Antara Aksi Tanggap Darurat dan Kesiapsiagaan

Antara Aksi Tanggap Darurat dan Kesiapsiagaan

Oleh Joko Setiawan, S.ST *)

Bencana yang terjadi di Indonesia selalu saja hangat untuk dibicarakan. Bukan saja karena tingkat frekuensi keseringannya, namun juga karena banyaknya variasi bencana seperti kebakaran hutan, kebakaran pasar atau tempat tinggal, erupsi gunung berapi, banjir luapan, banjir bandang, gempa bumi, tanah longsor, angin puting beliung, dan masih lagi sederetan jenis bencana yang lainnya.

Setiap bencana yang terjadi, akan berdampak kepada manusia. Misalnya, ketika ribuan sawah terendam oleh banjir, memang di sana tidak ada korban jiwa, namun kerugian ribuan hektar padi siap panen yang terendam tersebut mengakibatkan perekonomian masyarakat menjadi terhambat, bahkan menjadikan pemiliknya “jatuh miskin” sebab modal yang diinvestasikan untuk menanam padi tersebut tidak dapat kembali.

Evakuasi Warga Korban Banjir sebagai Aktivitas Emergency Response

Evakuasi Warga Korban Banjir sebagai Aktivitas Emergency Response

Bencana juga terjadi dalam rentang waktu yang relatif begitu singkat dan dalam suasana yang sangat tidak bersahabat. Oleh karenanya, pertolongan terhadap korban bencana membutuhkan reaksi dan aksi yang cepat dan juga tepat. Tak salah memang ketika Divisi Disaster Risk Management (DRM) PKPU memiliki slogan “menerobos tanpa menunggu” untuk menggambarkan tingkat kecepatan dan ketepatan dalam memberikan aksi pertolongan.

Pertolongan dalam situasi darurat semacam ini kita sebut sebagai aksi emergency response. Yakni masa dimana aksi-aksi yang dilakukan adalah untuk membantu korban becana secara cepat seperti langkah evakuasi, pembagian makanan siap santap, pendirian tenda pengungsian, penyediaan air minum, pengobatan langsung (rescue medis) bagi korban luka-luka, dan lain-lain.

Manajemen bencana mengenal 4 (empat) bidang/tahapan dalam penanggulangan bencana. Yaitu: 1) pencegahan dan mitigasi, 2) kesiapsiagaan, 3) tanggap darurat, dan 4) pemulihan. Pencegahan dan mitigasi kita laksanakan untuk daerah yang tidak terjadi bencana, namun suatu hari ke depan, tidak dipungkiri bahwa akan bencana yang belum bisa diketahui kapan datangnya.

Kesiapsiagaan berbicara tentang penyiapan masyarakat yang lokasinya potensial terjadi bencana, atau sudah sering terjadi bencana. Kemudian,  tanggap darurat berbicara tentang aktivitas pertolongan secara cepat terhadap korban bencana. Dan terakhir, pemulihan adalah upaya-upaya untuk merehabilitasi dampak-dampak dari bencana baik dari segi infrastruktur maupun sosial-kejiwaan pada manusia yang terkenda dampak buruk akibat bencana.

Pada tulisan kali ini, penulis hendak mengemukakan terkait kesiapsiagaan (preparedness) dengan tanggap darurat (emergency response) dalam upaya penanggulangan bencana. Berbicara mengenai tanggap darurat, ini sudah pasti kita lakukan ketika terjadi bencana. Sejak masa awal pemahaman masyarakat Indonesia terhadap bencana pun, tanggap darurat telah biasa dilakukan.

Tapi bagaimana ketika tidak terjadi bencana? Kebanyakan orang berleha-leha, serta tidak mempersiapkan ketika bencana datang untuk kedua kalinya. Terlebih ketika bencana jenis yang lain datang kepada mereka. Pengetahuan dan pengalaman yang minim terkait bencana yang melanda, menjadikan jumlah korban bertambah banyak, dan kerugian material menjadi semakin lebih besar.

Untuk sebab alasan di atas itulah, maka tanggap darurat akan lebih efektif dilaksanakan, ketika juga diawali dengan bekal kesiapsiagaan. Mengapa demikian? Karena kesiapsiagaan, seperti ditulis dalam salah satu buku BNPB, “kesiapsiagaan/preparedness adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta langkah-langkah secara berhasil-guna dan berdaya-guna”.

Maka, ketika upaya kesiapsiagaan telah dilakukan, hal ini akan memperkecil kemungkinan dampak besar yang akan ditimbulkan oleh bencana tersebut. Tidak hanya sistem kesiapsiagaan secara material, namun juga kesiapsiagaan yang berpusat pada manusia. Manusia sebagai objek terpenting yang harus terlindungi dari bencana, berhak untuk mendapatkan pengetahuan juga kemampuan untuk menolong dirinya sendiri ketika terjadi bencana, sebelum benar-benar mampu untuk membantu orang-orang di sekitarnya.

Jadi, nanti jika suatu masyarakat telah ter-edukasi dengan baik tentang upaya penanggulangan bencana di lingkungannya, juga termasuk skill/kemampuan dan upaya penyelamatan (evakuasi) terhadap tetangga di sekitarnya. Pihak luar tidak lagi menjadi tumpuan utama yang seringkali kedatangannya “telat” karena bencana terjadi dengan begitu cepat.

Dengan demikian, dari ulasan singkat ini dapat kita petik hikmahnya bahwa setiap potensi bencana yang akan terjadi, dapat kita kurangi dampak buruknya dengan mempersiapkan diri dengan baik. Tak hanya akhlak dan ibadahnya saja yang diperbanyak intensitasnya, namun juga kemampuan dan keahlian khusus bidang penanggulangan bencana harus kita kuasai untuk membantu orang lain, terlebih membantu diri kita sendiri. “…Dan siap siagalah kamu..”, demikian Allah memfirmankan dalam surat An Nisaa’ ayat 102. Wallahua’lam Bisshawab

*) Joko Setiawan, S.ST., staf Divisi Disaster Risk Management (DRM) PKPU | a social worker dan concern terhadap isu-isu pengurangan risiko bencana tingkat sekolah, perguruan tinggi dan komunitas | @joesekigawa

NB: Artikel ini pertama kali diterbitkan di Web PKPU ANTARA AKSI TANGGAP DARURAT DAN KESIAPSIAGAAN pada 26 Februari 2013 22:17

Comments
2 Responses to “Antara Aksi Tanggap Darurat dan Kesiapsiagaan”
  1. Gerhard Martin says:

    Reblogged this on GO OKA WEMOHAWE.

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: