Profesional dalam Menempatkan Diri

Alhamdulillah. Skenario dari Allah azza wa jalla memang begitu luar biasa, tak disangka, juga tak diduga. Seorang anak manusia yang banyak dosa ini menjadi tercerahkan dan tercelup dalam dunia dakwah. Dunia yang pada awalnya begitu asing serta tak ada daya tariknya.

Tumbuh dalam keluarga Islam “abangan” membuatku tak paham apa-apa mengenai hakikat ber-Islam. Islam lebih identik dengan budaya, dan budaya orang Jawa adalah budaya Islam, meski masih tercampur baur dengan adat istiadat yang berbau khurofat. Ini pun adalah masa-masa sejak lahir hingga lulus bangku Sekolah Dasar (SD).

Masa SMP dan SMA begitu “bebas”. Mbak Eni dan Mas Chanif yang telah menjadi waliku menggantikan peran Pa’e dan Ma’e. Pa’e dan Ma’e berada di Desa Bancar, sedangkan aku telah pindah sekolah ke kota Bojonegoro.

Tak dipungkiri bahwa ke-hanif-an itu masih bersarang di dalam diri. Masih ingat kala itu ketika kelas II SMP, saya sering bersama beberapa orang teman untuk melaksanakan sholat Dhuha (tanpa ada yang memerintah) dan juga kajian 10 menit dari salah satu guru Komputer di mushola mungil kami di SMPN 1 Bojonegoro. Ini kami laksanakan di sela-sela waktu pemanfaatan waktu istirahat antar jam mata pelajaran. Beberapa nama yang masih kuingat diantaranya: Wakhid, Rendi, Akbar, Tulus, Arief, dan masih ada beberapa nama yang telah susah untuk diingat (10 tahun silam).

Bahkan, lebih parahnya lagi, masa-masa SMK, saya sempat ikut-ikutan “pacaran” seperti trend yang terjadi di masa-masa puber remaja seumuran saya. Astaghfirullah.. Sungguh sempit rasanya dunia ini tanpa ridho-Nya, “. . . . Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (Q.S At Taubah: 118).

Awal Ter-TARBIYAH dan Menjadi Kader KAMMI

Pencarian jati diri itu tak selamanya berjalan mudah. Begitu pula dengan pencarian tempat “ngaji” yang cocok dan semakin mengokohkan keimanan serta ketaqwaan kepada-Nya. Kala itu, pasca hari Raya Idul Fitri 2011. Entah kenapa hati ingin mencari satu tempat bernaung belajar Islam dan juga lingkungan “kondusif” untuk memperteguh iman. Terbesitlah salah satu akhwat yang juga merupakan junior di JOCO (Jowo Community). Dari sanalah segalanya bermula, agenda Tarbiyah dan KAMMI menjadi satu jiwa baru yang membuat diri merasa lebih bermakna. Keseharian yang dipenuhi dengan kepenatan duniawi menjadi lebih terang benderang dengan kesadaran ber-Islam dan tuntutannya atas setiap diri muslim yang memegang erat tali agamanya.

Awalnya saya begitu apatis terhadap dunia perpolitikan, baik nasional, daerah, juga kampus. Posisi Menteri Partisipasi dan Hubungan Luar Kampus di BEM STKS periode 2009-2010. Namun, KAMMI mengajarkan saya banyak hal. Yakni, seorang pemuda muslim haruslah memiliki semangat untuk memimpin. Memimpin dan membawa perbaikan bagi ummat. Memimpin bukan menjadi tujuan, apalagi seluruh kader KAMMI paham bahwa kepemimpinan itu akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Tapi, jika pemimpin lain yang memegang kekuasaan menjadi semena-mena kepada yang dipimpinnya, maka seorang muslim tidak boleh apatis siap memegang kepemimpinan berikutnya. Inilah yang menjadi nilai dasar dari jargon KAMMI adalah Muslim Negarawan.

Tidak instan untuk menjadi kader KAMMI ini. Tiga tingkatan kaderisasi harus dilalui, sehingga ia memang layak disebut kader KAMMI yang negarawan. Tiga tingkatan kader tersebut adalah AB#1 (Syaksiyah Islamiyah/ kepribadian muslim), AB#2 (Syaksiyah Da’iyyah Muharikah/ kepribadian da’i yang mampu menjadi penggerak), dan AB#3 (Syaksiyah Qiyadiyah Siyasiyah/ kepribadian pemimpin yang mampu mengambil kebijakan).

