Pekerja Sosial di Bumi Papua*

Pekerja Sosial di Bumi Papua*
*Oleh Joko Setiawan, A Social Worker, Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman
Pernahkah berpikir bagaimana masyarakat Papua bisa berdaya? Kita tahu bahwa sumber daya alam di sana begitu besar, tapi kenyataannya, begitu banyak masyarakat suku asli yang terbelakang dan pada akhirnya hidupnya ya “gitu-gitu” saja, bahkan lebih buruk dari itu, mereka miskin dan terus termiskinkan oleh sistem yang ada. Mereka yang berhasil masihlah bisa dihitung dengan jari, sedangkan yang lainnya, hidup, tapi tidak bisa dikenang sebagai orang sukses dan berpendidikan tinggi, apalagi disebut sebagai pahlawan..
Syukur alhamdulillah, segala puji kita panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wata’ala. Per 21 Oktober tahun 2013 ini, akan terseleksi secara ketat 20 orang Pekerja Sosial yang oleh Kementerian Sosial RI disebut sebagai SAKTI Peksos Pengembangan Masyarakat. SAKTI Peksos sendiri merupakan kependekan dari Satuan Bakti Pekerja Sosial..
Tahun-tahun sebelumnya semenjak tahun 2009 silam, Kementerian Sosial mengembangkan program untuk menyebarluaskan Peksos profesional di berbagai kabupaten/kota dan propinsi di Indonesia melalui SAKTI Peksos (clinical social worker). Namun program ini adalah praktek Peksos Klinis, dimana pekerja sosial menangai permasalahan klien dengan pendekatan individu, keluarga, maupun kelembagaan. Kluster dari program SAKTI Peksos Klinis ini misalnya terdapat kluster Anak Jalanan, Anak Berhadapan dengan Hukum, Anak Berkebutuhan Khusus (difable), dan lain-lain..
Nah, barulah pada bulan Oktober 2013 ini, Kementerian Sosial RI meluncurkan program perekrutan SAKTI Peksos Pengembangan Masyarakat. Program ini bukanlah program perekrutan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), melainkan staf Kementerian Sosial dengan jangka waktu tertentu, dalam program SAKTI Peksos Pengembangan Masyarakat ini, Angkatan I nya dari tahun 2013-2015..
Lowongan yang dibuka adalah sebanyak 22 orang, dengan perincian dua (2) orang SAKTI Peksos Pandu Gempita (Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera) untuk mengembangkan masyarakat miskin di Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan 20 orang lainnya sebagai SAKTI Peksos SDM Papua, untuk mengembangkan komunitas adat terpencil di pedalaman Papua..
Lowongan untuk SAKTI Peksos di Papua itu, bagi saya sangat menantang. Andai saja saya masih menganggur atau masih berada di pusat Ibukota layaknya 5 bulan yang lalu, tentu saya akan mengambil kesempatan tersebut, dan yakin lolos untuk sampai di Tanah Papua.. ^^
Berbicara mengenai Papua, saya jadi teringat dengan Mas Roberth Yewen, seorang sahabat di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Cenderawasih (UNCEN) Papua. Saya mengenal Mas Roberth ketika beliau datang di agenda Kongres II FORKOMKASI di Makassar, Sulawesi Selatan pada bulan Maret 2012. FORKOMKASI merupakan singkatan dari Forum Komunikasi Mahasiswa Kesejahteraan Sosial Indonesia, sebuah organisasi tingkat nasional yang menghimpun para mahasiswa jurusan Pekerjaan Sosial/Ilmu Kesejahteraan Sosial dan yang serumpun dengan jurusan tersebut di seluruh kampus wilayah Indonesia..
Dari pertemuan tersebut, kusadari bahwa Mas Roberth adalah mahasiswa Papua pilihan. Kecerdasan, kekritisan, dan kepiawaiannya dalam mengemukakan pendapat di dalam forum begitu luar biasa. Dialektika yang dikemukakannya setara dengan pendapat-pendapat mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Padjajaran dan beberapa kampus lainnya yang tergabung dalam FORKOMKASI..
Oleh karenanya, saya menjadi berpikir, ketika Kementerian Sosial mulai mengembangkan program SAKTI Peksos Pengembangan Masyarakat di Pedalaman Papua. Ke depannya, calon-calon Pekerja Sosial yang akan diterjunkan tersebut adalah mengutamakan lulusan dari Universitas Cenderawasih (UNCEN). Tentu saja, tanpa mengesampingkan kualitas kompetensi dari lulusan tersebut..
Saya yakin, bahwa masih banyak mahasiswa jurusan Pekerjaan Sosial dan yang serumpun dengannya tersebut kurang percaya diri dengan skill yang didapatkannya ketika kuliah. Nah, oleh karena itu, di sinilah peran FORKOMKASI untuk melakukan training dan advokasi, menguatkan sisi teori plus praktek pertolongan pekerjaan sosial (khususnya CO/CD), dengan memanfaatkan berbagai jaringan dan stakeholder yang telah dibangun dengan baik sejak FORKOMKASI awal berdiri..
Saya juga begitu sangat yakin. Mas Roberth dan para mahasiswa koleganya di sana cukup potensial untuk membangun mengembangkan masyarakat adat terpencil tersebut. Selain satu suku, satu tanah kelahiran, dan satu bahasa. Program SAKTI Peksos yang mengambil lulusan UNCEN juga akan mampu meningkatkan kesadaran akan kekayaan khasanah etnis dan budaya Papua, dan pada akhirnya akan menumbuhkan rasa kecintaan mereka terhadap saudaranya yang masih berada di wilayah pedalaman. Program ini juga akan mampu mengasah rasa kepedulian, plus memikirkan solusi/jalan keluar terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh komunitas adat terpencil tersebut. Dengan demikian, kemampuan leadership dan empathy akan terasah kuat, dibalut dengan praktek profesional seorang pekerja sosial sejati..
Mari terus bersinergi, untuk saling mendukung, FORKOMKASI bersatu, bersenandung lirih dalam alunan lagu Indonesia Raya, karena dari Sabang sampai Merauke, kita bersaudara dan satu keluarga, kawan.. ^_^
NB: Special Notes for Mas Roberth Yewen dkk sebagai seorang aktivis kemanusiaan dan kesejahteraan sosial di Tanah Papua.
Pengumuman dari Kementerian Sosial terkait Program SAKTI Peksos Pengembangan Masyarakat tahun 2013 ini dapat di DOWNLOAD DI SINI Pengumuman Rekruitmen SAKTI Peksos Pengembangan Masyarakat 2013
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah
Selesai ditulis pada hari Rabu, 09 Oktober 2013 pukul 14.56 wita di Gedung Dakwah IKADI (Ikatan Da’i Seluruh Indonesia) Kota Tenggarong-Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
**Joko Setiawan, merupakan Staf Ahli Bidang Relasi Publik Forum Komunikasi Mahasiswa Kesejahteraan Sosial Indonesia (FORKOMKASI) masa bakti 2012-2013
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Rabu, 23 Oktober 2013 pukul 08.00 wita.