Story 009 Tempat Kostan Super Murah di Bandung

Tempat Kostan Super Murah di Bandung
Tiba di Bandung, aku tak mengenal siapa-siapa. Nyaris semuanya adalah orang baru yang aku harus bisa beradaptasi dengan mereka. Untungnya, Kak Cup (my brother) sewaktu kuliah dulu sempat dikirim ke Bandung terkait dengan agenda Koperasi Mahasiswa. Salah satu temannya adalah anak UNISBA (Universitas Islam Bandung) yang telah bekerja di Rabbani (dekat kampus UNPAD Dipati Ukur). Namanya Mas Ahmad, asli Cepu.
Kalau tidak salah, hanya dua malam aku menginap di kostan Mas Ahmad yang terletak di sekitaran kampus ITB (Institut Teknologi Bandung) itu. Aku masih teringat, hari pertama sampai di kampus STKS Bandung, Mas Ahmad lah yang menjemputku. Juga mengenalkan beberapa tempat yang ada di Dago ini.
Karena sudah menjadi tabiat baik, tempat paling nyaman yang kusinggahi adalah Masjid Al Ihsan STKS Bandung. Dari sinilah aku dikenalkan oleh DKM Masjid kepada Mas Huda (STKS ’06), kemudian beliau lah yang mencarikanku tempat kost sebab kamar di DKM Masjid Al Ihsan telah penuh.
Senang sekali rasanya dibantu oleh kakak tingkat aktivis LDK Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung ini. Perangainya lembut, juga perhatian, cerdas, rajin dan tidak sombong. Hari pertama saya dicarikan tempat kost bersama beliau, langsung cocok.
Bukan karena mewah dan nyamannya, namun siapa yang bisa menyangka, harga kamar kost di Bandung, hanya 1,1 juta per tahun, dan lokasinya pun sangat aman karena berada di tengah-tengah keluarga yang punya kostan.
Pada awalnya, memang bukan kamar ini yang ditawarkan, namun kamar yang terletak di lantai atas. Karena waktu itu saya juga telah mendapatkan teman dekat, namanya Ricky Adam, maka saya pun membayar satu bulan dahulu untuk satu kamar bersama Ricky, baru bulan keduanya kami akan berpisah untuk kamar sendiri-sendiri. Ricky masih tetap di atas dengan harga 1,7 juta per tahun, sedangkan aku pindah ke kamar bawah bersama keluarga sang pemilik kostan dengan harga 1,1 juta per tahun.
Lagi-lagi, nikmat Allah memang demikian begitu besar dilimpahkannya kepada hamba penuh salah dan dosa ini. Tentu, tak bisa ditemukan di manapun juga, harga kostan yang kalau dirata-rata per bulan, kurang dari 100 ribu ini. Sungguh suatu nikmat yang tak terhingga. Berawal dari pengambilan keputusan (baca: nekat) kuliah dengan risiko tidak sampai selesai karena biaya kurang, kemudian mendapatkan beasiswa penuh sampai lulus jika prestasi dapat terjaga, dan ditambah mendapatkan tempat kostan dengan biaya super murah se Bandung raya.
Dan hebatnya, ibu kost yang bernama Bu Yati dengan usia 70-an itu orangnya sangat perhatian, peduli, dan tidak pernah memarahiku selamat empat tahun tinggal di sana. Setiap pagi atau siang atau sore, seringkali ditawari makan. Bagi anak kostan, tentu itu sebuah anugrah karena bisa mengirit pengeluaran. Namun, jika menawarinya adalah setiap hari, aku jadi malu juga, tidak enak, sungkan.
Sambil menyelam minum air, aku mulai membiasakan diri puasa sunnah Senin-Kamis. Jadi ketika nanti ditawari Ibu kost makan, aku bilang bahwa aku sedang shaum. Kalau sudah begini kan enak jadinya, menolak dengan cara halus dan sopan. Eh, tapi tidak dinyana, sore harinya beliau sudah menyediakan roti dan susu untukku berbuka. Subhanallah. Padahal aku seringkali menghabiskan waktu di kampus dari pagi sampai sore bahkan malam baru pulang ke kostan. Dan di kostan sudah disambut dengan jamuan takjil berbuka puasa. Sungguh, Bu Yati sudah menganggapku sebagai keluarga sendiri. Semoga Allah membalas kebaikan-kebaikan beliau di akhirat kelak. Aamiin..
Kisah hebat berikutnya adalah ternyata biaya pembayaran kostan yang hanya 1,1 juta per tahun ini bayarnya bisa diangsur 2 kali, dan sejak tahun 2008 sampai 2012, biayanya tak naik sepeserpun. Saya yakin, kalau Bu Yati dan keluarganya adalah orang materialistis, tentu kerugian besar yang ditangung. Namun, sungguh menakjubkan, keluarga mereka tidak mencari itu, melainkan berniat membantu para mahasiswa-mahasiswa “agak kere” seperti saya ini agar bisa kuliah sampai lulus. Beliau selalu mengungkapkan bahwa dahulunya Mba Tia (anaknya Bu Yati) juga saat kuliah dulu dengan biaya pas-pasan, namun ketika ada kesulitan, selalu menemukan kemudahan. Mensyukuri hal tersebut, beliau selalu berbuat baik kepada para mahasiswa yang ngekost di tempat beliau, juga tetangga di sekitarnya.
Kostan ini terletak di Dago Pojok. Tak jauh dari Masjid Baiturrahman. Di masjid inilah aku melaksanakan ibadah sholat lima waktu secara berjamaah ketika tidak sedang keluar atau di kampus. Masa Ramadhan kulewati beberapa waktu di sana, penuh cerita, penuh kehangatan, bahkan sakit kerasku yang terakhir kalinya (menjelang ujian KIA tahun 2012), sempat pingsan di dalam masjid dan ditolong oleh beberapa jama’ah yang berada di sana.
*Kota Samarinda, 17 Juli 2013
**Ibukota Provinsi Kalimantan Timur.
Dipublikasikan otomatis secara terjadwal oleh WordPress pada hari Senin, 26 Agustus 2013 pukul 08.00 wita.
NB: Artikel ini adalah edisi series dari The Story of Muhammad Joe Sekigawa. Diterbitkan secara berkala pada setiap hari Senin dan Kamis, sejak tanggal 29 Juli 2013. Jika tak ada halang merintang, akan disusun menjadi sebuah buku bagi koleksi pribadi ^_^
bro ,bs minta alamat utk kost itu ? aku mau ke bandung tapi gak tau mau tinggal di mana
tlg bantuannya bro
Sudah zaman dulu cerita ini, sepertinya sekarang sudah tidak dikost kan, digunakan untuk kamar anaknya Ibu kost sendiri 😀