Dan jatah 10 hari itulah yang saya pergunakan untuk tinggal dan bersosialisasi dengan Kota Raja dengan program unggulan bernama Gerbang Raja alias Gerakan Pembangunan Rakyat Sejahtera..
Kekayaan dan Keindahan Alam serta Ragam Seni Budaya
Berada di Kutai Kartanegara ibarat berada di surganya para raja. Kekayaan alam yang begitu melimpah seperti tambang batu bara dan hutan alam, juga danau-danau, spesies hewan-hewan langka, hingga budaya Suku Kutai dan Dayak yang masih dipelihara dan dilestarikan hingga hari ini. Tingkilan dan Sape’ adalah dua alat musik yang selalu mengiringi segala aktivitas upacara adat yang ada di kedua suku tersebut..
Maka tak mengherankan jika pada akhirnya, Kota Raja ini didaulat sebagai Kabupaten terkaya di Indonesia, yang saat ini APBD-nya saja mencapai lebih dari sembilan trilyun (sebuah angka yang saya sendiri kesulitan untuk menyebutkan berapa jumlah nol-nya he he he), sebuah angka pendapatan dan belanja daerah yang begitu fantastis dan mencengangkan daerah-daerah lain di Indonesia..
Kota sungguh sangat eksotis. Di Tengah kotanya saja, kita bisa menjumpai berbagai ikon kesultanan, seperti masjid Jami’ Aji Amir Hasanuddin, sebuah masjid tua yang dibangun sejak tahun 1874 dan masih berdiri megah dan dipergunakan untuk beribadah sampai dengan hari ini. Kita juga bisa menikmati Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara yang bisa dikunjungi oleh para wisatawan. Tak jauh dari situ, juga terdapat Masjid Agung Sulaiman dan Monumen Pancasila. Agak menjauh sedikit, kita bisa menemukan Museum Mulawarman, Planetarium Jagat Raya. Yang berhubungan dengan alam, kita bisa menuju Pulau Kumala, sebuah pulau yang terletak tepat di depan pusat ibukota kabupaten Kutai Kartanegara, di tengah-tengah Sungai Mahakam. Selain itu juga ada Waduk Panji Sukarame yang sangat cocok untuk acara gathering bersama keluarga..
Itu baru di area Kota Tenggarong. Membuka cakrawala yang lebih luas, Kota Raja juga memiliki situs Kerajaan Kutai Lama, Pantai Tanah Merah dan Borneo Orang Utan Survival di Samboja, serta Tugu Kathulistiwa Marangkayu..
Pesta Adat juga senantiasa terjaga. Di daerah Ritan Baru dan Tukung Ritan Kecamatan Tabang, masyarakat Suku Dayak Kenyah memiliki agenda tahunan Mecaq Undat, pesta syukuran adat atas kelimpahan hasil panen padi. Di acara ini juga ditampilkan berbagai macam kesenian tari dan musik, serta pakaian adat yang begitu mempesona. Ada juga Tari Hudoq yang hanya dimiliki oleh Suku Dayak Modang di daerah Long Beleh Modang Kecamatan Kembang Janggut..
Tak mau ketinggalan, di Pusat Kota Raja sendiri juga diadakan Pesta Erau yang diadakan setahun sekali. Pesta Erau ini diadakan untuk memperingati hari jadi Kota Tenggarong. Dan bahkan, agendanya ditingkatkan menjadi skala internasional bernama EIFAF (Erau International Folklore and Art Festival). EIFAF tahun 2013 digelar pada tanggal 30 Juni – 07 Juli 2013 dengan menghadirkan negara-negara lain seperti Belgia, Korea Selatan, Mesir, Perancis, Republik Ceko, Thailand, Taiwan dan Yunani..
Tuh kan, ini namanya rahmat, ketika Allah memberikan kesempatan kepada saya untuk melihat sendiri betapa kaya daerah-daerah di Indonesia selain Pulau Jawa. Dan Kota Raja, menjadi saksi sejarah atas perjalanan saya di atas bumi Kutai Kartanegara. Jika ada kesempatan, waktu luang dan sedikit tabungan, bolehlah ajak keluarga untuk berlibur ke Kota Raja, Kutai Kartanegara namanya.. ^_^
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Kota Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Senin, 14 Muharram 1435 H/18 November 2013 pukul 07.51 wita
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Kamis, 17 Muharram 1435 H/21 Desember 2013 pukul 08.00wita