Semenjak November 2011 lalu, saya resmi menjadi kader KAMMI dan telah mengikuti beragam kegiatan yang diselenggarakan oleh KAMMI Daerah Bandung, KAMMI Komisariat, dan bahkan menjadi penegak pertama berdirinya KAMMI STKS Bandung dengan menjadi mas’ul nya periode April-Oktober 2012.

Dengan jelas di sini, bahwa saya adalah Kader Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang merupakan organisasi kader (harokatu tajnid) dan organisasi pergerakan (harokatul ‘amal).

Bergabung dalam Barisan Kader PKS

Kebanyakan kita mendengar nama partai, menjadi jengah. Ini kentara karena banyak dari kita menjadi apatis terhadap partai. Bahkan tak sedikit pula yang telah memblacklist seluruh partai dan menganggap semuanya sama saja, tak ada bedanya dengan ada atau tidak adanya partai.

Anggapan di atas sungguh merupakan suatu kesalahan yang fatal. Kalau kita belajar mengenai sistem perpolitikan di Indonesia, jalan perubahan itu ya lewat partai. Mau independen? Siapa yang mau mendukung satu orang (dengan program kerja terbatas) kemudian meminta dipilih oleh ratusan juta penduduk Indonesia untuk menjadi pemimpin. Mungkinkah?

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali Imran: 104).

Berbalik ke belakang pada masa awal-awal Indonesia merdeka. Dapat kita lihat satu kenyataan dimana organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan yang ada di Indonesia bergabung di dalam satu barisan, Partai Masyumi (Majlis Syuro’ Muslim Indonesia) yang di dalamnya tergabung organisasi Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, dan masih banyak lagi.

Kemudian, mengapa kok malah ke PKS, kan sudah ada partainya NU, Muhammadiyah, dan banyak partai lain yang masih eksis hingga hari ini? Jawabannya tak lain, ini adalah pilihan. Dan pilihan itu dijatuhkan karena prinsip dasar perjuangan yang sama. Ya, PKS adalah metamorfosa dari jama’ah Tarbiyah yang telah melalui masa mihwarnya di tingkat muassasi.

Dalam grand design dakwahnya. Jama’ah Tarbiyah memiliki empat mihwar yang harus dilalui: 1)mihwar tandzimi; 2)mihwar sya’bi; 3)mihwar muassasi; dan 4)mihwar daulah.

Demikianlah, menjadi kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah tuntutan (tanpa pemaksaan) sebagai kader Tarbiyah. Jama’ah huwa hizb, Hizb huwa jama’ah (jama’ah ini ya partai, partai ini yang jama’ah).

Dengan tegas saya katakan, bahwa saya adalah Kader PKS, dan bahkan saat ini saya masuk ke dalam barisan struktural di DPRa (Dewan Pimpinan Ranting) Tanjung Barat pada staf Divisi Sosial di bawah komando Akh Slamet.

Berstatus Karyawan kontrak pkpu

Ketika mengira bahwa idealisme sebagai aktivis dakwah semasa di kampus hanyalah akan hidup di kampus saja. Itu adalah anggapan yang salah besar. Suatu kenyataan saya temukan di Lembaga Kemanusiaan Nasional bernama Pos Keadilan Peduli Ummat (pkpu).

Di pkpu, tak akan kita temui seorang pun pegawai perempuannya yang tak mengenakan jilbab. Alih-alih tak mengenakan jilbab, para pegawai wanita yang mengenakan celana panjang pun tak pernah kita temui. Jilbab lebar dan rok panjang menjadi ciri khas dalam berpakaian dan yang terpenting perlu khalayak ketahui, bahwa hal ini bukan merupakan aturan lembaga. Melainkan satu kesadaran bersama atas hasil dari Tarbiyah.

Posisi saya sebagai karyawan pkpu merupakan posisi yang berbeda dengan posisi sebagai kader KAMMI maupun kader PKS. Semua memiliki porsinya masing-masing, dan memang tak bisa dicampuradukkan. Ketiganya berjalan dalam sistemnya masing-masing dan berjalan beriringan, tak saling bertabrakan, juga tak saling bergandengan tangan (baca: KKN). Ini adalah pernyataan fakta, dan sebuah kenyataan yang memang tak bisa dipungkiri dipelintir oleh banyak pihak yang tak senang dengan berkilaunya dakwah Islam di penjuru negeri Indonesia.

