Story 012 Aktivis Masjid Al Ihsan STKS Bandung

Posted by Muhammad Joe Sekigawa on September 5, 2013 · 4 Comments 

Aktivis Masjid Al Ihsan STKS Bandung

Kecenderungan dekat dengan mushola saat usia SMP, pada akhirnya dapat terpuaskan di masa kuliah. Sedari awal masuk kuliah, aku memang sudah berniat untuk berkumpul dengan orang-orang sholeh, yang cinta dan memakmurkan masjid.

Apalagi, ketika tempat tinggal kostan dengan Mas Huda, beliau adalah salah satu aktivis LDK-KMM (Lembaga Dakwah Kampus-Keluarga Mahasiswa Muslim) STKS Bandung, aku pun banyak diinformasikan mengenai kegiatan-kegiatan masjid kampus. Mulai dari taklim pagi, dauroh al Qur’an, Mabit, hingga kerja bakti membersihkan masjid sebulan sekali.

Di antara beberapa UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang kuikuti, LDK memang menjadi salah satu prioritas. Inginnya aktif di seluruh kegiatan LDK, tapi kenyataannya tidak demikian. Karena terbentur dengan kerja part time di malam harinya, otomatis aku harus me-reschedule jadwal aktivitas dan istirahat, dan salah satu yang terkorbankan adalah waktu aktif di LDK KMM STKS Bandung.

Bada Pentas Ramadhan School 2009

Keaktifan di LDK bisa aku ikuti pada jam-jam kuliah antara pagi-sore, kemudian juga di akhir pecan. Aku ingat sempat aktif di salah satu departemen, kemudian mengikuti beberapa kali dauroh. Yang paling seru adalah ketika menjadi salah satu panitia Ta’aruf (menyambut mahasiswa baru) yang dilaksanakan pasca pelaksanaan PPI (Program Pengenalan Institusi).

Kuingat waktu itu masih banyak para mahasiswa “awam” yang memiliki kecenderungan baik, meski pada akhirnya mereka tidak bertahan lama, dan hanya menganggap keikutsertaannya di dalam LDK ya seperti keikutsertaan di kepanitiaan kegiatan-kegiatan lainnya. Sedangkan, ghirah untuk menjadi da’i belum lah muncul, timbul, dan melekat di dalam diri.

Namun, kupikir hal itu juga tidak bisa menjadi alasan pembenaran atas berjatuhannya mereka di jalan dakwah sebagai sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Malahan, itu menjadi PR besar bagi LDK untuk berpikir lebih keras untuk mendesain strategi kaderisasi berlapis. Lapisan pertama untuk para mahasiswa “amam”, lapisan kedua untuk mahasiswa yang gemar memperindah bacaan al Qur’an, dan lapis selanjutnya telah masuk pada perjuangan dakwah di tingkat harakah dan bersinggungan dengan konteks global dan isu kekinian di zona dakwah ummah.

Jujur, keaktifanku di LDK ini hanya mengantarkanku pada kecenderungan merasa nyaman melihat orang-orang sholeh/hah. Para ikhwan yang berjanggut tipis, tungkainya berbekas hitam karena sering dibuat duduk tahiyat, dan rona mukanya cerah akibat sering terkena air wudhu. Begitu pula dengan pemandangan akhwatnya yang berjilbab panjang dan lebar, menutup aurat bahkan hingga kaos kaki tak pernah terlepas, juga pola interaksi yang begitu terjaga agar tak mengundang syahwat, terutama menjaga izzah (kemuliaan) diri.

Bahkan, lambat laun, aku sudah mulai jarang aktif ketika duduk di semester IV. Sholat memang masih rutin di masjid, namun kegiatan LDK, sudah seringkali absen karena terbentur dengan kegiatan lain dan juga part time.

Meski demikian, LDK KMM tetaplah memberi warna yang begitu berharga, untuk kemudian nantinya aku akan benar-benar yakin atas keikutsertaan di jamaah dakwah ini. Semoga tetap terjaga, istiqomah sampai di akhir hayat. Aaamiin..

*Kembang Janggut, 06 Agustus 2013

**Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Kamis, 05 September 2013 pukul 08.00 wita.

NB: Artikel ini adalah edisi series dari The Story of Muhammad Joe Sekigawa. Diterbitkan secara berkala pada setiap hari Senin dan Kamis, sejak tanggal 29 Juli 2013. Jika tak ada halang merintang, akan disusun menjadi sebuah buku bagi koleksi pribadi ^_^

Filed under About my Life, The Story of Muhammad Joe Sekigawa · Tagged with ADK, Al Ihsan, KMM, masjid, Ta'aruf