Pkpu sebagai lembaga kemanusiaan nasional bekerja secara profesional dan tidak eksklusif. Banyak penerima manfaat dari kalangan non muslim yang telah pkpu bantu. Tak perlu lah disebutkan satu per satu, yang jelas dana-dana bantuan yang kami terima juga dari lembaga-lembaga yang tak asing di telinga kita bersama. Sebut saja mulai dari Indosat, Telkomsel, Pertamina, telah rutin menjadi donatur program-program yang digulirkan oleh pkpu.

Jika memang pkpu tidak profesional dalam mengelola amanah, apakah mungkin perusahaan-perusahaan besar tersebut berkenan memberikan donasinya? Saya rasa ini adalah adalah pernyataan telak yang tidak bisa disangkal. Apalagi ketika mengedarkan isu bahwa pkpu adalah berada di bawah setir penuh PKS. Ini ceritanya darimana? Jangan asal main fitnah ya. Tidakkah kita ingat bersama “. . . . Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. . . . “ (Q.S Al Baqarah: 217). Hati-hatilah, mulutmu adalah harimau mu, begitu ungkap salah satu iklan TV yang pernah saya ingat. ^_^

Membedakan Peran dari Masing-Masing Status

Saya Bangga Menjadi Kader KAMMI, Saya juga Bangga Menjadi Kader PKS, dan Saya pun Tak Kalah Bangganya Menjadi Karyawan pkpu. Yang jelas, ketiganya adalah berada dalam entitas yang berbeda.

KAMMI bekerja dengan manhaj kaderisasinya, tak ada satu partai pun yang membawahinya, termasuk PKS. Bahkan, KAMMI adalah lebih senior dari PKS karena KAMMI lebih dahulu lahir ketimbang PKS (KAMMI lahir pada 29 Maret 1998, sedangkan PKS –yang waktu itu bernama PK- lahir pada 09 Agustus 1998).

KAMMI juga memiliki ranah yang berbeda dengan PKS. KAMMI mencetak kader-kader unggulnya untuk menjadi pemimpin di masa depan, sedangkan PKS telah bertindak di kalangan elit. Sebagai abdi negara yang membawa kemaslahatan bagi bangsa.

Saat menjadi kader KAMMI, saya bukanlah sebagai kader PKS, dan tak ada sama sekali embel-embel kepartaian. Pun sama ketika saya menjadi kader PKS, tak ada kekuatan untuk intervensi langsung terhadap KAMMI, juga tak ada atribut KAMMI yang mendampingi aktivitas PKS.

Selanjutnya, mengkaitkan antara pkpu dengan salah satu partai (yang dalam hal ini PKS) adalah sebuah pengkaitan yang cukup dipaksakan. Bahwa kenyataan kebanyakan dari kami memiliki satu pandangan yang sama terhadap gerakan dakwah, itu benar adanya. Namun, kaitan dalam maksud saling intervensi atau memanfaatkan jaringan untuk kepentingan pribadi, insyaAllah sampai kapan pun tak akan pernah terbukti. InsyaAllah.

Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (HR Bukhari).

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (Q.S Al Hujurat: 12).

Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwah by Muhammad Joe Sekigawa, SST

Seorang Pembelajar Sepanjang Zaman who has a great dreams

A Social Worker fresh graduated from Bandung College of Social Welfare (BCSW), Department of Social Rehabilitation 2008-2012

Staf DRM (Disaster Risk Management) PKPU Pusat, Jakarta.

Staf Ahli Bidang Relasi Publik, Forum Komunikasi Mahasiswa Kesejahteraan Sosial Indonesia (FORKOMKASI) masa bhakti 2012-2013

Selesai ditulis pada hari Ahad malam, 08 Rabiul Akhir 1434 Hijriah/ 17 Februari 2013 at 20.40wib @Kamar kostan, Jl. Swadaya II-C No. 56-C, Tanjung Barat-Jagakarsa, Jakarta Selatan.

G A L L E R I E S

205640_3750191651789_663134522_n == 73317_3750200812018_2089863671_n

sahabat-kammi-stks-itb == Mobilisasi Pusdai-Gedung Sate

Pra keberangkatan Pawai Sambut Ramadhan 1433 H == Joe and Didik DPD PKS Bjn pd 14 Juli 2012

panji-pks-berkibar-depan-gedung-sate ==PKS Bojonegoro

joe-di-kantor-drm-pdg-pkpu_jan-2013 == Front Office PDG PKPU Pusat Jkt 2013

Tinggalkan Jejak ^_^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: